Nama Tsamara Amany mencuat dalam beberapa tahun terakhir, ketika perempuan yang kala itu masih duduk di bangku kuliah terjun ke dunia politik. Perempuan kelahiran 24 Juni 1996 itu memulai karir politiknya dengan menulis beragam artikel politik. Tak berhenti sampai di situ, dia pun ikut berpartipasi dengan menjadi saksi dalam sidang uji materi persyaratan calon independen di Pilkada dan sempat menjadi staf magang di Balai Kota.
Tsamara yang lulus dengan gelar magna cum laude dari Universitas Paramadina ini juga sangat memperhatikan isu-isu perempuan. Menurutnya, banyak isu yang penyelesaiannya berjalan sangat lambat.
Lebih lanjut, simak saja wawancara Popbela dengan Tsamara Amany berikut ini.
Berawal dari keluarga yang demokratis
Keputusan Tsamara terjun ke dunia politik, menurutnya, diawali dari didikan keluarganya yang sangat demokratis. Tsamara mengaku dia kerap berdebat dengan orangtuanya dan sikap mereka pun sangat terbuka.
“Iya.. dan kita berdebatnya sangat passionate. Papaku teriak, mamaku teriak, habis itu setelah satu jam kita sudah ketawa-ketawa lagi. Orang pikir kita lagi berantem, padahal kita lagi debat aja,” tutur Tsamara.
Meski begitu, perempuan berusia 23 tahun ini juga mengatakan ada pihak keluarga yang sangsi akan keputusannya masuk ke dunia politik.
“Ada, sih, keluarga besar yang nanya, kamu ngapain masuk ke politik? Cuma buat aku, sih, yang penting dukungan orangtua. Karena ketika mereka mendukung dan percaya, kenapa aku harus peduli sama yang lainnya. Yang paling penting juga adalah kita sendiri. Apa yang membuat kita nyaman. Jangan sampai ada pressure dari orang lain yang menekan kita,” jelasnya.
“Aku tahu banyak teman-teman muda yang pengen sekali kerja sesuai passion-nya. Cuma mereka ngerasa, duh, apa kata orang, kalau ternyata gaji nggak cukup, apalagi nanti mau nikah, tabungan nggak ada. Menurut aku, sih, yang penting kita punya planning. Aku nggak pernah menyesali kerja sesuai passion. Meskipun kadang belum berhasil, aku nggak pernah merasa itu sebagai kegagalan. Itu adalah bagian dari proses. Buat aku, sih, lakukan apa saja yang kita suka, jangan sampai terbebani.”
Nggak pernah takut sama haters
Berada di dunia perpolitikan yang ‘panas’, Tsamara juga kerap mendapat kritikan pedas atau bahkan omongan buruk dari haters. Tsamara menganggap itu semua sebagai cambuk baginya untuk menjadi lebih baik lagi.
“Kalau menurut aku, sih, haters itu membantu. Kenapa? Karena mereka akan selalu cari kesalahan kita dan kita butuh mereka. Ketika kesalahan kita betul-betul salah, kita, kan, jadi punya keinginan untuk memperbaiki diri. Di sisi lain, ada juga haters yang memang adalah tukang bully. Pokoknya nyebelin, deh.”
“Kalau sudah yang kaya gitu, aku biarin aja. Ketika masuk dalam dunia politik, kita punya tujuan, apa, sih, yang mau kita kontribusikan? Kenapa, sih, masuk ke dunia ini? Menurut aku, yang paling penting kita meraih tujuan dibanding pusing sama haters. Buat apa kita memikirkan hal-hal yang akhirnya menghabiskan energi kita, baca komentar haters. Sudahlah, let it go. Kalau kita benar-benar ingin berkarya dan kasih impact ke society, ya sudah fokus saja terhadap apa yang ingin dilakukan. Jangan pusingin kata orang.”