Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

6 Fakta Mengejutkan Hoarding Disorder, Si Penimbun Barang Bekas

Jangan-jangan kita salah satunya???

Nur Mar A Siregar

Menyimpan barang berharga itu wajar. Namun, kalau sampai kesulitan membuang barang hingga sebagian besar ruangan sesak oleh barang bekas sampai susah bergerak di rumah, kamu harus mewaspadai hoarding disorder.

Hoarding disorder dikategorikan ke dalam gangguan kesehatan mental. Gangguan ini cukup mengkhawatirkan, bahkan sampai dibuat serial reality TV-nya, lho! Pernah nonton?

Selain itu, beberapa waktu lalu ada unggahan foto yang viral di Twitter, yang menggambarkan kamar kos penuh barang. Pengunggah foto kaget melihat kamar tetangga kosnya yang sudah lama tak muncul, yang saat dibuka penuh dengan gunungan barang bekas.

Tanpa berpanjang-panjang lagi, yuk, intip beberapa faktanya berikut ini!

1. Hoarding disorder beda dengan kolektor

unsplash.com/Onur Bahçıvancılar

Berbeda dengan kolektor yang juga suka mengumpulkan barang tertentu (seperti prangko, uang kuno, dan karya lukisan tertentu), hoarding disorder merupakan 'hobi' menimbun barang yang bagi orang lain sebetulnya barang-barang tersebut tak lagi memiliki nilai guna, bahkan terlihat seperti sampah.

Menurut keterangan dari American Psychiatric Association (APA), penderita gangguan ini mengalami kesulitan untuk menyingkirkan atau berpisah dengan harta bendanya, hingga menyebabkan kekacauan dalam hidupnya.

"Journal of Front Psychiatry" pada tahun 2017 menyebutkan bahwa masalah kesehatan mental ini menyerang sekitar 2-5 persen populasi.

Pada banyak kasus, hoarding disorder lebih banyak terjadi pada pria ketimbang perempuan, serta lebih sering dialami oleh orang dewasa berusia antara 55-94 tahun dibandingkan dengan rentang usia dewasa yang lebih muda.

2. Penderita memiliki ikatan khusus terhadap barang-barang miliknya

unsplash.com/Samet Kurtkus

Dikutip dari laman American Psychiatric Association, orang-orang dengan hoarding disorder menyimpan barang-barang secara acak dan diletakkan sembarangan di berbagai ruangan di rumah.

Pada kebanyakan kasus, orang-orang tersebut merasa barang-barang yang disimpannya itu memiliki nilai sentimental dan/atau berpikir bahwa barang-barang tersebut akan berguna di kemudian hari.

Bahkan, sebagian dari mereka melaporkan bahwa hidupnya lebih tenang dan aman dengan dikelilingi benda-benda tersebut.

Saking banyaknya barang yang disimpan, mereka dan orang-orang di sekitarnya akan kesulitan untuk bergerak di antara tumpukan barang-barang tersebut. Belum lagi rumah jadi sulit untuk dibersihkan, sehingga lama-lama dapat mengancam kesehatan fisik.

3. Tak hanya menyimpan barang, tapi juga bisa hewan

unsplash.com/Jametlene Reskp

Dilansir dari laman Anxiety and Depression Association of America (ADAA), hoarding disorder bukan cuma senang menimbun barang, tetapi juga hewan. Bahkan, dilaporkan bahwa tak kurang dari 250 ribu hewan terdampak dari animal hoarding ini setiap tahunnya.

Ulasan Karen L. Cassiday, PhD, dari Anxiety Treatment Center, Amerika Serikat, di laman ADAA menyebut, penderita gangguan ini menganggap dengan memelihara banyak hewan, bahkan hingga ratusan, mereka mampu merawat dan menyelamatkan hewan-hewan tersebut. Namun, kenyataannya hewan-hewan tersebut terabaikan dan tidak terawat dengan baik.

Sebagian besar hewan akan menjadi korban dari ‘niat baik’ yang berakhir dalam keadaan menyedihkan. Gangguan ini menyebabkan penderitaan yang luar biasa bagi hewan dan juga pemiliknya, karena mereka akan terasing dari kehidupan sosial.

4. Indikasi bisa muncul di rentang usia remaja

unsplash.com/Gaelle Marcel

Tertulis dalam "Journal Front Psychiatry" tahun 2017, indikasi hoarding disorder bisa terlihat di tingkat subklinis pada usia remaja awal atau belasan tahun. Dampak dari gangguan ini bisa bertambah buruk seiring dengan pertambahan usia.

Lebih lanjut lagi, dikatakan bahwa hoarding disorder akan semakin tampak jelas pada orang usia dewasa akhir atau paruh baya. Faktor yang memengaruhinya bisa berasal dari kepribadian, riwayat keluarga, hingga pengalaman hidup yang penuh tekanan. Ini juga termasuk pengalaman menyedihkan seperti kehilangan orang tercinta atau peristiwa traumatis lainnya.

Menurut ADAA, gejala yang perlu diwaspadai antara lain sebagai berikut.

  • Tidak mampu membuang barang.
  • Rasa cemas yang parah bila ingin membuang suatu barang.
  • Sulit mengategorikan atau mengatur benda-benda miliknya.
  • Tak bisa memutuskan tentang apa barang yang bisa disimpan atau di mana meletakkannya.
  • Ada perasaan sengsara, misalnya merasa kewalahan atau malu dengan barang-barang yang dimilikinya.
  • Curiga bila ada orang lain yang menyentuh barang miliknya.
  • Muncul pikiran dan tindakan obsesif, yakni takut barang-barang yang dimilikinya kurang, kehabisan, hilang, atau merasa akan membutuhkannya suatu hari nanti (misalnya dengan mengecek tempat sampah karena khawatir tak sengaja membuang barang yang dianggap berharga).
  • Gangguan fungsional, termasuk berkurangnya ruang di tempat tinggal, isolasi sosial, perselisihan keluarga atau perkawinan, kesulitan keuangan, dan bahaya kesehatan.

5. Belum diketahui pasti penyebabnya dan bisa menimbulkan beragam masalah

unsplash.com/Fernando @cferdo

Dilansir dari laman Mayo Clinic, penyebab pasti hoarding disorder belum diketahui, sehingga sulit untuk menemukan cara untuk mencegahnya. Namun, seperti banyak kondisi gangguan kesehatn mental lainnya, mendapatkan penanganan yang cepat sejak timbulnya gejala akan mampu mencegah gangguan makin parah.

Gangguan ini akan menimbulkan banyak masalah jika tidak ditangani secara serius. Sebuah artikel kesehatan yang dipublikasikan oleh National Library of Medicine tahun 2017 menyatakan, hoarding disorder merupakan masalah klinis yang sulit untuk diobati.

Selain itu, gangguan biasanya diikuti oleh masalah kesehatan lainnya, seperti gangguan penglihatan, depresi, kegelisahan, hiperaktif, dan ketergantungan alkohol. Masalah seperti konflik keluarga, gangguan isolasi sosial, performa kerja, dan cedera juga mengintai.

Kegemaran menimbun barang ini juga bisa menjadi tanda kondisi yang mendasarinya, seperti obsessive compulsive disorder (OCD), jenis gangguan kecemasan lainnya, depresi, dan demensia.

6. Bagaimana jika kamu atau orang lain yang kamu kenal memiliki gangguan ini?

unsplash.com/Toa Heftiba

Jangan ragu atau ajak orang tersebut secara baik-baik untuk berkonsultasi dengan ahli kesehatan jiwa atau psikiater. Nantinya, dokter akan melakukan pemeriksaan yang dibutuhkan, khususnya untuk mengetahui seberapa besar dampak hoarding disorder terhadap kualitas hidup orang tersebut.

Pilihan penanganannya bisa dengan terapi perilaku kognitif. Pada kasus tertentu, bisa juga diresepkan obat-obatan, misalnya obat antidepresan, sesuai dengan kondisi yang mendasarinya.

Walau sepintas tampak unik atau bikin heran, tapi hoarding disorder bisa mengganggu kualitas hidup dan kesehatan penderitanya, baik fisik maupun mental. Maka dari itu, konsultasi dengan spesialis kejiwaan adalah langkah yang tepat. Jangan malah diejek atau ditertawakan, ya!

Disclaimer: artikel ini sudah pernah tayang di laman IDNTimes.com dengan judul "Suka Menimbun Barang Bekas? Ini 6 Fakta Menarik Hoarding Disorder"

IDN Media Channels

Latest from Inspiration