Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Kisah Rumah Lengkong dan Bercak Darah Serdadu di Serpong Tangsel

Bercak darah di Rumah Lengkong tak hilang hingga saat ini

Muhammad Iqbal

Mendengar nama Bumi Serpong Damai (BSD) yang pertama terbayang pasti perumahan elite, pusat bisnis, dan perkantoran modern. Di balik itu, siapa sangka wilayah tersebut dulunya adalah medan pertempuran para pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan.

Buktinya adalah Rumah Lengkong. Di tengah hiruk pikuk modernisasi, bangunan bersejarah ini luput dari perhatian publik.

Rumah Lengkong berada di wilayah Lengkong, Serpong, Tangerang Selatan (Tangsel). Lokasinya menjadi satu dengan Monumen Palagan Lengkong yang berada persis di pintu masuk Damai Indah Golf. Bahkan Taman Daan Mogot dalam wilayah monumen tersebut menjadi area terdepan perumahan Bukit Golf Terrace BSD City.

1. Terbunuhnya Mayor Daan Mogot di Lengkong Serpong

Wikipedia

Dihimpun dari berbagai sumber, Mayor Daan Mogot yang kini namanya diabadikan menjadi nama jalan penghubung Tangerang dan Ibu kota Jakarta, merupakan tentara TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dengan pangkat mayor bernama lengkap Elias Daniel Mogot.

Kisah kepahlawanan Rumah Lengkong dan Daan Mogot bermula ketika Mayor Daan Mogot, 2 perwira berpangkat mayor, dan 70 taruna yang tergabung dalam Resimen IV pada 25 Januari 1946 ditugaskan untuk melucuti senjata tentara Jepang di Lengkong Tangerang.

Ketika itu Jepang telah resmi dinyatakan kalah dari Sekutu dalam Perang Dunia II. Misi pasukan Mayor Daan Mogot adalah untuk mencegah senjata Jepang jatuh ke tangan Belanda yang berkedudukan di Bogor.

Pelucutan senjata ini bukan tanpa sebab. Resimen IV, yang dulu sebagai penjaga keamanan setelah kemerdekaan di Tangerang, merasa harus melucuti senjata Jepang di Lengkong karena pasukan sekutu Belanda dan Inggris diketahui saat itu sudah menduduki Parung Bogor.

“Tersiarnya kabar bahwa Belanda yang berkedudukan di Bogor akan menduduki Parung, kemudian Lengkong, mengancam kedudukan TKR di Tangerang,” demikian tertulis di papan Monumen Palagan Lengkong.

Sesampainya di markas Jepang, yang kini bernama Rumah Lengkong, Mayor Daan Mogot, Mayor Wibowo, dan seorang taruna yang fasih berbahasa Jepang bernama Sajoeti bertemu dengan Kapten Abe, pimpinan tentara Jepang di Lengkong.

Puluhan taruna lainnya menunggu di luar di bawah pengawasan Lettu Soebianto dan Lettu Soetopo, yang bersiap melucuti senjata Jepang. Namun, semua berubah, ketika terdengar suara letusan tembakan dan pecahlah aksi saling tembak karena tentara Jepang menganggap pelucutan itu adalah penyergapan.

“Tentara yang panik dan mengira diserang serentak menembak pasukan TRI Resimen 4. Para taruna yang tidak menyangka terjadi peristiwa itu berada pada posisi yang kurang menguntungkan. Pertempuran tersebut berakhir dengan menelan korban 34 taruna, dan 3 perwira, termasuk Mayor Daan Mogot,” demikian keterangan dalam sebuah papan Monumen Palagan Lengkong.

2. Jasad pahlawan yang gugur dipindah ke markas Resimen IV yang kini menjadi TMP Taruna Tangerang

Placemap

Mereka yang gugur di tempat tersebut awalnya dimakamkan di sekitar hutan karet di dekat Markas Jepang. Para serdadu Jepang menyuruh para taruna yang menjadi tawanan mengubur temannya sendiri yang gugur.

Namun, setelah perundingan yang dilakukan pihak Indonesia dengan Jepang, jasad para pejuang tersebut dipindah ke dekat markas Resimen IV. Kini, tempat tersebut  dikenal sebagai Tempat Makam Pahlawan (TMP) Taruna.

3. Rumah Lengkong dan monumen Daan Mogot sepi dalam keramaian

IDN Times/Muhammad Iqbal

Sejarawan Tangerang TB Sos Renda mengatakan, di Lengkong kini hanya tersisa dua bangunan peninggalan markas Jepang. Rumah tersebut terawat dan masih asli. Di sisi kanan rumah, terdapat monumen lengkap nama-nama pejuang yang gugur dan sebuah bait lagu untuk mengenang peristiwa Lengkong.

Mirisnya, di tengah keasrian lokasinya, saksi sejarah itu terlihat kesepian di tengah ramainya kota modern BSD.

“Untuk Rumah Lengkong sebagai saksi bisu pertempuran Daan Mogot melawan Jepang, kondisinya saat ini terawat tapi tidak ada isinya sedikit pun, hanya sisa bercak darah manusia yang susah dihilangkan, kondisinya bisa dibilang kesepian,” kata TB Sos Renda.

4. Belum ada Perda, situs sejarah itu terancam laju pembangunan

IDNTimes/Muhammad Iqbal

Belum adanya peraturan daerah (perda) untuk menjaga atau memanfaatkan peninggalan-peninggalan sejarah di Tangerang Selatan, menurut TB Sos Renda, membuat tempat bersejarah seperti Rumah Lengkong terancam keberadaannya oleh pembangunan pesat di daerah itu.

"Sebelumnya ada rencana menjadikannya museum, sampai saat ini belum terealisasi karena perdanya belum jadi-jadi. Tapi kalau masyarakat ingin melihat bangunan tersebut, mereka bisa datang langsung tapi hanya bisa melihat dari luar, karena memang didalamnya kosong hanya ada sisa bekas darah yang tidak bisa dihapus di lantai," kata dia.

Sementara itu, Sri Lintang Rossi Aryani, Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tangsel, yang membidangi persoalan ini mengatakan, untuk pelestarian cagar budaya tidak melulu dilandaskan peraturan daerah.

"Semua tidak perlu di perda kan, anggaran jangan dihamburkan," kata dia.

"Kita memang belum ada perda yang secara rinci membahas soal cagar budaya seperti situs sejarah. Sempat ada usulan dengan judul Perda Kebudayaan, tapi sampai saat ini belum ada pembahasan karena hanya usulan" pungkas Sri.

Disclaimer: Artikel ini sudah pernah tayang di laman IDNTimes.com dengan judul "Kisah Rumah Lengkong dan Bercak Darah Serdadu di Serpong Tangsel"

IDN Media Channels

Latest from Travel