Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Berkaca Lewat 5 Film Pendek Karya 5 Sutradara dalam 'Quarantine Tales'

Ada Dian Sastrowardoyo juga

Niken Ari Prayitno

Tahun 2020 menjadi tahun yang berat. Bukan hanya untuk kita, tapi juga untuk banyak orang di seluruh dunia. Kita harus menjalani hidup satu tahun ke belakang dengan sangat terbatas di dalam masa karantina demi meminimalkan penularan virus yang entah sampai kapan ini.

Berada di rumah, bukan berarti kita tidak bisa produktif dan menghibur diri. Bersyukur, kini dunia digital dan kemajuan teknologi sangat membantu kegiatan yang semua berubah menjadi virtual.

Sejak bulan Desember 2020 bioskop telah kembali dibuka dengan menjalankan berbagai protokol kesehatan, meskipun masih ada yang memilih menonton film dari platform streaming online. Salah satu film baru yang rilis secara online di BioskopOnline.com bulan Desember ini adalah Quarantine Tales.

Menurut saya pribadi, Quarantine Tales menjadi film yang cukup unik. Memiliki format omnibus film, Quarantine Tales terdiri dari lima film pendek berbeda yang masing-masing dibuat oleh sutradara yang berbeda pula.

Film yang berdurasi 1 jam 57 menit ini membuat saya berkaca tentang apa saja yang telah saya lakukan selama masa karantina beberapa bulan ke belakang. Sebab, menurut saya, masing-masing film yang dihadirkan dalam Quarantine Tales, benar-benar mewakili kegiatan yang dilakukan oleh banyak orang selama menjalani karantina di rumah. Mulai dari soal produktivitas, mencari hiburan, hingga bagaimana berinteraksi dengan orang-orang selama masa pandemi ini.

Tanpa spoiler, saya akan memberikan pendapat singkat tentang masing-masing film dalam Quarantine Tales berikut ini.

1. Ketika anak sulung, tengah dan bungsu menghadapi masa karantina

Quarantine Tales dibuka dengan kisah dari tiga bersaudara Ubay (Marissa Anita), Ajeng (Adinia Wirasti), dan Deno (Faradina Mufti) dengan judul Nougat. Ketiganya sibuk dengan urusan masing-masing dan hanya berkomunikasi via aplikasi video call. Tanpa mereka sadari, ketiganya menyimpan perasaan tentang satu sama lain yang akhirnya meledak dan pecah.

Nougat menjadi film pertama yang disutradarai oleh Dian Sastrowardoyo. Dari segi teknis, Nougat benar-benar memanfaatkan aplikasi percakapan video untuk pengambilan gambarnya. Interaksi antar pemainnya pun tetap terasa dekat dan kuat meskipun ketiganya tidak bertemu secara fisik.

Di luar dari segi teknis, karakter para tokoh sebagai si anak sulung, tengah, dan bungsu sangat kental terasa. Mulai dari bagaimana si anak sulung yang tak pernah mengungkapkan isi hatinya karena paling bertanggung jawab, si anak tengah yang selalu terabaikan, hingga si bungsu yang suka memberontak. Formula karakter sulung, tengah, dan bungsu ini juga pernah dipakai dalam film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini.

Lewat karakter yang kuat dari masing-masing tokoh tersebut, kisah Nougat yang sederhana dapat tersampaikan dengan sangat baik dan membuat kita tersadar kalau saudara kandung bisa menjadi tempat yang tepat untuk berkeluh kesah.

2. Mengabaikan perasaan orang lain dan menghalalkan segala cara demi viral

Saat Nougat selesai, langsung dilanjutkan dengan film Prankster besutan sutradara Jason Iskandar. Kisah yang dibawa Prankster benar-benar dekat dengan kehidupan anak muda yang kerap kali rela melakukan apa saja demi mendapatkan likes yang banyak dan viral.

Prankster bercerita tentang YouTuber bernama Didit (Roy Sungkono) yang dikenal dengan konten prank-nya. Suatu hari, prank yang ia lakukan kepada teman lamanya, Aurel (Windy Hapsari) berakibat cukup fatal yang membuatnya harus merasakan dampaknya juga. Kira-kira Didit akan minta maaf dan berhenti membuat konten prank nggak, ya?

Menonton Prankster, mengingatkan saya kepada film Searching yang viral di tahun 2018 lalu. Visualnya yang menampilkan dari layar ke layar sebagai cara sang sutradara membangun cerita dan konflik, mengajak penonton seolah sedang mengakses gawai mereka.

Kisah yang ringan dipadu dengan pesan moral di baliknya, membuat Prankster bisa jadi bahan introspeksi para kreator konten agar lebih memikirkan perasaan orang lain dibandingkan menghalalkan segala cara demi viral.

3. Hobi yang ditekuni bisa menghasilkan keuntungan dan kepuasan tersendiri

Hayo, ngaku deh, siapa yang jadi suka banget memasak di rumah selama masa karantina ini? Hobi yang kamu tekuni, nyatanya bisa menghasilkan keuntungan. Kisah inilah yang diangkat dalam film pendek dalam Quarantine Tales selanjutnya, Cook Book.

Film pendek yang disutradarai Ifa Ifansyah ini membawa kita pada kehidupan Halim (Verdi Soelaiman) seorang chef yang menghabiskan masa karantina dengan memasak sembari menyusun buku resep miliknya sendiri. Membuat buku resep itu tidak semudah yang ia bayangkan. Sebab di pertengahan prosesnya, Halim terjebak masa lalunya yang membuatnya menyadari arti kehadiran sosok orang lain dalam hidupnya.

Lewat Cook Book, saya menyadari bahwa hobi yang dilakukan di tengah masa pandemi ini bukan hanya memberikan saya kesibukan dan keuntungan secara materi. Lebih dari itu, ada kenangan nostalgia yang tiba-tiba saja muncul dalam pikiran saat sedang melakukannya. Apakah kamu merasakannya juga saat menyaksikan film ini?

4. Mendadak jadi giveaway hunter

Bagaimana rasanya, ketika di tengah himpitan ekonomi, kamu mendapat giveaway dengan hadiah yang fantastis? Apakah kamu akan menjualnya demi keberlangsungan hidup ekonomi keluarga atau menyimpannya?

Masalah inilah yang dihadapi Adin (Arawinda Kirana) dalam film Happy Girls Don’t Cry. Karena masa karantina yang membuatnya tak bisa kemana-mana, Adin terbuai kehidupan serba enak yang selalu ia saksikan di layar ponselnya. Ia pun tak segan untuk ikut banyak giveaway demi mendapatkan keinginannya itu. Berhasil nggak, ya?

Apa yang dialami Adin benar-benar dihadirkan secara nyata oleh sutradara Aco Tenri. Aco mengangkat fenomena giveaway yang banyak ia lihat di media sosial. Happy Girls Don’t Cry menyentil kita yang tanpa sadar mendadak jadi giveaway hunter demi mengisi kegiatan di rumah. Kamu salah satunya?

5. Protokol kesehatan adalah kunci dari semua kegiatan

Terakhir dan menjadi yang paling sering kita dengar di kehidupan sehari-hari, yakni film pendek The Protocol besutan sutradara Sidharta Tata. Di film ini, meneritakan seorang perampok (Abdurrahman Arif) yang panik lantaran temannya meninggal dunia begitu saja setelah batuk-batuk di dalam mobilnya. Sang perampok pun berusaha sekuat tenaga mengurus jenazah temannya agar tidak menyulitkannya lagi.

The Protocol diletakan di akhir film menjadi penutup yang pas menurut saya. Sebab, film ini benar-benar mengingatkan kembali bahwa mengabaikan protokol kesehatan yang telah dibuat bisa berakibat fatal bagi nyawamu. Nggak lagi-lagi, deh, melanggar protokol demi keuntungan semata karena kesehatan jauh lebih penting bukan?

Quarantine Tales menjadi media untuk kembali memahami diri sendiri. Lewat benang merah #IniCeritaTentangKita, Quarantine Tales memberikan gambaran nyata apa yang sedang dialami oleh banyak orang di masa pandemi seperti saat ini.

Untuk kamu yang penasaran dengan film ini, bisa langsung kamu saksikan di BioskopOnline.com, yang sudah rilis sejak 18 Desember 2020 lalu. Kamu cukup mengeluarkan Rp10 ribu untuk mengakses film ini. Kalau sudah nonton, tulis di kolom komentar, ya, film mana yang jadi favorit kamu.

IDN Media Channels

Latest from Inspiration