Tutup
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
unfortunately

Miris, Begini Nasib Pekerja Seks di 9 Negara Selama Pandemi

Pekerja seks bahkan kesulitan menerima vaksin

Zikra Mulia Irawati

Di hari biasa saja, pekerja seks merupakan pekerjaan yang kerap mendapatkan stigma buruk di mata masyarakat. Berbagai bahaya pun mengancam mereka, seperti eksploitasi, kriminalisasi, diskriminasi, kekerasan, hingga ancaman berbagai penyakit menular seksual.

Keadaan makin buruk saat pandemi COVID-19 melanda dunia. Sebagai warga, hak untuk mendapatkan bantuan dan vaksin itu seharusnya ada. Namun, pil pahit mau tak mau rela mereka telan. Sejumlah pemerintahan memperlakukan mereka sebagai kriminal karena ilegalnya bisnis prostitusi. Berikut Popbela rangkumkan cerita lengkapnya.

1. Amerika Serikat

unsplash.com/rominafa

Prostitusi merupakan salah satu pekerjaan paling tua di dunia. Namun, berapa lama pun waktu berlalu, Amerika Serikat tak pernah menganggapnya demikian. Kegiatan membayar layanan seks hukumnya ilegal di sana.

Hal itu tak diindahkan oleh Addy Finch. Ia butuh uang untuk membiayai ayahnya yang sakit kanker. Pekerjaan ini juga membuatnya bisa berjalan-jalan karena "tamunya" berasal dari berbagai daerah.

Melansir michiganradio.org, ia tak bisa berbuat apa-apa selain mengandalkan tabungannya saat awal pandemi merebak. Akhir 2020, ia kembali bekerja karena uang simpanannya kian menipis. Hanya berselang sekitar dua pekan ia kembali, ia terjangkit COVID-19.

2. Meksiko

unsplash.com/freestocks

Cerita sebaliknya terjadi di Meksiko. Di sana, prostitusi merupakan pekerjaan legal. Menurut laporan Bloomberg, pemerintah membantu mereka dengan Programa Orquidea selama pandemi. Program itu membuat mereka mendapatkan kartu khusus yang bisa digunakan untuk membeli makanan dan obat-obatan. Namun, hal ini sempat memicu perdebatan di kalangan parlemen.

3. Afrika Selatan

unsplash.com/Ostap Senyuk

Beralih ke Benua Afrika. Alutha (nama samaran) merupakan salah satu pekerja seks asal Afrika Selatan. Baginya, menjalani pekerjaan ini di masa pandemi adalah melelahkan baik secara emosional maupun finansial.

"Situasi finansial yang disebabkan oleh kondisi ini telah sangat memengaruhi keluarga kami. ... Kami terputus dengan para klien karena protokol keselamatan yang ata karena pandemi, kami sangat paranoid karena kami mengkhawatirkan keselamatan kami juga. Kami terus-terusan bingung karena terkadang sulit untuk membedakan flu normal dan COVID-19. Hal ini juga menimbulkan stres emosional karena banyaknya kematian yang terjadi pada klien reguler kami," ucapnya, dikutip dari nacosa.org.za.

Alutha hanya ingin pemerintah tak lagi menjadikan prostitusi sebagai kriminalitas. Menurutnya, hal itu berbuntut panjang dengan timbulnya pelecehan, pemerkosaan, dan kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat, klien, bahkan polisi sekalipun.

4. Belanda

unsplash.com/Oleg Ivanov

Di Belanda, tepatnya Amsterdam, turunnya penghasilan secara drastis jadi hal yang paling banyak dikeluhkan. Lockdown yang dilakukan oleh pemerintah setempat tiap kali varian COVID-19 muncul, membuat mereka tak bisa bekerja.

Kondisi mereka kian miris saat pemerintah tak memberikan bantuan sosial kepada para pekerja seks. Akhirnya, mereka hanya dapat mengandalkan sejumlah dana darurat dan menggunakan uang hasil iuran dengan para pekerja seks lainnya.

5. Indonesia

unsplash.com/ᴇᴍɪ

Di negara kita sendiri, keadaan dunia ini tak jauh berbeda. Melansir IDNTimes.com, salah satu pekerja seks bernama Acha kehilangan begitu banyak pelanggan selama pandemi. Ia hanya memiliki penghasilan yang cukup untuk makan dan menghidupi ketiga anaknya. Padahal, ia biasa meraup Rp20 juta per bulannya.

"Aku punya anak tiga, jadi, ya, paling pengaruh di situ, tapi masih tercukupi sih. Kalau apartemen, sih, diusahain karena memang masih ada tabungan, simpanan," katanya.

6. Thailand

unsplash.com/Anthony Tran

Nasib kurang beruntung harus dialami para pekerja seks Thailand. Karena tak mendapatkan pelanggan, sekitar 3.000 orang harus berkeliaran dan terlunta-lunta di jalan karena minimnya pemasukan. Salah satu pekerja seks bahkan mengaku sudah sepekan tak mendapatkan klien untuk dilayani.

7. Bangladesh

unsplash.com/Jorge Salvador

DW melaporkan, sejumlah pekerja seks berusia 26 tahun ke atas di Bangladesh telah mendapatkan vaksin COVID-19. Namun, Samina Rahman dari HIV/AIDS Research and Welfare Centre mengungkap hal itu belum cukup. Para pekerja seks itu ia harapkan dapat memperoleh kartu penduduk resmi dan layanan konseling.

"Saat kita membicarakan pekerja seks, ada topik besar yang muncul, seperti mereka tak punya tabungan, mereka menerima tekanan, mereka mengalami stres psikologis," ujarnya.

8. India

unsplash.com/Rendy Novantino

Masalah kartu identitas resmi juga menghantui pekerja seks di negara tetangga Bangladesh, yaitu India. Dalam sebuah survei, diketahui bahwa kurang dari 35% dari mereka tak memiliki kartu tersebut. Akhirnya, mereka tak dapat mengakses sejumlah layanan kesehatan atau mendapat bantuan dari pemerintah setempat.

9. Jepang

Unsplash.com/Rodolfo Sanches Carvalho

Terakhir, ada Jepang yang sempat tak akan memberikan bantuan sosial kepada pekerja seks saat pandemi melanda. Setelah berbagai kontroversi, pemerintah kemudian memberikannya dengan sejumlah syarat. Pasalnya, prostitusi merupakan bisnis ilegal di Jepang.

Namun, hal itu masih dirasa belum cukup oleh salah satu pekerja seks bernama Mika. Menurutnya, orang tak dapat bertahan tanpa bekerja. Kebutuhan hidup pun tak hanya urusan perut, tetapi juga ada tempat tinggal yang harus dibayar sewanya.

"(Pemerintah) tidak mengatakan dengan jelas mereka akan membantu semua orang. ... Ada banyak orang yang tidak bisa makan dan bertahan tanpa bekerja," ucapnya, dikutip dari cnn.com.

Miris, ya, Bela? Semoga ada jalan keluar terbaik bagi para pekerja seks di negara-negara tersebut.

IDN Media Channels

Latest from Working Life