"Mbah saya, Mbah Tugirah, pernah waktu zaman penjajahan Jepang disenangi sama tentara Jepang. Dia disiksa, dianiaya, terus kalau enggak mau disenangi itu dipukul," jelasnya.
Sejarah Kelam Ianfu di Masa Perang Dunia II yang Jarang Dibahas

- Istilah ianfu digunakan berdasarkan kesepakatan yang ada dalam "Internasional Solidarity Conference Demanding Settlement of Japan’s Past" Korea Selatan tahun 2004.
- Di Indonesia, kisah ianfu terjadi pada masa pendudukan Jepang di tahun 1941–1945. Hidup mereka berubah menjadi penuh kekerasan, penderitaan fisik, dan trauma psikologis yang membekas seumur hidup.
- Keheningan itu mulai terkuak pada awal tahun 1990-an, ketika Tuminah—seorang perempuan
Perang Dunia II bukan hanya meninggalkan jejak kehancuran, tetapi juga luka mendalam di hati banyak perempuan yang terjebak dalam pusaran kekejaman.
Salah satu kisah yang sering terlupakan, bahkan jarang dibicarakan secara terbuka, adalah kisah para ianfu—perempuan yang dipaksa menjadi budak seks oleh tentara Jepang pada masa perang.
Rasanya kata ianfu terdengar asing di masa kini. Padahal, kisah ini menyentuh kehidupan ribuan perempuan di Asia, termasuk Indonesia, dan meninggalkan trauma yang membekas. Berikut sejarah kelam ianfu yang terjadi saat masa Perang Dunia II.
Sejarah dan asal-usul Ianfu

Istilah ianfu digunakan berdasarkan kesepakatan yang ada dalam "Internasional Solidarity Conference Demanding Settlement of Japan’s Past" Korea Selatan tahun 2004. Di sisi lain jugun ianfu, yang memiliki arti “perempuan penghibur yang ikut militer”, dianggap tidak relevan. Namun, di balik istilah ini, tersembunyi praktik perbudakan seksual yang sistematis.
Para ianfu dibawa jauh dari rumah ke lokasi yang jauh dari hiruk pikuk medan pertempuran. Awalnya, mereka dijanjikan akan mendapat pendidikan atau diberi pekerjaan yang layak.
Namun, kenyataannya jauh lebih kelam. Para perempuan muda ini justru dipaksa menjadi budak seksual bagi tentara Jepang. Mereka ditempatkan di ianjo atau rumah bordil yang sengaja didirikan di berbagai wilayah kekuasaan Jepang, tanpa pilihan untuk melarikan diri atau mengatakan tidak.
Melansir dari historia.id, kisah ianfu ini bermula pada tahun 1931, saat tentara Jepang menyerbu daratan China, hingga menduduki Shanghai dan Nanjing. Bertahun-tahun perang membuat mereka kekurangan makanan, hingga menjarah rumah penduduk, membunuh rakyat sipil, dan memperkosa perempuan. Dalam buku The Rape of Nanking: The Forgotten Holocaust of World War II (1997), Iris Chang mengisahkan secara rinci pemerkosaan perempuan-perempuan China tersebut.
Dampak buruknya, banyak tentara Jepang terserang penyakit kelamin, sehingga Markas Besar Militer Jepang mengutus Dr Aso Tetsuo untuk melakukan penyelidikan. Tetsuo merekomendasikan agar menyediakan rumah bordil (ianjo) yang berisi perempuan-perempuan “bersih”. Alasannya, selain mencegah penyebaran penyakit kelamin, akanmeningkatkan moral, efektivitas dan disiplin tentara Jepang. Perempuan-perempuan “bersih” itulah yang dinamakan ianfu.
Kisah Ianfu yang terjadi di Indonesia

Di Indonesia, kisah ianfu terjadi pada masa pendudukan Jepang di tahun 1941–1945. Sebagian besar perempuan muda ini berusia belasan tahun, dibawa dari tempat tinggal mereka ke lokasi yang tidak dikenali.
Hidup mereka berubah menjadi penuh kekerasan, penderitaan fisik, dan trauma psikologis yang membekas seumur hidup. Banyak di antara mereka yang tak pernah kembali ke rumah. Namun bagi yang berhasil pulang, seringkali harus menanggung stigma sosial yang kejam dari masyarakat.
Sayangnya, pembahasan tentang ianfu di Indonesia sering kali terselip di pinggiran sejarah. Tidak semua korban mau atau mampu bercerita karena rasa malu, takut, dan luka batin yang belum sembuh. Beberapa upaya telah dilakukan oleh aktivis hingga sejarawan untuk mengangkat kembali kisah ianfu ke permukaan. Mulai dari wawancara dengan penyintas, pengumpulan arsip, hingga penyelenggaraan pameran dan diskusi publik.

Mengutip dari bbc.com, berhasil mewawancarai Anik Sukaningsih, salah satu cucu dari penyintas ianfu di Indonesia bernama Tugirah. Ia mengungkapkan bagaimana kejamnya perilaku para tentara Jepang terhadap ianfu.
Tugirah, adalah salah satu perempuan Indonesia yang menjadi bagian dari tragedi ianfu di masa pendudukan Jepang. Dari sekian banyak korban, ada yang bahkan baru berusia sembilan tahun harus merasakan mimpi buruk yang tak terbayangkan.
Cerita Tuminah sebagai penyintas Ianfu di Indonesia

Di beberapa negara, banyak penyintas ianfu berani mengungkapkan kisah pilu mereka kepada dunia. Namun di Indonesia, cerita para korban justru telah lama terkubur.
Keheningan itu mulai terkuak pada awal tahun 1990-an, ketika Tuminah—seorang perempuan yang pernah menjadi ianfu—memberanikan diri untuk bersuara. Melansir dari bbc.com, ia menceritakan secara terbuka kekerasan seksual yang dialaminya selama masa pendudukan Jepang, meski tahu risikonya begitu besar.

Tuminah mengenang masa itu dengan getir. Ia mengaku diberi makan tiga kali sehari, dengan lauk sederhana seperti tahu atau tempe, dan sesekali ikan sebagai pelengkap. Tidak ada sistem penjatahan yang jelas di ianjo tempat ia ditahan, semua serba terbatas dan jauh dari kata layak.
Kisah kelam ini berawal pada awal tahun 1942, ketika balatentara Jepang menginjakkan kaki di Indonesia. Dari sanalah langkah kejam menjadikan perempuan Indonesia sebagai ianfu dimulai.
Sejarah kelam ianfu di Indonesia bukan hanya sekadar kisah masa lalu, tetapi pengingat bahwa perang selalu meninggalkan luka terdalam bagi mereka yang tidak bersalah. Semoga artikel ini bermanfaat ya, Bela.



















