Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Miris, Ini 16 Kesalahan Fatal Terkait Edukasi Seks di Indonesia

Nggak efektif!

Raden Mas Suparman

Seks sebelum nikah? Hamil di luar nikah? Penyakit menular seksual? Semua sebenarnya bisa dicegah dengan sex education atau pendidikan seks yang benar dan efektif untuk kalangan remaja.

Masalahnya, edukasi seks di Indonesia masih cenderung dangkal dan nggak menembak akar permasalahan. Ada banyak kesalahan fatal tentang edukasi seks di Indonesia pada umumnya. Ya nggak sih? Ini nih masalahnya.

1. Hanya dijelaskan di sekolah

Unsplash.com/Neonbrand

Untuk hal sepenting pendidikan seks, yang diberi tanggung jawab cuma sekolah. Padahal nggak semua sekolah memiliki program tersebut dan kalaupun iya, belum tentu efektif. Nggak ada pendidikan seks di kalangan komunitas perumahan ataupun organisasi kepemudaan.

2. Orangtua jarang mau ikut campur

Seks masih dianggap sangat tabu sehingga orangtua di rumah pun enggan membahas. Paling-paling mereka cuma curiga dan melarang anaknya untuk berhubungan seks sebelum nikah. Tapi, mereka nggak pernah mengajak anak-anaknya bicara secara gamblang tentang seks, padahal pembahasan tersebut justru paling penting datang dari keluarga.

3. Penjelasan diberikan di depan umum

Banyak yang nggak menyadari bahwa seks adalah topik yang sensitif dan cara penyampaiannya pun harus hati-hati. Menerangkan tentang seks kepada siswa di sekolah, tapi jumlah siswa terlalu banyak dalam satu sesi hanya akan membuat pengarahan tersebut bersifat satu arah. Siswa dipaksa mendengarkan, tapi jadinya nggak berani bertanya.

4. Terlalu fokus ke masalah fungsi organ reproduksi

Pexels.com/Christina Morillo

Pernahkah kamu mendapat pelajaran tentang seks di sekolah? Pasti penjelasannya hanya seputar bagaimana sperma berasal, pembuahan sel telur, dan bagaimana bayi terbentuk. Itu saja. Boring! Nggak ada penjelasan kenapa hamil di bawah umur itu berbahaya, kenapa selagi masih muda seharusnya fokus sekolah dulu.

5. Mana penjelasan tentang emosi?

Seringkali orang-orang dewasa lupa bahwa pelajaran tentang seks itu nggaak melulu tentang sperma, sel telur, hamil, dan melahirkan. Tapi, banyak remaja yang melakukan seks sebelum nikah karena mereka terbawa emosi dan kasih sayang. Apakah ada penjelasan tentang bagaimana menyayangi tanpa seks? Apa mereka memberitahu rasanya menyayangi seseorang hingga ingin berhubungan seks? 

6. Satu kali penjelasan dianggap cukup

Ingatkah berapa kali kamu mendapatkan pendidikan seksual di sekolah? Yup, satu kali! Setelah itu nggak ada pembahasan lagi atau konseling kepada siswa. Padahal topik ini luar biasa penting.

7. Isinya hanya tentang keperawanan, dosa, dan stigma

Unsplash.com/Olivia Snow

Seringkali ketika berbicara tentang hubungan seks yang terlalu dini, akibat yang dibahas hanyalah konsekuensi secara agama, yaitu dosa. Kemudian selain itu, siswa akan ditakut-takuti dengan stigma masyarakat. "Siapa yang mau dengan perempuan yang sudah ternodai?" atau "Masa depan seorang perempuan pasti buruk kalau sudah nggak perawan".

Tetapi, nggak ada yang membahas bahwa seks sebelum nikah dan terlalu dini dapat mengakibatkan kehamilan yang nggak diinginkan. Aborsi itu ilegal di Indonesia, sehingga banyak perempuan akhirnya terpaksa melahirkan anak dengan kondisi belum cukup umur. Masa depan jadi suram kalau punya anak sebelum waktunya.

8. Nggak diberikan wadah untuk mengadu

Oke, setelah mendapat pendidikan seks, ke manakah remaja harus berdiskusi jika mereka punya pertanyaan pribadi? Seringkali pelajaran tentang seks di sekolah cuma dianggap penyampaian informasi tentang proses membuat bayi.

Akan tetapi, mereka nggak pernah berusaha berbicara dengan siswa secara pribadi dan mencari tahu apakah mungkin dari mereka yang sudah telanjur melakukannya. Apakah mereka hampir melakukannya? Ke mana mereka harus mengadu?

9. Masih menganggap perempuan sebagai pihak yang bersalah.

Umumnya ketika terjadi seks sebelum nikah dan kehamilan sebelum nikah, selalu pihak perempuan yang dirugikan. Tapi, justru pendidikan seks banyak menempatkan perempuan sebagai pihak yang terlalu banyak "bersalah". Remaja perempuan dianggap sebagai nggak bisa jaga diri, tidak bermoral, dan liar jika mereka berhubungan seks di luar nikah. 

Sementara remaja laki-laki? "Ah, namanya juga anak laki-laki. Wajar saja punya banyak pacar". Tuh kan. Seharusnya remaja laki-laki juga harus diajarkan menghormati perempuan dan juga diajarkan cara menahan nafsu.

10. Mengajarkan tapi tanpa menghakimi? Sulit!

Unsplash.com/Priscilla du Preez

Jarang sekali remaja perempuan dan laki-laki mau dan berani berkonsultasi dengan pakar ketika mereka sudah nggak perawan lagi atau menghadapi masalah reproduksi. Kenapa? Karena pakar, guru, serta orangtua akan segera menghakimi mereka. Bukannya malah ditolong supaya kembali ke jalan yang benar, tapi malah dikucilkan. Jadinya sulit mendeteksi sudah sejauh mana status perilaku seksual remaja di Indonesia.

11. Nggak ada informasi tentang cara meredam nafsu

Pendidikan seks yang diberikan ke remaja jarang sekali mencakup cara meredam nafsu seksual. Padahal setiap manusia wajar untuk memiliki hasrat berhubungan seksual. Penting kan? Tapi kenapa nggak dibahas? Kalau pas tiba-tiba nafsu, bagaimana? Kenapa siswa nggak diarahkan?

12. Memblokir masalah tapi nggak memecahkan masalah

Situs-situs dewasa diblokir. Semua situs berbahaya diberi tanda Internet Positif. Tapi siswa nggak diajarkan bahwa dengan menutup dan memblokir ini-itu nggak mengubah kenyataan bahwa nafsu tersebut tetap ada. Jadi masalahnya belum hilang kan? Solusinya apa?

13. How to say no?

Unsplash.com/Isaiah Rustad

Remaja ketika sudah telanjur berhubungan seks dan ditanya mengapa kok mau sampai melakukan, banyak dari mereka menjawab "Pacar saya yang minta. Dia maksa untuk membuktikan sayang saya ke dia". Nah lho!

Pernahkah kamu diajarkan untuk berkata 'tidak' secara rasional ke pacar oleh orangtuamu? Dan menjelaskan bahwa kamu nggak bersedia melakukannya? Nggak pernah, kan? Berkata 'tidak' dengan halus dan penuh pengertian ke pacar itu hal sulit, tapi kok nggak pernah diajarkan, ya?

14. Anggapan yang salah tentang fungsi seks

Ketika mendapatkan pelajaran seks di sekolah, semua pakar dan pemberi penyuluhan selalu memposisikan bahwa seks hanyalah alat sebagai penghasil anak. Mereka nggak pernah menerangkan bahwa ada orang lain di luar sana yang menganggap sebagai rekreasi.

Jadinya siswa nggak tahu bahwa bisa saja suatu saat mereka bertemu dengan orang-orang ini dan terlibat sebuah hubungan. Dan ketika akhirnya orang ini meminta berhubungan seksual, remaja-remaja ini mengira mereka akan berhubungan serius atau diajak menikah dan punya anak. Mana tahu kalau ternyata ditinggal? Runyam kan?

15. Cuma fokus pada pencegahan

Ketika semua siswa diberikan pengetahuan tentang seks, si pembicara bakal berasumsi bahwa semua siswa belum pernah berhubungan intim sebelumnya. Jadinya semua informasi yang diberikan fokus kepada pencegahan hubungan seks di luar nikah. Nggak satupun pihak pembicara mengantisipasi bahwa mungkin saja ada remaja yang sudah melakukan hubungan seks, atau malah sedang hamil dan mereka nggak tahu harus bicara ke siapa.

16. Anggapan salah bahwa seks hanya dilakukan oleh pacar seumuran

Unsplash.com/Jordan Bauer

Nggak semua yang mengajak berhubungan seks adalah remaja seumuran. Banyak remaja perempuan akhirnya berhubungan seks di luar nikah pertama kali ketika mereka berpacaran dengan laki-laki yang jauh lebih tua. Remaja-remaja perempuan ini nggak pernah diberitahu bahwa laki-laki yang lebih tua memiliki pengaruh dan kemampuan meyakinkan yang sangat kuat ketika meminta 'jatah'. Sehingga sulit untuk menolak ajakan berhubungan seks.

Bagaimana menurutmu? Setujukah kamu bahwa hal-hal di atas merupakan masalah dari pendidikan seks yang kurang efektif di Indonesia?

Disclaimer: Artikel ini sudah diterbitkan di laman IDN Times dengan judul "16 Kesalahan Fatal Dalam Sex Education di Indonesia"

IDN Media Channels

Latest from Sex