Baca artikel Popbela lainnya di IDN App
For
You

Sejarah Belanda Masuk ke Indonesia, Awalnya Disambut Hangat

Sejarah Kedatangan Belanda.jpg
Dok. Internet
Intinya sih...
  • Tahun 1596: Awal kedatangan Belanda ke Nusantara
  • Tahun 1602 – 1799: Era VOC dan monopoli rempah
  • Tahun 1806 – 1814: Masa peralihan dan pemerintahan asing
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kedatangan Belanda ke Indonesia pada awal abad ke-17 membawa dampak besar dalam perjalanan sejarah bangsa. Awalnya hanya untuk berdagang rempah, kehadiran mereka lambat laun berubah menjadi upaya menguasai wilayah dan sumber daya yang ada. Dari situ, berbagai peristiwa penting pun lahir. Mulai dari interaksi budaya, sistem pemerintahan kolonial, hingga perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kembali kemerdekaan.

Sejarah panjang ini tidak hanya meninggalkan jejak pahit, tetapi juga pelajaran berharga tentang keteguhan, strategi, dan semangat perlawanan. Bagaimana sebetulnya sejarah masuknya Belanda ke Indonesia? Simak selengkapnya di sini.

Tahun 1596: Awal kedatangan Belanda ke Nusantara

Sejarah Kedatangan Belanda 1.jpg
Dok. Internet

Kisah kedatangan Belanda ke Indonesia dimulai pada 23 Juni 1596, saat empat kapal yang dipimpin Cornelis de Houtman dan Pieter Keyzer berlabuh di pelabuhan Banten. Awalnya, sambutan masyarakat lokal penuh keramahan. Warga datang menawarkan makanan, dagangan, bahkan membuka peluang perdagangan lada yang sangat diincar bangsa Eropa. Namun, sikap arogan dan tindakan kasar Houtman pada penduduk membuat hubungan itu memburuk. Apa yang awalnya berpotensi menjadi kemitraan dagang, justru berubah menjadi konflik.

Pada masa itu, tujuan Belanda sederhana: mencari rempah-rempah untuk memenuhi kebutuhan Eropa, yang kala itu menganggap rempah sebagai "emas hijau". Rempah digunakan untuk mengawetkan makanan, membuat obat, parfum, hingga upacara keagamaan. Tetapi, situasi politik Eropa yang penuh persaingan, mendorong mereka berlayar langsung ke sumbernya: Nusantara. Persaingan ini terjadi terutama karena larangan suplai rempah dari Portugis setelah Belanda dikuasai oleh Spanyol.

Ketika Banten tengah sibuk mempersiapkan ekspedisi militer ke Palembang, Belanda menolak membantu dengan alasan fokus berdagang. Namun, setelah kembali dari Palembang, penduduk mendapati Belanda masih menetap di pelabuhan, menunggu panen lada agar mendapat harga murah. Perselisihan memuncak ketika Houtman ketahuan memindahkan lada ke kapalnya secara diam-diam dan menembaki Kota Banten. Akibatnya, ia ditangkap dan baru dibebaskan setelah membayar tebusan 45.000 Gulden.

Meski berakhir pahit, kedatangan Houtman menjadi pintu masuk gelombang pelayaran berikutnya. Dua tahun kemudian, pada 1598, Jacob van Neck memimpin ekspedisi baru yang disambut lebih baik. Strateginya berbeda: ramah, penuh diplomasi, dan membawa hadiah untuk Sultan Banten. Dari sini, Belanda mulai membangun relasi yang lebih hati-hati dengan penguasa lokal.

Kedua pelayaran ini membuktikan bahwa jalur langsung ke Nusantara adalah peluang emas. Dalam waktu singkat, pelabuhan-pelabuhan di Jawa dan Maluku menjadi incaran. Tahun 1602, lebih dari 60 kapal berlayar dari Belanda menuju Indonesia. Kompetisi antar-perusahaan dagang Belanda semakin sengit, dan dari sinilah lahir kekuatan yang akan mengubah sejarah: VOC.

Tahun 1602 – 1799: Era VOC dan monopoli rempah

Sejarah Kedatangan Belanda 2.jpg
Dok. Internet

VOC atau Vereenigde Oost Indische Compagnie dibentuk pada 1602 sebagai upaya menyatukan perusahaan dagang swasta Belanda yang saling bersaing di Nusantara. Dengan modal awal 6,5 juta Gulden, VOC memiliki wewenang luar biasa: mencetak mata uang, membuat perjanjian dengan penguasa lokal, hingga membentuk pasukan militer. Dari titik ini, misi dagang bertransformasi menjadi misi penguasaan.

Pusat kekuatan VOC ada di Batavia (Jakarta sekarang), yang dibangun di atas reruntuhan Jayakarta setelah penaklukan pada 1619 oleh Jan Pieterszoon Coen. Batavia menjadi markas besar perdagangan rempah dunia, menghubungkan Maluku, Banda, dan pelabuhan-pelabuhan besar lainnya dengan pasar Eropa. Monopoli VOC tidak hanya mengatur harga, tetapi juga memaksa daerah penghasil rempah menjual hanya kepada mereka.

Strategi VOC yang terkenal adalah extirpatie (yakni pemusnahan tanaman rempah di luar wilayah yang mereka kendalikan) untuk menjaga harga tetap tinggi di pasar internasional. Kebijakan ini sering disertai kekerasan, seperti pembantaian di Kepulauan Banda pada 1621 yang memusnahkan sebagian besar penduduknya. VOC tidak segan menggunakan kekuatan militer demi menjaga monopoli.

Namun, di balik kejayaan dagang, VOC perlahan tergerus masalah internal. Korupsi merajalela, biaya perang melawan perlawanan rakyat lokal membengkak, dan utang semakin menumpuk. Perang-perang seperti Perang Makassar (1666–1669) dan konflik di Maluku menjadi beban finansial.

Akhirnya, pada 31 Desember 1799, VOC resmi dibubarkan. Seluruh aset, utang, dan wilayah kekuasaan diambil alih pemerintah Belanda. Dari sinilah penjajahan langsung oleh negara Belanda dimulai, menandai babak baru kolonialisme di Indonesia.

Tahun 1806 – 1814: Masa peralihan dan pemerintahan asing

Sejarah Kedatangan Belanda 3.jpg
Dok. Internet

Awal abad ke-19 adalah masa transisi kekuasaan di Indonesia. Saat Eropa dilanda perang Napoleon, Belanda jatuh ke tangan Prancis. Napoleon Bonaparte menunjuk Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal (1806–1811) untuk memperkuat pertahanan Jawa dari ancaman Inggris. Daendels dikenal tegas dan keras, membangun Jalan Raya Pos Anyer–Panarukan sepanjang ±1.000 km, mendirikan benteng, pabrik senjata, dan pangkalan militer.

Namun, cara Daendels berkuasa sering menimbulkan konflik. Ia memaksa raja-raja Jawa tunduk, bahkan mengasingkan Sultan Banten karena menolak proyek jalan raya. Kebijakan sentralisasi dan militerisasi yang ketat menambah ketegangan antara pemerintah kolonial dan penguasa lokal.

Pada 1811, Inggris menyerang Jawa dan berhasil mengalahkan pasukan Belanda-Perancis. Gubernur Jan Willem Janssen, pengganti Daendels, menandatangani Kapitulasi Tuntang yang menyerahkan Jawa kepada Inggris. Masa Inggris di Jawa (1811–1814) dipimpin Thomas Stamford Raffles, yang dikenal dengan reformasi pajak tanah, penghapusan kerja paksa, dan pendirian Kebun Raya Bogor.

Walau banyak kebijakannya dianggap progresif, Raffles menghadapi kendala budaya, hukum, dan ekonomi. Masa pemerintahannya singkat karena pada 1814, melalui Konvensi London, Inggris mengembalikan Jawa kepada Belanda.

Masa peralihan ini penting karena menunjukkan bahwa Nusantara bukan hanya pusat rempah, tetapi juga posisi strategis di jalur perdagangan dunia. Siapa pun penguasa Eropa yang memegangnya, akan menguasai salah satu titik terpenting dalam geopolitik Asia.

Tahun 1830 – 1900: Eksploitasi besar-besaran

Sejarah Kedatangan Belanda 4.jpeg
Dok. Internet

Kekosongan kas negara membuat Belanda menerapkan kebijakan Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) pada 1830 di bawah Johannes van den Bosch. Petani wajib menyerahkan seperlima tanahnya untuk tanaman ekspor seperti kopi, tebu, dan nila, atau mengganti kewajiban itu dengan kerja paksa selama 66 hari setahun.

Sistem ini membuat Belanda kaya raya, tetapi rakyat menderita. Kegagalan panen ditanggung petani, pajak tinggi membebani, dan tenaga kerja disedot untuk kepentingan kolonial. Banyak wilayah mengalami kelaparan, seperti di Cirebon dan Demak pada 1840-an. Kritik terhadap tanam paksa datang dari tokoh-tokoh seperti Eduard Douwes Dekker melalui novel Max Havelaar, yang membuka mata Eropa akan penderitaan rakyat Jawa.

Tekanan publik di Belanda mendorong dihapuskannya tanam paksa pada 1870. Sebagai gantinya, diberlakukan Politik Pintu Terbuka yang membuka peluang investasi swasta asing. Perusahaan-perusahaan perkebunan tumbuh pesat di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan, memproduksi tembakau, teh, kopi, dan karet untuk pasar dunia.

Sayangnya, sistem baru ini tetap sarat eksploitasi. Buruh kontrak atau "koeli" bekerja di bawah aturan Koeli Ordonantie 1881, yang mengikat mereka dengan kontrak keras dan hukuman poenal sanctie jika melarikan diri. Upah rendah, kerja berat, dan kondisi hidup memprihatinkan menjadi keseharian mereka.

Periode ini menegaskan bahwa meski metode berubah dari tanam paksa ke investasi swasta, esensinya tetap sama: Nusantara menjadi ladang emas bagi modal asing, sementara rakyatnya terus terpinggirkan.

Tahun 1901 – 1942: Politik etis dan jalan menuju perlawanan

Sejarah Kedatangan Belanda 5.jpg
Dok. Internet

Awal abad ke-20, Belanda meluncurkan Politik Etis sebagai "balas budi" atas eksploitasi panjang terhadap rakyat Indonesia. Program ini berfokus pada edukasi, irigasi, dan emigrasi. Sekolah-sekolah modern mulai dibangun, meski aksesnya terbatas hanya untuk elite pribumi. Infrastruktur irigasi diperluas, dan program transmigrasi dilakukan untuk mengurangi kepadatan penduduk di Jawa.

Namun, di balik citra "kemajuan", Politik Etis juga bertujuan menjaga stabilitas kolonial dan mempersiapkan tenaga kerja terdidik untuk kepentingan ekonomi Belanda. Pendidikan yang diberikan justru memunculkan generasi baru yang kritis terhadap kolonialisme, seperti Soekarno, Hatta, dan Sutan Sjahrir.

Gerakan kebangsaan mulai tumbuh melalui organisasi seperti Budi Utomo (1908), Sarekat Islam (1912), dan Indische Partij (1912). Kesadaran nasional makin menguat, dibarengi dengan perlawanan bersenjata di berbagai daerah, seperti Perang Aceh yang berlangsung hingga awal abad ke-20.

Pada dekade 1930-an, krisis ekonomi dunia membuat situasi memburuk. Pengangguran meningkat, harga komoditas anjlok, dan represi terhadap aktivis politik semakin keras. Meski begitu, api perlawanan tak padam, justru semakin membesar menjelang Perang Dunia II.

Akhirnya, pada 1942, kedatangan Jepang mengakhiri 3,5 abad kekuasaan Belanda di Indonesia. Meski penjajahan berganti tangan, warisan kolonial Belanda, seperti dari infrastruktur hingga luka sosial, tetap membekas, dan menjadi bagian penting dari perjalanan panjang menuju kemerdekaan.

Itulah tadi sejarah masuknya Belanda ke Indonesia. Awalnya mereka datang untuk berdagang, tapi berubah menjadi menjajah dan menjadi sejarah panjang perjuangan bangsa.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Niken Ari Prayitno
EditorNiken Ari Prayitno
Follow Us

Latest in Career

See More

Jadwal Wamil Bentrok, Lee Jung Ha Absen dari 'Moving 2'?

05 Des 2025, 15:15 WIBCareer