Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Lebih Utamakan Jati Diri, Ini 7 Tren Pacaran Gen Z di Tahun 2023

Gen Z bawa pengaruh besar bagi tren kencan

Natasha Cecilia Anandita

Setiap tahunnya, tren pacaran akan selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Di era saat ini yang didominasi Gen Z (anak muda berusia 18-25 tahun), yang mungkin termasuk juga kamu, ternyata autentisitas atau menjadi diri sendiri lebih diutamakan saat menjalin hubungan romantis. 

Hal ini berdasarkan laporan yang dirilis oleh Tinder yang berjudul Future of Dating 2023, para Gen Z mengubah cara kencannya dengan cara yang belum pernah dilakukan oleh generasi sebelumnya.

Apa saja kira-kira tren pacaran Gen Z di tahun 2023? Simak laporannya berikut ini, ya! 

1. Nggak apa-apa 'cringe' asal jadi diri sendiri

Dok. Tinder

Menerima kualitas keunikan dalam diri atau autentisitas menjadi karakteristik yang paling dihargai di kalangan Gen Z. Sekitar 64% anak muda yang single mengaku tak masalah dengan situasi memalukan/canggung selama bisa jadi diri mereka sendiri.

Dari perspektif hubungan, ini artinya jujur tentang bagaimana calon pasangan menyampaikan cinta dan kasih sayangnya, dan percaya diri dengan cara masing-masing mengekspresikannya. Sebagai contoh, 82% pengguna yang disurvei setuju akan pentingnya mengetahui “bahasa cinta” calon match sebelum hubungan berkembang terlalu dalam.

Nyatanya, lebih dari 72% anggota Tinder mengatakan mereka mencari seseorang yang secara gamblang mengatakan tujuan hubungan yang diinginkan. Gen Z percaya bahwa menerima semua kecanggungan dan keanehan diri sendiri adalah bagian penting dari sikap tulus dan merupakan elemen dasar dalam membangun kepercayaan dengan pasangan.

Bagi anggota Tinder usia 18-24 tahun, tanda hubungan sehat yang paling utama adalah bahwa mereka merasa nyaman menjadi diri sendiri saat bersama pasangan (86%).
Karena hal tersebut, Gen Z mengadopsi prinsip ‘terima atau tinggalkan’–artinya tidak masalah untuk meninggalkan situasi apa pun, yang terpenting bisa jadi diri sendiri yang sebenarnya.

Tidak masalah jika ingin mencari tahu tentang calon pasangan sebelum pergi kencan, atau secara tegas menunjukkan apa yang disukai dan tidak disukai. Itu tidak dianggap “berlebihan”–ini memang harus dilakukan jika ingin benar-benar melihat autentisitas seseorang.

2. Kencan dimulai dengan diri

Dok. Tinder

Kesehatan mental adalah prioritas utama bagi Gen Z. Mereka berusaha percaya diri dengan apa yang ada dalam dirinya, sehingga bisa menjadi versi terbaik dirinya. Faktanya, saat membahas tentang target dalam 3-5 tahun ke depan, para anak muda lajang yang disurvei menyebutkan bahwa prioritas utama mereka adalah meningkatkan perkembangan dan kesejahteraan diri (39%).

Mengikuti terapi dan berupaya meningkatkan kepercayaan diri, melupakan trauma, dan menyembuhkan diri merupakan hal terseksi yang bisa dilakukan untuk menarik calon match.  Menurut sebuah studi terbaru dari Deloitte, kenyataannya kaum Gen Z cukup sering merasa stres dan cemas. Mereka tidak bisa mengontrol lingkungan sekeliling, tetapi bisa belajar mengontrol cara meresponsnya.

Berbeda dengan generasi millennial, Gen Z lebih mau menghadapi kenyataan dan lebih jujur tentang hubungan mereka dengan kesehatan mental dan kebutuhan untuk memprioritaskannya.

Dalam dunia kencan, hal ini terlihat dari fakta bahwa sekitar 75% anak muda single dari kelompok Gen Z mengatakan mereka merasa calon match akan lebih menarik jika mau terbuka terhadap kesejahteraan mentalnya, atau sedang berusaha meningkatkan kesejahteraan mentalnya.

Gen Z tidak mau dibuat pusing dengan urusan kencan–karena itulah 70% anak muda lajang setuju bahwa kencan yang tanpa niatan serius atau tidak tahu arahnya ke mana, lebih baik minggir dulu.

3. Berhenti buang-buang waktu

Dok. Tinder

Karena telah mengalami beberapa kali masa PPKM selama satu setengah tahun, untuk
urusan kencan tentu Gen Z tak mau lagi menyia-nyiakan waktu. Sekitar 77% anggota Tinder membalas pesan orang yang disukainya dalam waktu 30 menit, 40% merespons chat dalam lima menit, dan lebih dari sepertiga membalas langsung chat tersebut.

Karen hal itulah, mereka akan lebih cepat mengagendakan untuk bertemu langsung daripada hanya melalui chat saja. Para Gen Z juga nggak suka meng-ghosting, yang membuktikan bahwa generasi ini cenderung lebih autentik dan lebih peduli pada
perasaan orang lain.

Alur ‘match lalu bertemu yang paling umum bagi Gen Z di Tinder yaitu memutuskan untuk bertemu secara langsung setelah ‘beberapa hari’ ngobrol secara online, dengan mayoritas memberi kesempatan berkencan sebanyak dua sampai tiga kali. 

4. Menyambut era manifestasi

pexels.com

Di samping zodiak yang jadi andalan para pengguna Tinder, ternyata ada lagi minat spiritual baru yang muncul. Sekitar 41% anak muda lajang percaya target manifestasi, yaitu secara mental memvisualisasikan keinginan/impian agar dapat terwujud, adalah astrologi model baru dan tidak dimungkiri punya pengaruh lebih besar pada kompatibilitas dan hubungan, jika dibandingkan dengan zodiak.

Banyak pengguna Tinder yang membagikan target manifestasi mereka di bio. Teknik pengembangan diri ini bukanlah hal yang asing. Gen Z kini tengah memasuki fase
dewasa, diiringi dengan berbagai hal tak terduga. Hal-hal itulah yang membentuk pola pikirnya, bagaimana pendekatan mereka terhadap kehidupan dan cara mereka mengekspresikan diri.

Bagi generasi ini, berfokus pada momen saat ini dan bersandar pada pola pikir
berbasis niat adalah cara untuk menghadapi ketidakpastian masa depan, yang kian sulit setelah terjadinya pandemi. Belum lagi berita-berita negatif tentang dunia dan kehidupan masih merajalela. Ini akhirnya membentuk Gen Z menjadi generasi yang cenderung menghindari risiko, tetapi juga membuat mereka sadar perlunya penguatan diri melalui upaya berpikir positif.

5. Teknologi tidak mengancam, justru mendukung

pexels.com

Tak diragukan bahwa AI (Artificial Intelligence) akan berdampak transformatif, tidak hanya untuk dunia kencan online, tetapi juga bagi dunia. Ini terlihat dari penyebutan Chat GPT di bio Tinder yang mengalami peningkatan 14 kali lipat sejak 1 Januari 2023.

Generasi muda yang berkencan saat ini juga benar-benar melihat manfaatnya. Sekitar 34% setuju bahwa mereka menggunakan AI untuk meningkatkan profil kencan mereka. Walau tak semua, sebagian besar Gen Z setuju bahwa Gen AI bisa berfungsi baik, terutama sebagai dasar untuk bio yang kemudian bisa dikembangkan sendiri.

Kemampuan AI yang bertindak layaknya pembimbing sangat membantu para anak muda lajang menyoroti kualitas unik diri secara autentik. Penggunaan teknologi ini bahkan bisa membantu lebih jauh dalam meningkatkan percakapan dengan match di Tinder, dengan memanfaatkan AI untuk menunjukkan kemiripan di antara dua orang atau menyarankan ide obrolan pencair suasana yang relevan untuk mereka. AI juga membantu dalam hal efisiensi dan keamanan dalam aplikasi.

6. Duniaku tak terbatas

Dok. Tinder

Dua pertiga (66%) pengguna yang disurvei setuju bahwa Tinder memungkinkan mereka mengencani lebih banyak orang di luar lingkaran pertemanan atau menghubungkan mereka dengan seseorang yang mungkin tak pernah mereka temui di kehidupan sehari-hari.

Faktanya, sebagian besar anak muda yang mengencani seseorang dari ras atau kultur berbeda–atau bahkan seseorang dari kota atau negara berbeda–bertemu orang tersebut di aplikasi kencan. Tak heran jika kencan online membuat angka pernikahan antar-ras dan keterbukaan terhadap hubungan multikultural jadi meningkat.

Sebanyak 75% anak muda lajang sangat menyetujuinya. Sebanyak 61% pengguna aplikasi kencan yang disurvei mengatakan mereka terbuka dengan kencan atau pernikahan antar-ras dan hampir 80% anggota Tinder yang disurvei mengatakan mereka telah berkencan dengan seseorang dari etnis berbeda. Menariknya, perempuan di Tinder rata-rata punya rentang jarak pencarian 12% lebih tinggi dibandingkan anggota laki-laki di Tinder. 

7. Haruskah kita menyebutnya sebagai “pacaran”?

Dok. Tinder

Bagi Gen Z, istilah “pacaran” itu sudah seperti jenjang serius atau perjalanan yang punya tujuan pasti (yakni hubungan asmara). Berbeda dengan generasi yang lebih tua yang memandang ‘pacaran’ sebagai sesuatu yang lebih kasual tanpa tujuan atau akhir yang pasti.

Anak muda saat ini lebih suka menjalin hubungan pertemanan terlebih dahulu, tanpa ada tekanan dan beban ekspektasi apa pun. Bukan berarti juga menolak keinginan untuk menjalin hubungan asmara. 

Gen Z cenderung berpikir mereka lebih baik memulai hubungan sebagai teman dan lebih terbuka dengan tujuan akhirnya meskipun itu tidak selalu berakhir dengan hubungan asmara. Mereka lebih suka menggunakan istilah yang tidak spesifik menjurus pada sebuah hubungan tertentu sebelum mereka siap atau ingin.

Karena itu, muncul istilah seperti “vibing” (cuma bersantai), “kicking it” (bersantai bareng teman), “deep liking” (diam-diam menyukai postingan/foto seseorang), “sneaky link” (diam-diam berkencan dengan seseorang). Hubungan teman tapi mesra terasa lebih sesuai dengan pandangan anak muda.

Namun, jangan sampai salah mengartikan. Bagi Gen Z, jenis hubungan ini utamanya adalah tentang membangun kedekatan dan menghabiskan waktu secara akrab/hangat dengan seseorang yang baru, bukan sekadar untuk tujuan seks.

Mengenal orang lain–dan punya kesempatan untuk mengenalnya lebih dalam–masih menjadi tujuan para Gen Z. Terkait hal itu, studi terkini pada lajang usia 18-25 tahun menunjukkan bahwa makin banyak yang memilih ‘membangun hubungan yang kuat’ sebagai prioritas (naik 10% sejak 2020).

Namun, alasannya bukan karena ingin langsung menikah, tapi lebih tentang kesenangan murni bertemu orang baru yang beragam (63%), menjalin koneksi baru (61%), dan mendapatkan pengalaman baru, menurut sebuah studi terpisah. 

Itulah tren pacaran Gen Z di tahun 2023 berdasarkan Tinder, yang mengutamakan diri sendiri dan menjadi diri sendiri. Kamu para Gen Z setuju nggak?

IDN Media Channels

Latest from Dating