Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

'Avatar: The Way of Water' Review: Breathtaking & Eyegasm Movie

Menyegarkan mata pasca diserbu deretan film horor lokal

Niken Ari Prayitno

Melihat jumlah penonton film Indonesia yang tahun ini banyak mencapai lebih dari satu juta penonton, tentu membuat bangga. Itu artinya, antusias penonton untuk kembali menikmati film di bioskop semakin tinggi. Di antara deretan film yang berhasil ditonton lebih dari satu juta kali itu didominasi oleh film horor. Mulai dari KKN Desa Penari, Pengabdi Setan: Communion, Ivanna, hingga Qorin

Disadari atau tidak, film-film yang menduduki jumlah penonton terbanyak ini didominasi oleh film horor yang bernuansa gelap dan suram. Sepanjang film pun warna gelap, latar di malam hari, hingga darah menjadi yang paling sering kita lihat. Di tengah gempuran film horor lokal, Avatar: The Way of Water muncul untuk ‘membersihkan’ mata dari segala hal berbau horor. Sepanjang 3 jam 15 menit mata kita akan ‘dibersihkan’ oleh visual-visual memesona yang dijamin akan membuatmu eyegasm.

Sinopsis: hijrah untuk menyelamatkan keluarga

Dok. 20th Century Studios

Avatar: The Way of Water berkisah tentang pasangan Jake Sully (Sam Worthington) dan Neytiri (Zoe Saldana) yang hidup bersama empat anak mereka di tengah hutan belantara Pandora. Namun, keberadaan Jake di sana mengundang Sky People ke tengah hutan yang memburunya hidup-hidup karena satu alasan.

Merasa bahwa keluarganya tak lagi aman dan keberadaannya di Omaticaya hanya membahayakan rakyat di sana, Jake memutuskan untuk pergi. Ia pun mencari tempat aman dan Metkayina yang berada di pinggir pantai dipilih sebagai tempat tinggalnya yang baru.

Memang, keluarga Jake sangat diterima oleh masyarakat setempat. Termasuk sang kepala suku, Tonowari (Cliff Curtis). Namun, istrinya, Ronal (Kate Winslet) meragukan keluarga Jake bisa beradaptasi dengan baik lantaran fisiologi tubuh mereka yang sangat berbeda dengan rakyat di Metkayina.

Sebagai informasi, rakyat Metkayina memiliki tangan dan buntut yang besar karena mereka adalah perenang sekaligus penyelam yang andal. Postur tubuh mereka berbeda dengan keluarga Jake yang memiliki tubuh lebih kurus dan ringan karena mereka tinggal di antara pepohonan.

Namun, apakah keluarga Jake bisa bertahan di tempat tinggal baru mereka dan menjauhkan diri dari Sky People?

Jalan cerita yang klise, tertutup sempurna dengan visual yang indah

Dok. 20th Century Studios

Kalau boleh jujur, sebetulnya jalan cerita yang ditawarkan oleh Avatar: The Way of Water terbilang cukup klise. Sang tokoh utama pergi meninggalkan komuni ke komuni lainnya demi menyelamatkan keluarga, tapi musuh masih bisa melacak keberadaannya. Lalu, ada satu anak yang selalu mengambil risiko demi membuktikan keberaniannya. Simpel dan tanpa perlu melihat ending kamu pasti sudah bisa menebak bagaimana akhir dari kisah tersebut.

Namun, bukan James Cameron namanya jika membiarkan jalan cerita klise tersebut menjadi apa adanya. Dibantu oleh Russell Carpenter sebagai pengarah sinematografi, James berhasil menyulap kisah sederhana itu menjadi film yang indah dan penuh warna–meski didominasi warna biru.

Terlepas dari jalan ceritanya yang klise, satu hal yang perlu diperhatikan di sini adalah pengembangan dari masing-masing karakternya. Kita akan melihat bersama bagaimana karakter dari masing-masing tokoh tumbuh seiring dengan masalah yang mereka hadapi. Kita juga akan diajak ikut beradaptasi membiasakan diri melihat latar laut biru nan penuh warna di dasarnya, dari hutan Pandora yang menjadi latar di sekuel sebelumnya.

Eyegasm, ibadah mata, entah apapun sebutannya, Avatar: The Way of Water menjadi film terindah tahun ini

Dok. 20th Century Studios

Avatar yang rilis di tahun 2009 berhasil menuai banyak pujian dari para kritikus film. Bahkan, banyak penghargaan berhasil diraihnya sepanjang tahun 2010-2011 lalu. Beberapa di antaranya, Academy Award for Best Visual Effects (2010), Academy Award for Best Cinematography (2010), Academy Awards for Best Production Design (2010), Golden Globe Awards for Best Motion Pictures (2010), dan Golden Globe Awards for Best Director - Motions Pictures (2010).

Mengulang kesuksesannya 13 tahun lalu, James Cameron juga berhasil menghadirkan visual yang sangat memanjakan mata. Karena sukses membawa dunia bawah laut Metkayina, film ini mendapat banyak pujian dari penonton. Ada yang mengatakan kalau film ini benar-benar eyegasm, breathtaking movie, hingga ibadah mata. Apapun sebutannya, kita sama-sama sepakat kalau Avatar: The Way of Water benar-benar memuaskan dahaga visual akan film yang selama ini didominasi oleh film-film horor bernuansa gelap.

Di musim liburan ini, Avatar: The Way of Water bisa jadi alternatif hiburan dan liburan untuk kamu yang tidak sempat libur panjang di akhir tahun. Kisah tentang kasih sayang keluarga, sedikit selipan kisah cinta antar tokoh, hingga visual yang mengagumkan membuat film ini menjadi paket lengkap.

IDN Media Channels

Latest from Inspiration