Apa Hukum Menjual Daging Kurban? Ini Penjelasannya!

- Menjual daging kurban bagi orang yang berkurban dan menyembelihnya tidak diperbolehkan.
- Penerima kurban yang umumnya tidak mampu secara finansial diberi kelonggaran untuk menjualnya, selain jual-beli kepada orang muslim.
- Ibadah kurban dianjurkan kepada orang yang mampu melaksanakannya dan daging kurban dibagikan kepada golongan orang yang membutuhkan.
Apa hukum menjual daging kurban? Rasanya pertanyaan seputar kurban tak ada habisnya jika dilihat dari gaya hidup modern. Karena biaya hidup yang kian mahal, tak sedikit yang terpikirkan untuk menjual daging kurban. Namun, apakah hal tersebut diperbolehkan?
Setelah Popbela menelusuri berbagai sumber, rupanya ada perbedaan pendapat dari para ulama. Sebagian ada yang mengatakan boleh, dan ada juga yang tidak, tergantung siapa yang ingin menjualnya. Lebih lengkap, simak dalil dan pembahasannya di bawah ini.
Orang yang tidak boleh menjual daging kurban

Mengutip dari situs NU Online Jatim, pada dasarnya ibadah kurban dianjurkan kepada orang yang mampu melaksanakannya. Daging yang sudah disembelih kemudian dibagikan kepada golongan orang yang membutuhkan, contohnya para fakir. Hal ini tercantum dalam Al-Qur'an surat Al-Hajj ayat 28:
فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
Artinya: Maka makanlah sebagian darinya (hewan kurban) dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan oleh orang-orang yang sengsara dan fakir.
Oleh karena itu, para ulama dari mazhab Syafi'iyah sepakat bahwa orang yang berkurban tidak diperkenankan untuk menjual daging maupun kulit hewan yang disembelihnya. Hal ini termasuk untuk biaya penyembelihan, misalnya ongkos tukang jagal dan sebagainya, karena panitia kurban yang dibentuk selama ini merupakan kepanjangan tangan dari pihak yang berkurban (wakil). Jadi, hukum yang sama juga diberlakukan kepadanya.
Orang yang boleh menjual daging kurban

Sementara itu, ada pendapat ulama yang mengizinkan penerima kurban boleh menjual daging kurban, terutama jika berada di situasi yang mendesak. Mengutip dari situs Lembaga Sosial Pesantren Tebuireng, Syaikh Sa‘id bin Muhammad Ba‘asyin dalam karyanya Busyral Karim Bisyarhi Masa’ilit Ta‘lim mengatakan:
وتردد البلقيني في الشحم، وقياس ذلك أنه لا يجزئ كما في التحفة، وللفقير التصرف فيه ببيع وغيره أي لمسلم، بخلاف الغني إذا أرسل إليه شيء أو أعطيه، فإنما يتصرف فيه بنحو أكل وتصدق وضيافة، لأن غايته أنه كالمضحي
Artinya: Al-Bulqini sangsi perihal lemak hewan kurban. Berdasar pada qiyas, tidak cukup membagikan paket kurban berupa lemak seperti keterangan di kitab Tuhfah. Sementara orang dengan kategori fakir boleh mendayagunakan daging kurban seperti menjualnya atau transaksi selain jual-beli kepada orang muslim. Berbeda dengan orang kaya yang menerima daging kurban. Ia boleh mendayagunakan daging itu hanya untuk dikonsumsi, disedekahkan kembali, atau menjamu tamunya.
Kesimpulannya, orang yang berkurban dan yang dimintai tolong untuk menyembelihnya tidak diperbolehkan untuk menjual daging kurban. Sementara itu, penerima kurban yang umumnya tidak mampu secara finansial diberi kelonggaran untuk menjualnya, selain jual-beli kepada orang muslim. Wallahu a'lam bisshawab.



















