Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Ini Tata Cara Jual Beli Tanah yang Sah di Mata Hukum

Ikuti langkah berikut agar bebas dari cacat hukum

Natasha Cecilia Anandita

Tanah yang merupakan objek tidak bergerak, memiliki proses jual beli yang lebih rumit dibandingkan dengan jual beli objek lainnya. Dalam prosesnya, ada syarat yang harus dipenuhi agar hak milik dapat berpindah nama. Selain itu, kamu juga harus teliti dengan jenis tanah tersebut karena setiap tanah memiliki alur atau tata cara jual beli yang berbeda. Jangan sampai nantinya ada sengketa.

Jual beli tanah memiliki dasar hukumnya sendiri dan harus dilakukan di hadapan pejabat negara. Oleh karena itu ada tahapan-tahapan yang harus diikuti agar jual beli tanah sah di mata hukum. Berikut ini ada syarat dan tata cara jual beli tanah beserta dengan aturannya.

Aturan dan dasar hukum jual beli tanah

canva.com/towfiqu barbhuiya

Dalam jual beli tanah, ada dua aturan mendasar yang harus dipenuhi yaitu proses transaksi dan keabsahan dokumen sertifikat. Proses jual beli tanah tidak boleh dilakukan di bawah tangan. Semua prosedur transaksinya harus dilakukan di hadapan pejabat negara atau yang disebut Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998, PPAT disebut sebagai pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu terkait hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

Meski demikian, tak semua daerah memiliki PPAT. Untuk daerah-daerah yang belum memiliki PPAT, camat dapat berperan sebagai PPAT sementara. Hal ini juga diatur dalam PP No. 37 Tahun 1998 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “PPAT Sementara adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.”

Aturan kedua adalah, membawa berkas-berkas asli yang bisa dipertanggungjawabkan. Tanah yang diperjualbelikan harus memiliki sertifikat tanah asli, tidak sedang dalam penyitaan dan PBB-nya sudah dibayar lunas. Jika pemilik sertifikat sudah meninggal dunia, pastikan sertifikat tersebut sudah balik nama menjadi nama ahli warisnya.

Nantinya, notaris akan membantu memeriksa keabsahan berkas tersebut. Berdasarkan Pasal 15 UU 2/2014, notaris memiliki kewenangan berupa:

  • mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
  • membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
  • membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
  • melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
  • memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
  • membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
  • membuat akta risalah lelang.

Syarat sah jual beli tanah menurut hukum perdata

pexels.com/ekaterina bolovtsova

Ada 4 syarat yang dikemukakan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1320 agar suatu persetujuan dikatakan sah, yaitu:

  1. kesepakatan mereka yang mengikat dirinya,
  2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
  3. suatu pokok persoalan tertentu, dan
  4. suatu sebab yang tidak terlarang.

Namun jika perjanjian tersebut dibuat berdasarkan paksaan atau kekhilafan maka menjadi tidak sah. Hal tersebut telah diatur dalam pasal 1321 KUH Perdata yang berbunyi “Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.”

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pasal 5, pengertian jual beli tanah yang sah mengacu pada pengertian jual beli tanah menurut hukum adat. Di dalamnya terdapat dua konsep utama, yaitu terang dan tunai.

Terang maksudnya pemindahan hak dilakukan di hadapan kepala adat, yang berperan sebagai pejabat, dalam hal ini PPAT. Sedangkan tunai mengacu pada pemindahan hak yang dilakukan secara serentak.

Mengutip tulisan dari Erza Putri yang berjudul Peran PPAT dalam Peralihan Hak atas Tanah, ada dua syarat utama dalam jual beli tanah, yakni:

1. Syarat Materiil

Syarat materiil mencakup:

  • Penjual adalah orang yang berhak atas tanah yang ingin ia jual. Maksudnya yang berhak menjual tanah adalah pemilik sah. Jika ia sudah berkeluarga, maka suami dan istri harus hadir dalam penandatanganan perjanjian dan bertindak sebagai penjual.
  • Pembeli adalah orang yang berhak atas tanah yang dibelinya. Maksudnya pembeli adalah orang-orang yang telah ditetapkan secara hukum boleh untuk memiliki tanah di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria, hanya WNI dan badan hukum yang sudah ditetapkan perundang-undangan saja yang boleh memiliki tanah di wilayah RI.
  • Tanah yang diperjualbelikan tidak dalam kondisi sengketa. Menurut UUPA, tanah-tanah yang bisa dijadikan objek peralihan hak adalah tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.

2. Syarat Formil

Syarat formil berupa jual beli yang dilakukan di hadapan PPAT dan dipenuhi setelah syarat materiil terpenuhi.  Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

  • Pembuatan akta dihadiri oleh pihak-pihak yang melakukan jual beli dan disertai oleh dua orang saksi. Pihak yang berhalangan hadir diharuskan untuk mengirim perwakilan yang ditunjukkan dengan pembuatan surat kuasa.
  • Akta asli dibuat dalam dua rangkap. Satu untuk PPAT dan sisanya diberikan kepada Kantor Pertanahan untuk pendaftaran tanah.
  • Setelah ditandatangani, PPAT wajib menyerahkan akta beserta dokumen yang bersangkutan ke Kantor Pertanahan paling lambat tujuh hari setelah penandatanganan.

Alur jual beli tanah

pixabay.com/nikolayfrolochkin

Agar terbebas dari cacat hukum atau sengketa di kemudian hari, berikut ada langkah-langkah yang dapat kamu lakukan dalam jual beli tanah.

1. Memastikan Status Tanah

Status tanah yang ideal untuk diperjualbelikan biasanya mengacu pada tiga hal, yakni free, clean dan clear. Free maksudnya tanah bebas dari sengketa. Nama pemilik tertera di sertifikat tanah yang asli. Clean berarti tanah sedang tidak digunakan untuk kegiatan apapun, atau ditempati oleh orang lain yang tidak memiliki hak. Dan Clear merujuk pada batasan-batasan tanah yang ada di lapangan sesuai dengan yang ada di sertifikat.

2. Mengecek Keaslian Surat Tanah

Langkah selanjutnya adalah mengecek keaslian sertifikat tanah. Pembeli dapat berinisiatif untuk mengajak penjual mengecek keaslian sertifikatnya ke Badan Pertanahan Nasional. BPN akan mengecek keaslian sertifikat berdasarkan peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur dan buku tanah.

3. Membuat Akta Jual Beli (AJB) Tanah

Setelah sertifikat terbukti asli dan bebas sengketa, langkah berikutnya adalah dengan membuat AJB. Akta ini berfungsi sebagai surat bukti pengalihan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli. Berkas-berkas yang perlu disiapkan ketika membuat AJB seperti:

  • sertifikat tanah asli,
  • KTP penjual suami/istri (sertakan akta kematian jika suami/istri penjual telah meninggal),
  • bukti PBB 10 tahun terakhir,
  • surat persetujuan suami/istri,
  • Kartu Keluarga.
  • Untuk pembeli, berkas yang perlu disiapkan hanya berupa Kartu Keluarga dan KTP.

4. Membawa Berkas AJB ke BPN

Langkah terakhir adalah membawa AJB ke pihak BPN. AJB perlu diserahkan ke BPN paling lambat tujuh hari setelah penandatanganan. Berkas ini juga sudah disertai dengan surat permohonan balik nama.Proses jual beli tanah akan selesai bila nama penjual dalam buku tanah dan sertifikat sudah dicoret dengan tanda tangan dari kepala kantor pertanahan. Adapun berkas-berkas yang perlu dibawa untuk permohonan balik nama, seperti sertifikat hak atas tanah, bukti lunas BPHTB, dan bukti lunas PPh.

Tata Cara Jual Beli Tanah Kavling

canva.com/studioroman

Persyaratan di atas berlaku untuk tanah penuh yang tidak dibagi-bagi, namun akan berbeda untuk jual beli tanah kavling atau tanah berpetak. Pada tanah kavling, biasanya pengembang akan memecah sertifikatnya ke dalam beberapa sertifikat, dengan sertifikat induk yang dipegang pengembang. Meskipun telah dipecah, masing-masing sertifikat tetap memegang status hukum yang sama dengan bidang tanah semula.

Ketika membeli salah satu kavling, pembeli tidak berurusan lagi dengan pengembang, melainkan langsung ke Badan Pertanahan Nasional. Adapun tata cara yang perlu diperhatikan ketika membeli tanah yang kavling, yaitu:

1. Memeriksa sertifikat dan status tanah

Pastinya yang menjadi hal utama dan terpenting adalah memastikan tanah kavling yang akan dibeli sudah memiliki sertifikat. Tanyakan juga tentang status kepemilikan tanahnya kepada penjual, apakah masih HGB (Hak Guna Bangunan) atau sudah SHM (Sertifikat Hak Milik).

Apabila masih HGB, kamu patut bertanya kepada penjual atau pengembang terkait siapa yang nantinya akan menanggung biaya perubahan hak menjadi SHM. Tanah kavling yang berstatus SHM kedudukannya lebih kuat secara hukum, dan bisa dibeli secara kredit.

2. Memastikan berasal dari pemilik yang sah

Pastikan bahwa tanah kavling yang kamu beli berasal dari pemilik yang sah. Kamu bisa meminta penjual untuk menunjukkan sertifikat asli dan fotokopi agar mengetahui hal ini. Jika yang tertera di dalam sertifikat adalah nama orang lain, kamu perlu waspada. Segera minta untuk balik nama jika nama yang tercantum adalah pewaris dari penjual.

3. Kenali status sertifikat yang  dibeli

Selain mengecek kepemilikan sahnya, kamu juga harus memastikan jika sertifikat tanah kavling yang dijual adalah sertifikat pecahan, bukan induknya. Mintalah penjual untuk menunjukkan masing-masing salinan sertifikat tanah. Setelah itu, pastikan lokasi dan nomor seri setiap sertifikat tidak sama. Jika sama, sertifikat tersebut kemungkinan adalah sertifikat induk. Berhati-hatilah jika yang kamu temukan adalah sertifikat induk, karena tanah tidak bisa dijual dengan sertifikat ini. Tanah baru dapat dijual jika menggunakan sertifikat yang sudah dipecah.

4. Periksa keabsahan sertifikat

Jika kamu kurang yakin dengan sertifikat yang ada, kamu dapat mengecek keabsahan sertifikat penjual ke BPN atau kelurahan setempat. Jangan lupa untuk membawa salinannya juga.

5. Bertanya ke bank kredit yang bersangkutan

Langkah terakhir adalah bertanya ke bank, khususnya bank yang bekerja sama dengan pengembang penjual tanah tersebut. Poin yang perlu ditanyakan adalah bisa tidaknya tanah yang dimaksud dibeli secara KPR. Hal ini penting untuk menguji surat-surat tanah yang dimaksud sudah lengkap dan resmi atau belum. Karena bank tidak akan memberikan kredit untuk tanah yang statusnya ilegal atau belum resmi.

Tata Cara Jual Beli Tanah yang Belum Bersertifikat

jendela360.com

Tanah yang belum bersertifikat seperti tanah adat atau jenis tanah lainnya yang belum dikonversi ke negara saat ini belum bisa diperjualbelikan. Tanah tersebut perlu didaftarkan terlebih dahulu.

Ada dua cara dalam mengkonversi tanah adat menjadi tanah negara, yakni dengan cara sistematis atau sporadik. Cara sistematis atau pemutihan dilakukan secara serentak di suatu wilayah dan ditetapkan oleh menteri. Sedangkan cara sporadik adalah pendaftaran inisiatif dari pemilik tanah adat.

Jika kamu ingin menjual tanah yang belum bersertifikat, maka kamu perlu mendaftarkannya secara sporadik. Berikut persyaratanya yang perlu diperhatikan:

1. Surat permohonan dari pemilik tanah untuk melakukan pensertifikatan tanah miliknya.

2. Surat kuasa (apabila pengurusannya dengan perwakilan).

3. Identitas pemilik tanah (pemohon) yang sudah dilegalisir oleh pejabat umum yang berwenang (umumnya notaris).

4. Bukti hak atas tanah yang dimohonkan, yang berupa:

  • Surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan swapraja yang bersangkutan.
  • Sertifikat hal milik yang diterbitkan berdasarkan PMA No. 9/1959.
  • Surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yang berwenang, baik sesudah ataupun sebelum berlakunya Undang Undang Pokok Agraria.
  • Petok pajak bumi/Landrete, girik, pipil, ketitir dan Verbonding Indonesia sebelum berlakunya PP No. 10/1961.
  • Akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan dan sudah dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/kelurahan.
  • Akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar/wakaf yang disertai alasan hak yang diwakafkan.
  • Surat penunjukkan atau pembelian kavling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah.
  • Risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya dibukukan dengan disertai alasan hak yang dialihkan, atau
  • Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dan disertai alas hak yang dialihkan dan dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang, atau
  • Lain-lain berupa alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sesuai dengan yang dimaksud dalam Pasal II, Pasal VL, dan Pasal VII ketentuan konversi Undang-Undang Pokok Agraria, atau
  • Surat-surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum berlakunya UUPA. Sudah dilegalisir oleh Pejabat yang berwenang, dalam hal ini Lurah setempat, atau
  • Bukti-bukti lainnya, jika tidak ada bukti kepemilikan, yang berupa: Surat Pernyataan Penguasaan Fisik lebih dari 20 tahun secara terus menerus dan surat keterangan Kepala Desa/Lurah yang disaksikan oleh 2 orang tetua adat/penduduk setempat.

5. Surat pernyataan telah memasang tanda batas.

6. Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan.

7. Fotokopi SK Izin Lokasi dan surat keterangan lokasi (jika pemohon merupakan Badan Hukum).

Itulah tata cara dan syarat untuk jual beli tanah yang sah secara hukum.

IDN Media Channels

Latest from Inspiration