Sejarah Singkat Kenapa Burung DIdapuk Jadi Mata-mata

- Sejarah burung sebagai mata-mata dimulai sejak abad keenam sebelum masehi, digunakan oleh raja Persia dan Julius Caesar.
- Pada tahun 1907, peternak merpati Jerman menciptakan kamera otomatis kecil yang dipasang pada burung-burungnya untuk mempelajari rute mereka.
- Selama Perang Dunia II, merpati digunakan oleh pasukan sekutu dalam menyampaikan pesan rahasia melintasi garis musuh, bahkan badan intelijen AS memasang kamera pada merpati dan burung gagak sebagai pengintai rahasia.
Sebelum teknologi digital dan mikroelektronika hadir, memata-matai itu bukan pekerjaan mudah bagi manusia. Apalagi di zaman perang, segala kemungkinan bisa terjadi.
Melansir dari National Geographic, menurut Robert Wallace yang memimpin Kantor Layanan Teknis CIA, badan intelijen di seluruh dunia memandang hewan sebagai cara yang efektif untuk secara diam-diam memasuki lokasi yang tidak dapat diakses seseorang, dan untuk membawa pesan atau peralatan.
Awalnya CIA mencoba kucing. CIA menyebut operasi itu "Acoustic Kitty". Namun, setelah lima tahun dan perkiraan menghabiskan jutaan dolar untuk penelitian dan pengembangan, proyek tersebut dibatalkan pada tahun 1967, karena alasan yang mungkin sudah diantisipasi oleh pemilik kucing mana pun—tidak mudah meyakinkan kucing.
Hingga muncul ide yang untuk memanfaatkan salah satu musuh kucing yang tidak menggunakan jalur darat: burung.
Bukan CIA, tapi militer Jerman yang pertama menggunakan merpati sebagai mata-mata

Menggunakan burung sebagai perantara pesan, sudah dilakukan sejak abad keenam sebelum masehi oleh raja Persia, Cyrus. Ia menggunakan merpati pos untuk berkomunikasi dengan berbagai wilayah kekaisarannya. Di Romawi Kuno, Julius Caesar menggunakan merpati pos untuk mengirim pesan ke wilayah Galia.
Selama Perang Prancis-Prusia pada abad ke-19 (1870–1871), warga Paris yang terkepung menggunakan merpati pos untuk mengirimkan pesan ke luar kota. Sebagai balasannya, tentara Prusia yang mengepung menggunakan elang untuk memburu merpati pos. Intinya, burung digunakan untuk menyampaikan pesan saja.
Namun, melansir dari audubon.org, asal usul burung sebagai mata-mata dapat ditelusuri kembali ke tahun 1907, ketika seorang peternak merpati Jerman bernama Julius Neubronner merancang kamera otomatis kecil yang dipasang pada burung-burungnya. Ia menggunakannya untuk mempelajari rute yang mereka ambil dari Titik A ke Titik B. Penemuannya itu membuka jalan bagi fotografi udara pertama, dan merpati yang dilengkapi kamera digunakan oleh militer Jerman selama Perang Dunia I.
Spionase berbasis merpati akhirnya menjadi terkenal selama Perang Dunia II, ketika para penjaga di seluruh Inggris dan Amerika Serikat menyumbangkan burung-burung homing (merpati pos) mereka untuk digunakan oleh pasukan sekutu dalam menyampaikan pesan rahasia melintasi garis musuh. Bahkan juga digunakan oleh militer Prancis dan Australia.

Pada tahun 1914, selama Pertempuran Marne Pertama, tentara Prancis berhasil membangun 72 kandang merpati bersama pasukannya. Korps Sinyal Angkatan Darat Amerika Serikat menggunakan 600 merpati di Prancis saja.
Badan Intelijen Pusat AS juga mulai memasang kamera pada merpati dan burung gagak sebagai pengintai rahasia. Bahkan, menyadari kecerdasan jahat burung gagak, CIA mulai mengajari mereka seni spionase gelap dengan bantuan pelatih hewan.
Seperti yang dijelaskan Tom Vanderbilt dalam The Smithsonian: burung gagak yang dilatih CIA mampu membedakan benda dan permukaan, dan dapat diajari untuk menyimpan barang di tempat-tempat tertentu. Misalnya, burung-burung tersebut belajar memasang alat perekam di ambang jendela rumah-rumah yang dihuni tersangka komunis. Gagak bahkan diajari untuk mengambil foto melalui kaca, menggunakan kamera yang terpasang di paruhnya.

Pekerjaan merpati mata-mata ini sangat berbahaya. Tentara musuh sering mencoba menembak jatuh merpati kerap terjadi, karena tahu bahwa burung yang dilepaskan membawa pesan penting. Beberapa merpati ini menjadi cukup terkenal di kalangan prajurit infanteri yang mereka layani. Contohnya seekor merpati bernama "Spike", terbang dalam 52 misi tanpa terluka sedikit pun. Merpati lain, bernama Cher Ami, kehilangan kaki dan satu matanya, tetapi pesannya tetap tersampaikan. Sehingga, aksinya tersebut berhasil menyelamatkan sekelompok besar prajurit infanteri Amerika yang terkepung.
Ada kemungkinan burung mata-mata masih ada di antara kita, tetapi kemungkinan besar mereka akan segera tergeser oleh drone yang semakin kecil, semakin mirip burung, dan dikendalikan dari jarak jauh (dan bahkan dipersenjatai!).
Bagi Gordon Corera, seorang jurnalis keamanan Inggris dan penulis Operation Columba: The Secret Pigeon Service, mengatakan, "Seiring kita semakin bergantung pada teknologi, kita juga menyadari bahwa kita bisa menjadi terlalu bergantung dan terlalu bergantung pada teknologi. Namun ketika teknologi gagal, badan intelijen membutuhkan opsi cadangan. Dan salah satunya mungkin merpati. Jadi, saya pikir era merpati belum tentu berakhir."



















