Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Glamourizing Depression, Saat Depresi 'Menjadi' Tren di Dunia Maya

Semua orang "ingin terlihat" mengalami depresi

Dina Lathifa

Apa yang terlintas di benakmu saat mendengar kata 'depresi'? Sedih, stres, sakit hati, sulit bahagia, bunuh diri, semua kata-kata itu terucap untuk menggambarkan salah satu gangguan kejiwaan ini. Semuanya benar dan saling berkesinambungan. Mengutip dari WebMD, depresi adalah kondisi saat seseorang merasa sedih, nggak berdaya, dan nggak berharga, berlangsung selama berminggu-minggu hingga menghalangimu untuk menjalani rutinitas sehari-hari. Kondisi ini juga dikenal sebagai depresi klinis dan membutuhkan perawatan medis.

Depresi kini menjadi salah satu gangguan kejiwaan yang mendapat perhatian masyarakat luas karena dampaknya yang dapat berakibat fatal, sebut saja mengakhiri hidup sendiri. Para ahli kesehatan berusaha menggaungkan gerakan untuk menjaga kesehatan jiwa demi menurunkan angka kematian maupun kasus yang disebabkan karena depresi. Namun, bagaimana jika banyak orang berharap merasakan hal tersebut?

1. Depresi, kesedihan yang indah

pexels.com/Gratisography

Tanpa disadari, banyak orang yang melihat depresi sebagai sebuah seni, sesuatu yang disebut 'kesedihan yang indah'. Berapa kali kamu melihat kata-kata bermakna kesedihan sebagai sesuatu yang menawan, seperti “I want to die a lovely death” atau “People who die by suicide don’t want to end their lives, they want to end their pain”? Kalimat itu kemudian disertai dengan gambar-gambar yang menunjukkan self-harm, atau sederhananya seperti seorang perempuan sendiri dalam rona hitam-putih. sebagian orang membagikannya melalui media sosial masing-masing sebagai salah satu ungkapan kalau mereka merasa depresi. Walau pada kenyataannya, secara medis, belum tentu benar.

2. Banyak yang ‘ingin merasa depresi'

pexels.com/burak kostak

Semakin banyak kalimat dan gambar bermakna depresi diunggah ke sosial media, ini membuat orang-orang yang melihatnya yakin jika dirinya turut merasa depresi. Melansir dari The Atlantic, Dr. Mark Reinecke, chief psychologist di Northwestern Memorial Hospital, mengatakan jika kalangan remaja paling banyak mengalami hal ini. Sebab usia remaja adalah masa saat seseorang mencari jati diri dan membutuhkan pengakuan dari orang lain. Melihat konten depresi yang misterius dan kuat membuatnya yakin merasa depresi, mengasihani diri sendiri, bahkan menyakiti diri sendiri. Ditambah lagi ketika seseorang menemukan adanya komunitas yang saling berbagi konten bernuansa negatif ini, juga terlihat saling memberi dukungan, ia kemudian ingin merasa depresi agar dapat diterima oleh orang-orang itu.

3. Makna depresi yang memudar

pexels.com/Kat Jayne

Sejak banyak orang dengan mudahnya menganggap dirinya depresi, makna dari kata itu sendiri kemudian memudar. "Pada zaman saat penyebaran informasi nggak memandang batas, ada kekurangan pemahaman yang cukup kritis," ujar Dr. Stan Kutcher ahli psikiater remaja, "Anak-anak mengaku mengalami depresi, padahal nggak. Mereka merasa sedih, demoralisasi, atau stres karena sesuatu. Orang-orang menggunakan kata depresi ketika nggak bisa menyelesaikan masalah atau baru saja bertengkar dengan pasangannya. Saat menggunakan 'depresi' setiap merasakan emosi negatif, kata itu kehilangan maknanya."

4. Depresi lebih dari sekadar merasa sedih

pexels.com/Pixabay

Depresi lebih dari sekadar merasa sedih, Bela. Depresi bukan berarti saat kamu mendengarkan lagu sedih atau bernuansa emo setiap waktu, atau saat kamu ingin selalu mengenakan pakaian serba hitam karena merasa nge-down. Lebih dari itu, mengutip dari Thought Catalog, depresi membuatmu sulit tidur karena pikiranmu berusaha mencari suatu hal positif sehingga kamu dapat merasa bahagia. Depresi membuatmu enggan menerima cinta dari orang lain karena kamu merasa dirimu nggak berharga, bahkan nggak berguna. Depresi membuat dirimu dipenuhi pikiran dan perasaan negatif sehingga kamu berusaha untuk keluar dari kondisi tersebut dengan jalan cepat, seperti mengakhiri hidupmu sendiri.

5. Cari bantuan ketika benar-benar merasa depresi

pexels.com/Kat Jayne

Mudahnya seseorang mengaku mengalami depresi di masa kini, mengaburkan batasan antara depresi klinis dan ingin merasa depresi. Jika benar-benar merasa depresi, kamu perlu menghubungi para ahli kesehatan untuk meminta bantuan, bukan membagikan konten bernuansa negatif. Meskipun membagikan konten yang sedih membuat teman-temanmu memberikan dukungan dan perhatian untukmu, itu belum tentu cukup untuk membantumu keluar dari depresi itu sendiri. Ketimbang mengunggah kalimat yang membuat depresi seakan kesedihan yang penuh keindahan, gunakan waktumu untuk berkonsultasi pada tenaga profesional sehingga dirimu mendapatkan penanganan yang tepat.

Yuk, stop membuat depresi seakan-akan sesuatu kondisi yang penuh keindahan atau menawan. Mereka yang benar-benar menderita depresi, merasakan sakit dan berjuang sekuat tenaga untuk bisa bebas dari gangguan kejiwaan itu. Hal yang bisa kita lakukan adalah melihat depresi sebagai sebuah penyakit yang perlu dilawan, bukan menjadikannya sebagai sebuah tren di media sosial.

IDN Media Channels

Latest from Inspiration