Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Bahaya! Ayo Hindari Toxic Positivity Pada Diri Sendiri dan Orang Lain

"Tetap optimis" dapat terasa menyakitkan, loh

Dina Lathifa

Penah mendengar istilah 'toxic positivity'? Melansir dari Health, toxic positivity dapat dideskripsikan sebagai dukungan positif yang nggak tulus, yang dapat memicu rasa bahaya, kesalahpahaman, bahkan penderitaan. Sedangkan melansir dari Huffington Post, para ahli berpendapat bahwa toxic positivity adalah konsep ketika seseorang harus fokus pada perasaan positif dan aspek positif dalam hidup. Ini merupakan keyakinan kalau dengan mengabaikan emosi negatif dan aspek hidup lainnya yang kurang baik, dapat membuat seseorang merasa bahagia.

Seseorang, bahkan kamu sendiri, dapat memberikan kalimat yang mengandung toxic positivity kepada orang lain yang sedang berduka. Sudah menjadi respon otomatis untuk memberikan kalimat penyemangat seperti, "Sabar, semua akan baik-baik saja!", "Tetap positif, kamu bisa saja mengalami yang lebih buruk dari pada ini", "Jangan bersedih!" Namun ternyata, kalimat-kalimat tersebut justru dapat melukai perasaan, bahkan kesehatan jiwa seseorang yang tengah merasa sedih. Kalimat tersebut seakan memaksa seseorang untuk berusaha bahagia, padahal ia tengah dirundung kesedihan. Membuat orang tersebut merasa bersedih adalah sebuah kesalahan, walau sebenarnya itu adalah hal yang normal. 

Toxic positivity mendelegitimasi keresahan seseorang, dan itu dapat memberikan dampak buruk pada kesehatan mentalnya. Sebab, orang tersebut nggak dapat mengatasi perasaannya yang sebenarnya, dan ini bukan cara terbaik untuk sembuh serta bangkit dari kesedihan yang ia rasakan.

Nggak ada salahnya untuk memberikan dukungan positif pada seseorang yang sedang  bersedih, Bela. Namun, bagaimana agar bisa memberikan energi baik tanpa dibalut rasa toxic? Ini tips yang dapat kamu lakukan.

Mengakui kesedihan yang dirasakan seseorang

Pexels.com/Cliff Booth

Ketimbang 'memaksa' seseorang untuk mengabaikan rasa sedihnya, lebih baik untuk ikut mengakui emosi yang sedang ia rasakan. Kalimat sederhana seperti, "Sakit rasanya ketika dikhianati seseorang....", "Nggak apa-apa menangis, aku pun akan menangis ketika ditinggalkan oleh orang yang aku cintai...." . Mendengar ungkapan seperti ini, membantu orang tersebut untuk lebih mudah menghadapi permasalahan dan emosi yang ia rasakan. Karena ia merasa normal mengalaminya.

Menanyakan yang ia butuhkan

Pexels.com/Andrea Piacquadio

Setelah mengakui perasaannya, tanyakan padanya hal-hal yang ia butuhkan. Dengan cara ini, kamu dapat memberinya dukungan yang tepat agar ia mampu melewati masa-masa sulitnya dengan baik. Selain itu, usahakan untuk selalu mendampinginya sehingga ia nggak merasa diabaikan maupun ditinggalkan sendiri dalam kesedihannya.

Tanpa disadari, kamu pun dapat memberikan toxic positivity pada dirimu sendiri. Kalau merasa melakukan hal ini, ada beberapa cara untuk menghindarinya.

Izinkan dirimu sendiri untuk memiliki emosi positif dan negatif

Pexels.com/Marcelo Chagas

Ingatkan dirimu sendiri kalau kamu dapat memiliki berbagai macam perspektif terhadap situasi yang buruk. Bersikap realistis terhadap hal yang menimpamu. Akui perasaan positif dan negatif yang ada dalam diri. Berlatih bersyukur atas hal-hal yang kamu miliki, tapi juga jujur dan ungkapkan hal-hal yang membuatmu kecewa.

Mengelola rasa cemas dalam diri

Pexels.com/Andrea Piacquadio

Ada banyak cara untuk menilai dan mengelola rasa cemas yang muncul dalam diri. Salah satunya adalah dengan menuliskan perasaanmu ke dalam jurnal harian saat sebelum tidur atau kapan pun kamu merasa membutuhkannya. Sebab, otak akan melabeli kecemasan dan ketakutanmu sebagai suatu hal yang penting dan akan memprioritaskan ingatan tentang momen itu. Jadi dengan menuliskannya, kamu melepaskan ingatan negatif tersebut.

Cara lainnya adalah berlatih teknik pernapasan dalam dengan diiringi panduan meditasi untuk menyadari ketakutan dan mengakuinya. Pelatihan seperti ini membantumu menilai dan mengelola rasa cemas, serta membantumu untuk melangkah maju.

Menerima dan menyeimbangkan konflik dalam hati

Pexels.com/Cliff Booth

Ketika sulit menerima dan menyeimbangkan konflik perasaan, ahli terapis mengatakan untuk berlatih kalimat "ya dan...." Misalnya, "Aku sangat bersyukur karena masih memiliki rumah untuk tinggal dan aku kecewa dengan pekerjaan yang memberikanku penghasilan untuk hidup", atau "Aku takut dengan masa depan dan aku merasa senang dengan harapan beberapa hal berubah menjadi lebih baik".

Dengan membuat kalimat seperti ini, kamu dapat mengurangi tekanan di antara emosi positif dan negatis, serta memberikan ruang untuk semua perasaan dalam hati.

Meluangkan waktu untuk merawat diri sendiri

Pexels.com/Andrea Piacquadio

Sekarang kamu sudah bisa lepas dari toxic positivity. Lantas, apa yang harus dilakukan untuk melewati masa sulit atau rasa ketakutan yang melanda diri? Psikoterapis menyarankan agar kamu berusaha untuk merawat diri sendiri. Kamu sudah melewati banyak hal, maka nggak ada salahnya untuk memanjakan dirimu sendiri.

Nggak sulit, kok. Merawat diri artinya kamu menjaga kebersihan dan kesehatan dirimu sendiri, mengonsumsi makanan sehat, rutin berolahraga, hingga membuka diri untuk berbagi keluh kesahmu dengan orang-orang yang kamu cintai. Selain itu, mungkin kamu akan mengembangkan kebiasaan menemukan hikmah atau pelajaran di balik kesulitan yang kamu alami.

Itulah cara menghindari toxic positivity pada diri sendiri dan orang lain. Memang orang-orang di sekitarmu membutuhkan energi positif, terutama di masa pandemi yang memberikan kesulitan pada siapa saja. Namun, jangan sampai dukungan tersebut justru membuat seseorang merasa lebih lemah dan rapuh. Kamu pun dapat menjadi lemah dengan memberikan toxic positivity untuk diri sendiri. Ingat, it's ok not to be ok, Bela.

IDN Media Channels

Latest from Inspiration