Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Ramai Dibincangkan, Ini Perbedaan Cancel Culture di Korea dan Tiongkok

The Power of netizen and government

Natasha Cecilia Anandita

Akhir-akhir ini kata cancel culture semakin populer, terlebih melalui media sosial terhadap sosok yang sedang dalam kontroversi atau skandal.

Gerakan boikot atau cancel ini pernah terjadi di Amerika bahkan Indonesia. Namun, yang paling menarik dan kerap kali terjadi adalah di Tiongkok dan Korea Selatan.

Kedua negara ini tak segan-segan memboikot para pelaku industri hiburan yang terkena skandal. Berikut arti cancel culture dan perbedaan cancel culture di Korea dan Tiongkok.

Apa itu cancel cuture?

wsj.com

Mengutip dari The Privater Theraphy Clinic, cancel culture merupakan bentuk evolusi dari istilah boikot yang dikenal masyarakat sejak dahulu, atau pengucilan modern. Budaya cancel culture ini disebut muncul pertama kali pada 2017 saat kasus pelecehan seksual oleh produser ternama asal AS, Harvey Weinstein, terungkap.

Mulanya cancel culture keluar ketika banyak pelaku pelecehan seksual dari kalangan figur publik diketahui masyarakat. Mereka yang terlibat skandal ini ramai-ramai ditolak masyarakat.

Merriam-Webster menyatakan bahwa "cancel", dalam konteks ini, berarti "berhenti memberikan dukungan kepada [seorang] orang". Dictionary.com, dalam kamus budaya popnya, mendefinisikan cancel culture sebagai "menarik dukungan untuk (yaitu 'membatalkan') tokoh publik dan perusahaan setelah mereka melakukan atau mengatakan sesuatu yang dianggap tidak menyenangkan atau menyinggung."

insider.com

Jadi, bisa dikatakan bahwa cancel culture adalah bentuk penolakan atau memboikot seseorang untuk tidak lagi tampil di publik atau menjadi figur publik yang juga berpengaruh pada kariernya, yang diakibatkan dari perbuatan atau kesalahannya yang tidak sesuai dengan budaya atau norma yang ada, bahkan merugikan atau berdampak negatif pada suatu pihak.

Mereka yang di-cancel ini dianggap tidak layak menjadi figur publik atau contoh untuk masyarakat.

Cancel culture di Korea

parcinq.com

Di Korea, figur publik atau tokoh publik yang di-cancel adalah mereka yang dinilai rusak moral atau tidak sesuai dengan budaya dan moral yang berlaku. Jika dilihat dari berbagai kasus, tudingan bullying baik yang terjadi saat itu juga atau bahkan di masa lalu bisa menjadi pemicu.

Ada pula sikap kasar atau tidak sopan, hingga pelecehan seksual yang banyak menyeret nama para artis. Hubungan pribadi masa lalu pun turut tersorot dan menjadi pemicu budaya cancel yang memengaruhi karier para selebritas yang terlibat.

Sebut saja Kim Seon Ho yang baru saja terkena kasus, dugaan kasus Seo Yea-ji dan Kim Jung Hyun, serta kasus bullying yang menyeret nama Jimin AOA, aktor Jisoo dan beberapa lainnya.

berbagai sumber

K-Netz atau Korean netizen, sangat aktif menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan norma serta sangat memperhatikan setiap gerak-gerik selebriti. Mereka tak segan untuk memberikan sanksi sosial kepada figur publik yang diketahui melakukan pelanggaran etika.

Kritikus budaya pop Kim Hern-sik mengatakan K-netz masih sangat menjunjung tinggi nilai dan etika. Sehingga, standar moral dinilai masih lebih tinggi daripada privasi individu sang artis. Seorang selebritas dituntut harus memiliki catatan prilaku serta prilaku yang baik.

Ini karena mereka dianggap sebagai contoh untuk para penggemar atau pengikutnya, bahkan oleh orang-orang yang melihat mereka. Para selebritas yang tak bisa menjaga perilakunya, apalagi mereka yang telah divonis bersalah harus siap di-cancel dan pupus kariernya.

berbagai sumber

Profesor sosiologi di Universitas Kyung-hee, Song Jae-ryong mengatakan situasi tersebut yang membuat para artis Korea menjadi 'korban' harapan tinggi sebagian besar masyarakat Korea. Ia juga menyoroti masyarakat Korea yang sangat menghormati dan menghargai kepatuhan serta kesesuaian mayoritas.

Oleh sebab itu, tokoh publik di Korea berisiko diboikot apabila dianggap berperilaku berseberangan dengan masyarakat mayoritas. Beberapa brand mungkin akan memutuskan kontrak, menghadapi risiko penjara, hingga hilang dari muka publik. Baru hanya rumor pun, bisa membuat para artis untuk vakum sementara.

"Orang Korea memiliki kecenderungan kuat memihak, terutama menempatkan mereka dari kelompok sosial yang berbeda di sisi yang berlawanan. Karena selebritas menonjol dan menarik perhatian publik, orang-orang memiliki perasaan buruk jika kehidupan mereka berbeda, dan cenderung kurang toleran terhadap kesalahan moral atau etika yang dirasakan." tutur Song Jae-ryong dilansir Korea Times.

Cancel culture di Tiongkok

galaxychen.tumblr.com

Berbeda di Korea di mana K-Netz punya peran kuat untuk memberlakukan cancel culture, di Tiongkok, cancel culture juga ikut dipengaruhi oleh pemerintah. Pelanggaran nilai dan moral dapat menjadi penyebab seorang selebritas di-cancel.

Contohnya adalah Kris Wu yang dilaporkan melakukan pelecehan seksual kepada perempuan di bawah umur. Setelah penangkapannya, akun Weibo serta karyanya langsung dihapus di sejumlah platform.

Selain nilai dan moral, para selebritas di Tiongkok berisiko diboikot apabila dinilai tak sesuai dengan nasionalisme dan ideologi partai komunis yang menguasai Tiongkok, seperti pada kasus penyanyi yang sekaligus aktor, Zhang Zhehan.

disway.id

Ia harus diboikot saat berada di puncak karier, usai sukses membintangi Word of Honor. Ia masuk dalam daftar hitam karena fotonya di depan Kuil Yasukuni pada 2018 viral pada Agustus 2021. Foto lama tersebut dinilai menandakan Zhang Zhehan abai sejarah dan tidak nasionalis.

Kuil Yasukuni sendiri merupakan simbol penghormatan kepada tentara-tentara Jepang yang gugur pada perang dunia kedua. Itu menjadi tempat tabu bagi pelancong Tiongkok. Dalam sejarah 70 tahun terakhir, pemerintah Tiongkok juga telah mengutuk keras ritual kunjungan perdana menteri Jepang, yang membangkitkan sentimen anti-Jepang di kalangan masyarakat Tiongkok.

twitter.com/dramapotatoe

Karena kasus tersebut, Zhehan kehilangan seluruh kerja sama iklan dalam empat jam dan Otoritas Tiongkok, termasuk Komisi Pusat untuk Inspeksi Disiplin, langsung mengeluarkannya dari industri hiburan.

Asosiasi Seni Pertunjukan China mengecam Zhan Zhehan karena dinilai merusak perasaan nasional dan membawa pengaruh buruk bagi generasi muda. Mereka menuntut para anggota tidak melibatkan sang aktor dalam proyek apapun.

Meski Zhang Zhehan telah meminta maaf dan mengaku malu karena ketidaktahuannya dan membantah mengetahui sejarah di balik bangunan tersebut serta abai sehingga tetap berfoto di depan Kuil Yasukuni, ia tetap tidak dapat menarik simpati publik dan menenangkan para pengkritik.

Perbedaan dan persamaan cancel culture di Tiongkok dan Korea

pinterest.com

Persamaan dari cancel culture kedua negara yang masih bersentimen ini adalah sanksi pada figur publik yang gagal memberi contoh baik kepada masyarakat. Selebritas merupakan sosok yang memiliki dampak sosial besar. Sehingga, cara menangani permasalahannya bisa menjadi contoh di masyarakat. Mereka bisa dilarang kembali untuk tampil di layar kaca atau di layar lebar.

Seperti contoh, artis yang dahulu terlibat bullying dan akhirnya dikeluarkan dari program, bisa menjadi pelajaran untuk anak anak dalam mengenali dan memperlajari konsekuensi dari mengintimidasi orang lain, seperti yang dijelaskan oleh Kritikus budaya Ha Jae-geun.

Perbedaanya adalah, jika di Korea masyarakat atau K-Netz memiliki peran besar, di Tiongkok ada juga keterlibatan dari pemerintah. Partai Komunis menginginkan figur publik menjadi panutan masyarakat dan jika itu dilanggar, maka mereka tak segan untuk tidak memperbolehkan selebritas tersebut tampil di media. Ini menjadi ciri khas cancel culture di Tiongkok, sebagai negara komunis, yang mana pemerintah benar-benar memegang kendali di semua sektor masyarakat.

Itulah perbedaan cancel culture di Tiongkok dan Korea dalam memberi sanksi pada figur publiknya, yang dianggap tidak sesuai dengan etika atau norma atau nilai-nilai budaya. Kira-kira Indonesia juga bisa seperti ini tidak, ya?

IDN Media Channels

Latest from Working Life