Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

#IMGS2022: Cara Aktualisasi Diri Judithya Pitana dalam Berkarier 

Perlunya miliki hustle culture

Nindi Widya Wati

Hari pertama #IMGS2022 menghadirkan banyak nama yang ternyata punya cerita inspiratif dalam tiap karier hidupnya. Salah satunya adalah sosok yang terlihat menghiasi panggung Future Is Female, yakni Judithya Pitana. 

Sebagai Editor in Chief Popbela.com yang dikenal sebagai media digital khusus perempuan millennial dan gen-Z, Judith berbagi pengalaman tentang aktualisasinya diri melalui karier.

Penasaran dengan kisah lengkapnya? Simak langsung dalam artikel ini, Bela!

Hustle culture berbahaya atau dibutuhkan?

Dok. IDN Media

Budaya hiruk pikuk atau hustle culture kini menjelma sebagai wujud budaya pekerja keras. Hal ini turut dirasakan ibu sekaligus wanita karier, Judithya Pitana atau lebih akrab disapa Judith. Sosok yang dikenal ahli strategi digital ini melihat huslte culture sebagai wujud persaingan yang cukup ketat dalam dunia kerja.

"Kalau aku melihat hustle culture di zaman sekarang, membawa orang-orang dalam persaingan yang sangat ketat. Jadi, menurut aku kalau seseorang nggak memiliki hustle culture, cenderung tertinggal sih,” pungkas Judithya Pitana di panggung Future Is Female #IMGS2022, pada Kamis (29/9/2022).

Aktualisasi diri melalui karier

Dok. IMGS 2022

Perjalanan karier Judith ternyata berawal sedari bangku kuliah yang terbiasa dengan hustle culture. Pasalnya, ia terbiasa membagi waktu antara jadi mahasiswa dan seorang pekerja dengan hanya menyisihkan waktu tidur selama 2 jam. Tak dipungkiri, jam terbang itu membantu Judith untuk memiliki limit stres semakin besar. 

”Jujur hustle culture yang aku rasain waktu kuliah, beneran ngebantu aku punya limit stress yang lebih besar, sih. Soalnya diri aku jadi bisa berpikir untuk tidak terlalu memikirkan ketakutan. Seperti, saat akan menjalani satu kesulitan maka aku otomatis berpikir bahwa hal itu pernah juga kok aku lalui," tuturnya.

Karena hal tersebut, Judith mempunyai satu pemikiran untuk memberikan input sekecil-kecilnya, namun output sebesar-besarnya. 

Adakah positif hustle culture saat pandemi?

Dok. IDN Media

Saat diminta menjawab pertanyaan tersebut, Judith teringat waktu di mana ia dan tim Popbela.com membuat satu acara bertajuk Festival Pulih.

”Jadi berhubungan dengan hustle culture, aku inget waktu buat Festival Pulih. Sebuah acara yang saat itu terbilang baru di Popbela.com, dari situ aku sempat mengalami hustle culture. Namun, dari sana akhirnya aku belajar hal baru, bahwa nggak semua hal bisa aku handle," papar Judith.

Mengerti akan banyak hal yang tidak bisa ia kerjakan seorang diri, Judith pun akhirnya mengerti bahwa hal tersebut tidak apa-apa. Selain itu, ia mengerti waktu tubuh merasa lelah dan perlu istirahat. Jadi, ia melihat hustle culture bisa memberi dampak positif, tergantung tiap pribadi dalam menyikapinya.

Perlunya faktor bekerja dari hati

Dok. IMGS 2022

"Gimana sih cara bekerja dari hati?"

Menjawab pertanyaan tersebut, Judith beranggapan bahwa cara agar diri kita tidak tertekan dan menganggap sebuah pekerjaan sebagai monster adalah dengan bekerja sesuai passion. Terdengar klise, namun nyatanya berangkat dari hal tersebut Judith juga bisa merasakan baiknya bekerja dari hati.

”I really love my job meskipun sering mengeluh, karena pekerjaan yang aku lakukan memang hal yang aku sukai. Jadi, kalau pun ada bad day di hari itu, tapi everything is good sih, nggak ngerasa capek,” ucapnya.

Quit quoting sebagai tindakan yang berlawanan

Dok. IDN Media

Jika membahas hustle culture, kini ramai di media sosial tentang quit quoting sebagai satu tindakan yang berlawanan. Berawal dari Amerika Serikat, quit quoting dikenal sebagai bekerja yang sesuai dengan jobdesk, namun tak memberi kontribusi lebih pada perusahaan. 

Dari kacamata Judith sebagai seorang pemimpin, cara mencegah pegawai melakukan quit quoting dengan mencari senior atau leaders yang mengerti empati. 

”Jadi kalau bahas quit quoting, menurut aku penting sih buat milih atasan yang mengerti akan rasa empati. Hal yang nyatanya berpengaruh sangat besar dalam sebuah company agar bisa terus berjalan,” ujar Judith. 

Melihat perlunya faktor support system

Dok. IDN Media

Berbicara tentang hustle culture, ada hal yang kerap disepelekan, namun nyatanya memberi dampak cukup besar bagi diri seseorang. Salah satunya adalah memiliki seorang support system. 

”Kalau melihat teman atau kolega aku, jujur merasa simpati karena terkadang mereka ternyata nggak punya orang atau lingkungan yang mendukung dalam karier hidupnya. Contoh, ada teman aku yang pengin menikah dan tetap bekerja, tapi ternyata suami nggak mendukung akan hal itu," cerita Judith.

Maka bagi perempuan karier yang satu ini, support system itu jadi satu hal yang penting. Namun perlu diingat, seorang support system tak melulu dari keluarga, bisa jadi dukungan ataupun respons baik datang dari teman dan lingkungan baru, Bela.

Menakar sebuah kesuksesan

Dok. IMGS 2022

Sejalan dengan karier yang dilalui Judith, jika berbicara tentang "sukses" ternyata ia memiliki definisi yang berubah dalam tiap tahapan kariernya.

”Kalau ngomongin soal sukses, dulu di awal karier aku mikir sukses itu kalau bisa beli tas branded, jabatan tinggi, atau punya rumah sendiri. Tapi, lambat laun akhirnya aku berpikir kalau sukses itu saat aku being contain,” ujarnya.

Melihat dari segala sisi, kini Judith merasakan kata ”sukses” tak lagi berpatokan dengan pencapaian yang berbau materi. Lantaran, saat ia bisa menghabiskan waktu bersama keluarga ataupun me time sudah jadi ukuran sukses bagi dalam dirinya.

”Saya sekarang menilai sukses bukan lagi dari pencapaian namun lebih ke bahagianya sebuah perasan,” simpul Judith. 

Itulah, kiranya hustle culture yang menurut Judithya Pitana jadi hal yang membantunya memiliki aktualisasi diri dalam berkarier. Patut dimiliki, namun perlu juga mempertimbangkan segala kondisi dan risikonya, Bela.

IDN Media Channels

Latest from Working Life