Perjalanan Karier Jane Goodall, Primatolog dan Aktivis Lingkungan yang Menginspirasi Dunia

- Jane Goodall, primatolog, antropolog, dan konservasionis terkemuka asal Inggris tutup usia pada 1 Oktober 2025 di Los Angeles, California, pada usia 91 tahun.
- Goodall merevolusi dunia ilmu pengetahuan lewat penemuan-penemuannya tentang perilaku simpanse dan menjadi suara lantang bagi perlindungan alam.
- Goodall mendirikan Jane Goodall Institute (JGI) dan gerakan Roots & Shoots yang mendorong kepedulian pada lingkungan, hewan, dan komunitas.
Jane Goodall, primatolog, antropolog, sekaligus konservasionis terkemuka asal Inggris, tutup usia pada 1 Oktober 2025 di Los Angeles, California, pada usia 91 tahun. Ia wafat karena sebab alamiah saat sedang melakukan wicara publik di Amerika Serikat. Kabar duka ini disampaikan oleh Jane Goodall Institute, lembaga yang ia dirikan dan dedikasikan bagi penelitian serta konservasi.
Selama lebih dari enam dekade, Goodall merevolusi dunia ilmu pengetahuan lewat penemuan-penemuannya tentang perilaku simpanse, sekaligus menjadi suara lantang bagi perlindungan alam. Warisannya tidak hanya tercermin dalam penelitian, tetapi juga dalam perjuangannya menumbuhkan kesadaran akan hubungan harmonis antara manusia dan lingkungan.
Untuk mengenang jasanya, berikut perjalanan panjang karier Jane Goodall yang menginspirasi dunia.
Awal kehidupan dan cita-cita sejak kecil

Jane Goodall lahir di Hampstead, London, pada 3 April 1934. Masa kecilnya diwarnai rasa ingin tahu besar terhadap hewan. Sang ayah menghadiahkannya boneka simpanse bernama Jubilee, yang sempat dianggap menakutkan oleh teman-teman ibunya. Namun, Jane begitu menyayanginya hingga Jubilee tetap setia berada di meja riasnya bahkan di usia tua.
Setelah keluarganya pindah ke Bournemouth, Jane bersekolah di Uplands School, Poole. Alih-alih langsung melanjutkan ke universitas, ia memilih bekerja sebagai sekretaris dan pelayan demi mengumpulkan biaya untuk mewujudkan satu mimpi, yaitu pergi ke Afrika. Pada 1957, tekad itu terwujud ketika ia berangkat ke Kenya dan tinggal di perkebunan seorang teman di White Highlands.
Pertemuan yang mengubah hidup

Di Kenya, Jane bertemu dengan Louis Leakey, arkeolog sekaligus paleontolog ternama. Awalnya, Leakey hanya menawarinya posisi sebagai sekretaris. Namun, ia melihat potensi besar dalam diri Jane dan menyimpan rencana lain, yakni menjadikannya sebagai peneliti simpanse.
Untuk mempersiapkan langkah itu, pada 1958 Leakey mengirim Jane ke London guna mempelajari perilaku primata bersama Osman Hill dan anatomi primata bersama John Napier. Dua tahun kemudian, tepatnya 14 Juli 1960, Jane berangkat ke Gombe Stream National Park, Tanzania. Di sanalah, ia memulai penelitian yang kelak mengubah sejarah.
Demi izin keamanan, Jane turut ditemani ibunya. Kehadiran sang ibu bukan hanya memenuhi syarat administrasi, tetapi juga menjadi sumber dukungan moral yang membuat Jane berani menembus dunia primatologi lantaran bidang tersebut masih didominasi laki-laki kala itu. Keberaniannya membuka jalan bagi banyak perempuan lain di dunia sains.
Penelitian di Gombe, yang meruntuhkan batas antara manusia dan hewan

Penelitian Jane di Gombe Stream mencatat temuan-temuan yang mengguncang dunia ilmiah. Ia mendokumentasikan simpanse yang menunjukkan emosi, kepribadian, serta ikatan sosial lewat pelukan, ciuman, hingga gelitikan. Sebelumnya, gestur tersebut dianggap hanya dilakukan oleh manusia.
Penemuan paling mencengangkan datang ketika ia menyaksikan simpanse menggunakan ranting untuk "memancing" rayap, bahkan memodifikasinya agar lebih efektif. Fakta ini meruntuhkan anggapan lama bahwa hanya manusia yang mampu membuat dan menggunakan alat. Selain itu, Jane menemukan bahwa simpanse bukanlah vegetarian pasif; mereka juga berburu monyet colobus secara terorganisir.

Namun, Gombe juga menyingkap sisi gelap mereka: konflik brutal antar-kelompok, perebutan kekuasaan, hingga pembunuhan bayi demi mempertahankan dominasi. Alih-alih menjaga jarak, Jane memberi nama pada simpanse yang ia amati—David Greybeard, Flo, hingga Frodo.
Pendekatan ini sempat dikritik sebagai antropomorfisme, tetapi justru membuatnya diterima dalam komunitas mereka. Dari sinilah dunia memahami bahwa batas antara manusia dan hewan jauh lebih tipis dari yang pernah dibayangkan.
Gelar akademik dan legitimasi ilmiah

Meski memulai karier tanpa gelar akademik, Jane Goodall membuktikan kualitasnya. Berkat dukungan Leakey, pada 1962 ia dikirim ke Universitas Cambridge. Ia menjadi salah satu dari sedikit orang yang diizinkan langsung menempuh studi doktoral tanpa ijazah sarjana.
Setelah meraih sarjana di bidang ilmu alam pada 1964, ia melanjutkan studi di Darwin College. Pada 1965, Jane berhasil meraih gelar doktor bidang Etologi dengan disertasi mengenai perilaku simpanse liar di Gombe. Gelar tersebut menegaskan bahwa pengalaman lapangan dan dedikasi bisa melampaui batas formal pendidikan.
Puluhan tahun kemudian, dedikasinya terus diakui, salah satunya lewat gelar Doktor Kehormatan dari Open University of Tanzania pada 2006.
Dari ilmuwan ke aktivis global
Seiring waktu, Jane menyadari bahwa simpanse dan habitat mereka terancam perburuan serta deforestasi. Pada 1977, ia mendirikan Jane Goodall Institute (JGI), yang kini memiliki kantor di berbagai negara dan dikenal lewat program konservasi berbasis komunitas di Afrika.
Pada 1991, Jane meluncurkan Roots & Shoots, gerakan anak muda yang mendorong kepedulian pada lingkungan, hewan, dan komunitas. Dimulai dari pertemuan sederhana di Dar es Salaam, Tanzania, kini Roots & Shoots telah berkembang menjadi jaringan global dengan ribuan kelompok di lebih dari 100 negara.
Penghargaan dan pengakuan dunia

Kiprah Jane Goodall mendapat apresiasi luas dari berbagai belahan dunia. Ia dianugerahi gelar Dame Commander of the Order of the British Empire, menerima Kyoto Prize, Templeton Prize, hingga Presidential Medal of Freedom dari Presiden Amerika Serikat pada 2025. PBB juga menunjuknya sebagai Messenger of Peace.
Selain itu, Jane dikenang melalui penghormatan simbolis, seperti plakat di Tree of Life di Disney’s Animal Kingdom bersama ukiran David Greybeard, simpanse pertama yang mendekatinya di Gombe. Ia berkali-kali masuk dalam daftar tokoh paling berpengaruh dunia, termasuk majalah Time pada 2019.
Namun, di atas semua penghargaan resmi, dukungan jutaan orang yang terinspirasi oleh pesan harapan Jane adalah warisan terbesarnya.
Warisan dan akhir perjalanan

Pada 1 Oktober 2025, Jane Goodall menghembuskan napas terakhir di Los Angeles pada usia 91 tahun. Hingga akhir hidupnya, ia tetap aktif memberikan pidato, mendorong aksi iklim, dan mengingatkan dunia bahwa setiap orang bisa membuat perubahan.
Warisan Jane bukan hanya pengetahuan tentang simpanse, melainkan keyakinan bahwa manusia dan alam saling terhubung. Pesannya sederhana, namun kuat: kita semua punya peran dalam menjaga bumi.
Itulah perjalanan panjang Jane Goodall, yang berawal dari rasa ingin tahu dan keberanian, hingga menjadi simbol harapan bagi generasi mendatang.
Selamat jalan, Jane Goodall. Rest in peace.



















