Ini Tata Cara Jual Beli Tanah yang Sah di Mata Hukum

Ikuti langkah berikut agar bebas dari cacat hukum

Ini Tata Cara Jual Beli Tanah yang Sah di Mata Hukum

Follow Popbela untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Whatsapp Channel & Google News

Tanah yang merupakan objek tidak bergerak, memiliki proses jual beli yang lebih rumit dibandingkan dengan jual beli objek lainnya. Dalam prosesnya, ada syarat yang harus dipenuhi agar hak milik dapat berpindah nama. Selain itu, kamu juga harus teliti dengan jenis tanah tersebut karena setiap tanah memiliki alur atau tata cara jual beli yang berbeda. Jangan sampai nantinya ada sengketa.

Jual beli tanah memiliki dasar hukumnya sendiri dan harus dilakukan di hadapan pejabat negara. Oleh karena itu ada tahapan-tahapan yang harus diikuti agar jual beli tanah sah di mata hukum. Berikut ini ada syarat dan tata cara jual beli tanah beserta dengan aturannya.

Aturan dan dasar hukum jual beli tanah

Ini Tata Cara Jual Beli Tanah yang Sah di Mata Hukum

Dalam jual beli tanah, ada dua aturan mendasar yang harus dipenuhi yaitu proses transaksi dan keabsahan dokumen sertifikat. Proses jual beli tanah tidak boleh dilakukan di bawah tangan. Semua prosedur transaksinya harus dilakukan di hadapan pejabat negara atau yang disebut Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998, PPAT disebut sebagai pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu terkait hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

Meski demikian, tak semua daerah memiliki PPAT. Untuk daerah-daerah yang belum memiliki PPAT, camat dapat berperan sebagai PPAT sementara. Hal ini juga diatur dalam PP No. 37 Tahun 1998 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “PPAT Sementara adalah pejabat Pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT.”

Aturan kedua adalah, membawa berkas-berkas asli yang bisa dipertanggungjawabkan. Tanah yang diperjualbelikan harus memiliki sertifikat tanah asli, tidak sedang dalam penyitaan dan PBB-nya sudah dibayar lunas. Jika pemilik sertifikat sudah meninggal dunia, pastikan sertifikat tersebut sudah balik nama menjadi nama ahli warisnya.

Nantinya, notaris akan membantu memeriksa keabsahan berkas tersebut. Berdasarkan Pasal 15 UU 2/2014, notaris memiliki kewenangan berupa:

  • mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
  • membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
  • membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
  • melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
  • memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
  • membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
  • membuat akta risalah lelang.

Syarat sah jual beli tanah menurut hukum perdata

Ada 4 syarat yang dikemukakan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1320 agar suatu persetujuan dikatakan sah, yaitu:

  1. kesepakatan mereka yang mengikat dirinya,
  2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
  3. suatu pokok persoalan tertentu, dan
  4. suatu sebab yang tidak terlarang.

Namun jika perjanjian tersebut dibuat berdasarkan paksaan atau kekhilafan maka menjadi tidak sah. Hal tersebut telah diatur dalam pasal 1321 KUH Perdata yang berbunyi “Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan, atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.”

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pasal 5, pengertian jual beli tanah yang sah mengacu pada pengertian jual beli tanah menurut hukum adat. Di dalamnya terdapat dua konsep utama, yaitu terang dan tunai.

Terang maksudnya pemindahan hak dilakukan di hadapan kepala adat, yang berperan sebagai pejabat, dalam hal ini PPAT. Sedangkan tunai mengacu pada pemindahan hak yang dilakukan secara serentak.

Mengutip tulisan dari Erza Putri yang berjudul Peran PPAT dalam Peralihan Hak atas Tanah, ada dua syarat utama dalam jual beli tanah, yakni:

1. Syarat Materiil

Syarat materiil mencakup:

  • Penjual adalah orang yang berhak atas tanah yang ingin ia jual. Maksudnya yang berhak menjual tanah adalah pemilik sah. Jika ia sudah berkeluarga, maka suami dan istri harus hadir dalam penandatanganan perjanjian dan bertindak sebagai penjual.
  • Pembeli adalah orang yang berhak atas tanah yang dibelinya. Maksudnya pembeli adalah orang-orang yang telah ditetapkan secara hukum boleh untuk memiliki tanah di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria, hanya WNI dan badan hukum yang sudah ditetapkan perundang-undangan saja yang boleh memiliki tanah di wilayah RI.
  • Tanah yang diperjualbelikan tidak dalam kondisi sengketa. Menurut UUPA, tanah-tanah yang bisa dijadikan objek peralihan hak adalah tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai.

2. Syarat Formil

Syarat formil berupa jual beli yang dilakukan di hadapan PPAT dan dipenuhi setelah syarat materiil terpenuhi.  Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

  • Pembuatan akta dihadiri oleh pihak-pihak yang melakukan jual beli dan disertai oleh dua orang saksi. Pihak yang berhalangan hadir diharuskan untuk mengirim perwakilan yang ditunjukkan dengan pembuatan surat kuasa.
  • Akta asli dibuat dalam dua rangkap. Satu untuk PPAT dan sisanya diberikan kepada Kantor Pertanahan untuk pendaftaran tanah.
  • Setelah ditandatangani, PPAT wajib menyerahkan akta beserta dokumen yang bersangkutan ke Kantor Pertanahan paling lambat tujuh hari setelah penandatanganan.
  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here