Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Ngeri, Ini Peran Peternakan Hewan untuk Krisis Iklim

Butuh kesadaran bersama untuk mengatasinya

Zikra Mulia Irawati

Suka tak suka, krisis iklim adalah masalah yang sedang dihadapi bersama oleh umat manusia. Banjir menggenang di mana-mana. Hutan menggundul. Es di kutub kian berkurang karena perlahan mencair. 

Hal yang belum banyak disadari oleh banyak orang, makanan yang masuk ke perut kita sehari-hari ternyata punya andil yang cukup besar dalam krisis iklim ini, terutama peternakan. Dalam sebuah film dokumenter berjudul Kisah Manusia Merangkai Punah, terdapat penjabaran komprehensif mengenai hal ini. 

"Dampak negatif peternakan hewan adalah yang kritis dan meluas pada planet kita tak dapat disangkal. Krisis global yang parah dari perubahan iklim, dan kerusakan lingkaran, hingga kepunahan spesies, kelaparan, kemiskinan, penyakit, dan resistensi antibiotik semuanya memiliki kaitan yang erat dengan peternakan hewan dan inefisiensi besar-besaran dari sistem produksi pangan kita saat ini," kata Dr. Joanne Kong, dosen University of Richmond, Amerika Serikat.

Film dokumenter yang aslinya berjudul Eating Our Way to Extinction ini disutradarai oleh Otto Brockway. Untuk versi Indonesia, narasi dibacakan oleh aktris Raline Shah.

Lantas, seberapa besar peran peternakan hewan untuk krisis iklim. Berikut rangkuman singkatnya.

Lebih banyak lahan terbakar

Pexels.com/Vladyslav Dukhin

Saat permintaan terhadap produk ternak meningkat, akan ada lebih banyak lahan yang dibutuhkan. Sayangnya, solusi yang dilakukan oleh para pengusaha untuk hal ini adalah menggunduli hutan. 

Tak hanya area untuk hewan berkembang biak, lahan kosong lagi-lagi dibutuhkan untuk menanam tanaman yang akan menjadi pakan ternak. Sekali lagi, hutan kembali digunduli. 

"Pertanian mengubah planet ini secara drastis. Untuk memproduksi susu, perlu tanah seluas Brasil. Untuk memproduksi daging sapi, perlu tanah seluas Kanada, Amerika Serikat, seluruh Amerika Tengah, Venezuela, Kolombia, dan Ekuador yang digabungkan. Untuk memproduksi susu, perlu tanah seluas Swedia. Untuk memproduksi pakan budi daya, perlu area seluas Inggris. Pola makan nabati akan mengurangi kebutuhan luas lahan untuk memproduksi pangan kita seluas 3,1 miliar hektar. Itu area seluas seluruh Benua Afrika," ujar Joseph Poore, peneliti dari Departemen Zoologi Universitas Oxford, Inggris.

Lebih banyak air tercemar

YouTube/EATING OUR WAY TO EXTINCTION

Parahnya, pestisida, herbisida, dan sejumlah pupuk kimiawi sintetis yang berbahaya untuk tanah juga disemprotkan lewat udara. Hal ini berdampak langsung kepada sumber air yang digunakan oleh warga suku penghuni asli hutan hujan Amazon. 

"Mereka menanam kedelai, lalu mereka menyebarkan racun, agrotoksik. Semuanya akhirnya menyebar ke sungai, tempat kami mencari air minum," kata salah satu warga suku.

Lebih banyak ekosistem laut rusak

civileats.com

Dalam kamus hidup Dr. Silvia Earl, seorang ilmuwan Amerika Serikat, saat masih kecil, zona mati lautan itu tak pernah ada. Perempuan pemegang rekor dunia untuk waktu terlama berjalan di dasar laut dalam tak terikat ini, menyebut fenomena tersebut muncul seiring dengan berkembangnya pertanian.

"Saat aku masih kecil, gagasan tentang zona mati di lautan itu bahkan tidak pernah ada di kamus kami. Tetapi pada abad ke-20, saat pertanian mulai berkembang pesat, daerah sekitar pantai mulai menunjukkan tanda kerusakan. Tempat pertama yang disorot dan paling terkenal adalah Teluk Meksiko," ungkapnya.

Menyambung poin selanjutnya, zona mati lautan adalah fenomena tahunan yang juga merupakan dampak dari pupuk kimiawi yang disemprotkan dari udara. Bahan kimia yang paling merusak ekosistem laut adalah nitrogen, yang memicu pertumbuhan ganggang. Makhluk dari kingdom protista ini menyebabkan air kekurangan oksigen sehingga kehidupan di sekitarnya mati. Ledakan popularitas kian parah sampai dapat dilihat dari pantauan luar angkasa.

Jika kamu ingin mendapatkan pengetahuan yang lebih menyeluruh soal topik ini, film Kisah Manusia Merangkai Punah dapat disaksikan secara gratis lewat YouTube. Dengan sajian audiovisual yang memanjakan mata dan telinga, penonton diajak untuk lebih peduli dengan masalah nyata yang tengah terjadi di lingkungan. Di akhir film, terdapat solusi untuk memininalisasi krisis iklim yang juga dimulai dari makanan. Tonton, yuk, Bela!

IDN Media Channels

Latest from Working Life