Yenny Wahid: "Perempuan Harus Membantu Satu Sama Lain" #BanggaJadiPerempuan

Penampilannya yang khas dengan kerudung membuat tokoh politik yang satu ini mudah diingat masyakarat. Sebagai putri dari mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid (alm.), Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid atau yang akrab disapa Yenny Wahid kini duduk sebagai direktur sebuah lembaga penelitian tentang Islam yaitu The Wahid Foundation yang didirikan oleh sang ayah. Perempuan kelahiran Jombang, 29 Oktober 1974 ini pernah menjadi koresponden di dua media Australia yaitu The Sydney Morning Herald dan The Age. Pengalamannya sebagai jurnalis yang tangguh saat meliput konflik di Timor Timur membuat ibu tiga anak ini dianugerahi Walkley Award, sebuah penghargaan tertinggi dalam dunia jurnalisme.
Nggak hanya dalam soal politik, Yenny disegani atas pandangan dan kepeduliannya terhadap perempuan dan kesetaraan gender. Pada acara Women, Peace and Security in Indonesia, Yenny memaparkan tentang pentingnya peran perempuan dalam melawan radikalisme. Nah, bagaimana ya pandangan beliau terhadap karier dan perempuan? Yuk, simak hasil interview Popbela dengan Yenny.

“Merasa down dan putus asa adalah sebuah proses dalam kehidupan. Namun saya berpikir bahwa selalu ada hikmah di balik itu semua. Saya dibesarkan di lingkungan yang beragama dan saya diajarkan mekanisme untuk mengembalikannya kepada Tuhan dan meminta kekuatan kembali kepada Tuhan untuk menjalani masa-masa sulit. Saya juga ingat bahwa ada pelajaran yang bisa diambil dari semua peristiwa. Ketika dihadapkan dengan masalah, solusinya adalah menguatkan diri dan mencari jalan keluar, ke depannya ingin seperti apa.”

“Sukses itu adalah hasil dari perjuangan yang panjang. Nggak ada kesuksesan yang datang secara tiba-tba. Semua berasal dari banyak sekali kegagalan. Sukses secara instan bukanlah kesuksesan, tapi keberuntungan yang jarang sekali terjadi. Jadi kalau ingin benar-benar sukses, you have to put it in a hard work, harus betul-betul mau bekerja keras dan siap gagal. Ketika gagal, kamu harus bisa bangkit lagi.”

“Terlibat konflik secara politis dan disaksikan oleh seluruh bangsa indonesia. Kekalahaan saat itu karena penguasa sedang nggak berpihak kepada kami. Namun dibalik itu semua ada pelajaran penting. Itulah yang menguatkan kami untuk bangkit. Ketika kami berhasil berada di satu titik atau posisi itu, sebenarnya itu juga merupakan kesuksesan."

“Perempuan Indonesia itu punya banyak sekali potensi. Namun selama ini ada beberapa hambatan bagi perempuan untuk maju, salah satunya yaitu hambatan sosial. Ada sebagian orang berpendapat bahwa tempatnya perempuan itu ada di dapur, sumur dan kasur. Perempuan harus meningkatkan rasa percaya diri bahwa dia mampu melakukan apa yang dia mau. Tapi, sebagai perempuan juga harus siap bekerja keras dan berkorban. Hal lain yang penting adalah perempuan harus saling membantu satu sama lain. Kenyataannya, banyak perempuan yang terjebak pada Cinderella syndrome. Ingin jadi paling pintar sendiri, unggul sendiri, paling cantik sendiri dan sibuk menjelek-jelekkan temannya. Perempuan harus berjuang sendiri, karena faktanya sangat jarang sekali ada laki-laki yang mau mengangkat isu perempuan.”

“Kesalahan yaitu membagi waktu. Kadang kita terlalu sibuk dan fokus terhadap apa yang kita kejar sehingga lupa untuk merawat diri sendiri. Tubuh kita bukanlah mesin.”

“Bangun tidur biasanya minum kopi atau air jeruk nipis, makan buah sama baca koran. Itu rutinitas saya.”

“Passionate, loving, committed.”

“Bagi saya, saya merasa punya privileges sebagai perempuan yaitu mengandung, melahirkan dan menyusui, dan itu adalah kodrat. Selama ini orang berpikir bahwa kodrat adalah ketika perempuan hanya mengurus dapur, sumur dan kasur. Padahal, kodrat itu adalah hal yang membedakan dia dari orang lain dan itu pemberian dari Tuhan. Kodrat perempuan ada 5, yaitu menstruasi, hamil, melahirkan, menyusui, dan menopause dan itu semua nggak bisa dilakukan oleh laki-laki. Di luar itu semua, namanya bukan kodrat tapi konstruksi sosial, norma yang terbentuk di masyarakat. Jadi jika ada yang bilang kalau perempuan nggak boleh kerja karena kodratnya mengurus rumah, itu salah.”

"Tantangannya adalah kadang saya merasa bersalah ketika ingin memanjakan diri sendiri karena waktu begitu berharga. Ketika istirahat, saya mikir ‘Waduh, seharusnya waktu ini bisa digunakan untuk datang ke undangan’ karena nggak enak kalau harus menolak banyak orang. Tapi kita harus sayang sama diri sendiri juga. Sekarang saya sudah bisa melatih diri untuk menolak undangan karena toh saya nggak bisa menyenangkan semua orang.”



















