Bagi pengikut ajaran Shinto di Jepang, mempelai perempuan mengenakan kimono berwarna putih. Sedangkan mempelai laki-laki mengenakan kimono berwarna hitam selama upacara berlangsung. Mempelai perempuan dapat memilih satu dari dua penutup kepala. Salah satunya penutup kepala berwarna putih yang disebut tsuni kakushi, berarti menyembunyikan “tanduk kecemburuan” serta menghalau egoisme dari hadapan ibu mertua.
Selain itu, ada tahapan yang bernama San-San-Kudo, di mana mempelai perempuan dan laki-laki disuruh menghirup sake secara bergiliran. Masing-masing menghirup sembilan kali dari tiga cangkir yang disediakan.
Pernikahan di Ghana biasanya memakai kain tradisional bernama Kente. Kain berwarna terang ini dibuat dengan teknik tenun dan dulunya hanya bisa digunakan oleh para bangsawan. Desain kain tradisional mereka bervariasi dengan warna dan pola yang berbeda. Setiap keluarga memiliki pola pakaiannya sendiri.
Saat pernikahan di India, pasti mempelai perempuan mengenakan baju warna merah. Warna merah melambangkan semangat, keberanian, dan dipercaya dapat memberi energi positif. Selain itu, masyarakat India juga percaya warna merah sebagai warna keberuntungan untuk menikah. Di wilayah utara India, perempuan yang menikah secara tradisional mengenakan titik merah di tengah dahi mereka.
Prosesi pernikahan adat India dimulai dari pengantin laki-laki yang tiba di rumah pengantin perempuan dengan iringan musik dan tarian dari keluarganya. Lalu disambut keluarga mempelai perempuan dan pasangan pengantin itu pun akan menikah di depan api suci.
Gaun pengantin tradisional Bali yang sering dipakai oleh kedua mempelai sebenarnya adalah bentuk dari pakaian raja dan ratu, yang disebut Payas Agung. Untuk mempelai perempuan memakai hiasan kepala petitis dan tajug emas di bagian atas kepalanya. Selain itu, setiap helai kain yang dikenakan merupakan kain prada atau keemasan, sebagai penunjuk identitas kebangsawanan.
Untuk pengantin laki-lakinya memakai tapih dan kamen prada yang dililit dari bagian dada hingga ke betis. Laki-laki Bali Payas Agung Badung juga memakai sebilah keris bertatah batu mulia yang akan diselipkan di punggung.
Pernikahan tradisional menjadi semakin populer di Korea Selatan. Biasanya, para perempuan yang akan menikah memilih warna merah sebagai lambang nasib baik atau keberuntungan dan kekayaan. Masyarakat di sana percaya jika mengenakan warna merah kelak sang pengantin akan memperoleh nasib baik dan memperoleh kekayaan.
Dalam pernikahan tradisional Korea Selatan, setidaknya ada beberapa ritual yang harus dijalani oleh pasangan, pertama Jeon An Rye, pengantin laki-laki memasuki rumah mempelai perempuan. Kedua Gyo Bae Rye, mempelai saling membungkukkan badan. Lalu Seo Cheon Ji Rye, pengantin mengucapkan sumpah pernikahan. Terakhir mempelai meminum alkohol di gelas yang sama sebagai penanda mereka telah bersatu.
Sejak dahulu Etnis Tionghoa memercayai bahwa warna merah sebagai sebuah simbol warna sukacita. Warna merah ini berawal dari kepercayaan bangsa Tionghoa terhadap elemen seperti air, api, kayu, logam, dan bumi. Warna merah sendiri melambangkan elemen api yang berarti keberuntungan dan kebahagiaan.
Busana tradisional pengantin ini memiliki ciri khas, seperti riasan kepala dengan belasan tusuk konde, penggunaan cadar, serta kain merah bermotif dengan sulaman emas untuk pengantin perempuan.