Menghadirkan lebih dari 50 pembicara kompeten di berbagai bidang, dari politik, ekonomi, bisnis, olahraga, budaya, lintas agama, sosial, lingkungan sampai kepemimpinan millennial, IDN Times menggelar Indonesia Millennial Summit 2019 bertema "Shaping Indonesia's Future". Berlangsung di Grand Ballroom Hotel Kempinski Jakarta, IDN Times pun mengundang Eka Lorena, Fransiska Dimitri, Mathilda Dwi Lestari dan Angkie Yudistia untuk mengisi sesi talkshow bertajuk “Meet the Wonder Women of Indonesia” di Stage Garuda (19/1).
Dimoderatori oleh Uni Lubis, Editor in Chief IDN Times, sesi talkshow ini pun mengupas soal ketangguhan perempuan.
Eka Sari Lorena, Pemilik PT. Eka Sari Lorena
Menjalani bisnis di dunia transportasi tentu memberi tantangan buatnya, terlebih lagi ranah bisnis ini didominasi oleh kaum pria. Lalu bagaimana bisa Eka Lorena ‘menaklukkan’ bisnis ranah pria ini menjadi istana bisnisnya?
“Muncul ketertarikan berbisnis di dunia transportasi karena dulunya sering diajak orangtua liburan ke kantor. Bedanya, saya lebih sering menghabiskan waktu bermain di bengkel. Sampai sekarang saya bisa nyetir truk dan bus, saya juga punya SIM nya. Di tempat kerja, saya selalu mengingatkan pekerja untuk kerja pakai otak, maksudnya untuk lebih realistis.”
Angkie Yudistia
Menghadapi kekhususan yang dimiliki Angkie Yudistia sebagai disabilitas tuli, bukan hal yang mudah buatnya. Dulu, ia kesusahan ketika mencoba berteman, karena ia menjadi minoritas. Tetapi, Angkie bersyukur sudah diajarkan kedua orangtuanya untuk percaya diri dan berteman dengan siapapun tanpa melihat latar belakang seseorang. Angkie pun sangat visioner, ia sadar betul kondisi hak disablitas di Indonesia tidak sempurna amat, banyak yang justru nganggur. Karena tak ingin menganggur, Angkie nggak patah semangat mengejar pendidikan. Hingga ia sukses menyelesaikan S2 nya.
”Tough woman will wait. Jangan takut kita berada di bawah, hidup kita nggak seindah seperti di media sosial, saat kita jatuh, kita belajar bagaimana cara kita bangkit. Saat lulus kuliah, walau S1 S2 aku tetap pengangguran, makanya aku melamar pekerjaan meski jadi officer. Aku tumbuh empati melihat teman disablitas yang nggak percaya dengan diri sendiri, padahal sebetulnya mampu. Walaupun nggak punya bakat entrepreneur yang penting aku punya visi misi, makanya aku buat program teman disabilitas tangannya tidak di atas (meminta-red) tapi mereka bekerja,” ucap Angkie yang peduli dengan hak kaum disabilitas.