Baca artikel Popbela lainnya di IDN App
For
You

6 Tradisi Malam Satu Suro dari Berbagai Daerah di Indonesia

9_20250616_151118_0008.png
Dok. Istimewa
Intinya sih...
  • Malam Satu Suro adalah perayaan tahun baru Islam yang penuh energi spiritual dan ritual sakral, digelar pada malam tanggal 1 Muharram dalam kalender Hijriah.
  • Tradisi Malam Satu Suro di Indonesia meliputi kirab pusaka keraton, jamasan pusaka, tirakat dan tapa bisu, larung sesaji di pantai selatan, malam renungan di Gunung Lawu, dan upacara adat di Banyuwangi dan Bali.
  • Setiap daerah memiliki cara unik untuk menyambut Malam Satu Suro dengan tradisi khusus yang sarat akan simbol budaya, introspeksi spiritual, penghormatan terhadap leluhur, dan permohonan keselamatan bersama.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Malam Satu Suro, yang jatuh pada malam tanggal 1 Muharram dalam kalender Hijriah, bukan hanya penanda tahun baru Islam, tetapi juga menyimpan makna magis bagi sebagian masyarakat di Indonesia, terutama di Jawa. Bagi banyak orang, malam ini dianggap sakral, penuh energi spiritual, bahkan angker. Suasananya sering dikaitkan dengan dunia mistis, kontemplasi, dan ritual-ritual tradisional yang sarat simbol dan makna.

Bukan tanpa alasan, sejumlah daerah di Indonesia memiliki tradisi khusus yang hanya dilakukan saat Malam Satu Suro. Dari tirakat sunyi, jamasan pusaka, hingga kirab budaya, malam ini dijadikan momen untuk membersihkan diri lahir batin, sekaligus menghormati leluhur dan menjaga warisan budaya. Penasaran bagaimana tradisi-tradisi ini dilakukan? Berikut ulasan lengkapnya, Bela!

Apa Itu Malam Satu Suro?

1_20250616_151117_0000.png
Dok. Istimewa

Malam Satu Suro berasal dari gabungan penanggalan Jawa dan Islam. Dalam kalender Jawa, "Suro" merupakan nama bulan pertama yang bertepatan dengan bulan Muharram dalam kalender Hijriah. Satu Suro adalah hari pertama dalam bulan tersebut, dan malam Satu Suro adalah malam sebelum hari itu dimulai—mirip dengan perayaan tahun baru. Namun, berbeda dengan perayaan meriah seperti tahun baru masehi, malam ini justru diisi dengan suasana hening, ritual sakral, dan refleksi spiritual.

Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, Malam Satu Suro adalah waktu yang sangat “wingit” atau sakral. Banyak yang percaya bahwa pada malam ini batas antara dunia nyata dan dunia gaib menjadi tipis. Oleh karena itu, berbagai ritual dilakukan untuk mencari keselamatan, tolak bala, atau menyucikan diri dari energi negatif.

Tradisi Malam Satu Suro di berbagai daerah

5_20250616_151117_0004.png
Dok. Istimewa

Apa yang membuat Malam Satu Suro terasa begitu berbeda dibanding malam lainnya? Di balik suasananya yang sunyi dan sakral, malam ini menyimpan beragam tradisi budaya yang masih dijaga hingga kini. Dari keraton hingga pesisir, setiap daerah punya cara unik untuk menyambut malam yang dipercaya penuh energi spiritual ini.

1. Kirab Pusaka Keraton Surakarta dan Yogyakarta

2_20250616_151117_0001.png
Dok. Istimewa

Di Keraton Yogyakarta, tradisi mubeng beteng dilaksanakan pada Malam Satu Suro dengan ribuan abdi dalem dan warga berjalan sunyi mengelilingi benteng keraton (±5 km) dalam khidmat, sebagai simbol tirakat dan doa memohon keselamatan, dimulai saat lonceng Kyai Brajanala dibunyikan 12 kali. Di Surakarta, tradisi serupa diadakan oleh Keraton Kasunanan dengan sekitar 14 pusaka, termasuk kerbau sakral kebo bule, diarak keliling dalam prosesi simbolik yang menegaskan kekuatan warisan spiritual dan lintas generasi.

2. Jamasan Pusaka (Membersihkan Benda Sakral)

3_20250616_151117_0002.png
Dok. Istimewa

Ritual jamasan dipraktikkan secara luas—di Solo, Magelang, Blitar, hingga komunitas pesisiran. Biasanya terdiri atas tujuh tahapan, mulai dari penghormatan terhadap asal-usul pusaka (susilaning nglolos dhuwung), pencucian dengan abu, jeruk nipis, sampai pemberian minyak dan wewangian bunga—dengan filosofi membersihkan pusaka sekaligus membersihkan diri secara spiritual.

3. Ritual Tirakat dan Tapa Bisu

4_20250616_151117_0003.png
Dok. Istimewa

Beberapa komunitas di sekitar Keraton Yogyakarta menjalankan tapa bisu—berjalan tanpa berbicara dan tanpa alas kaki mengelilingi benteng sebagai bentuk tirakat batin. Hal ini bertujuan untuk kontemplasi dalam, introspeksi diri, serta pengendalian nafsu, sesuai tradisi meditatif Jawa pada Malam Satu Suro.

4. Larung Sesaji di Pantai Selatan

6_20250616_151117_0005.png
Dok. Istimewa

Di Parangtritis dan pantai selatan Jawa, masyarakat melarung sesaji ke laut—berisi bunga, buah, dan makanan—sebagai ungkapan syukur sekaligus permohonan keselamatan dari marabahaya laut dan dunia gaib yang dipercaya aktif pada malam Satu Suro .

5. Malam Renungan di Gunung Lawu

7_20250616_151117_0006.png
Dok. Istimewa

Gunung Lawu dikenal sebagai tempat spiritual yang ramai dikunjungi peziarah saat malam Satu Suro. Mereka biasanya melakukan meditasi, bermalam di lereng gunung, dan mengikuti berbagai ritual spiritual sebagai bentuk pencarian ketenangan dan pencerahan.

6. Upacara Adat di Banyuwangi dan Bali

8_20250616_151117_0007.png
Dok. Istimewa

Di Banyuwangi, komunitas Osing menggelar upacara tolak bala: doa, pembacaan mantra, dan sedekah bersama masyarakat untuk mengusir energi negatif menyongsong tahun baru Hijriah. Meski mayoritas Bali beragama Hindu dan merayakan tahun baru Saka, sebagian komunitas tetap melakukan renungan spiritual pada malam Satu Suro, sebagai bentuk toleransi dan akulturasi budaya lokal.

Semua tradisi tersebut menunjukkan bagaimana masyarakat Indonesia menyempurnakan malam Satu Suro melalui ritual dan simbol budaya dengan introspeksi spiritual, penghormatan terhadap pusaka, dan permohonan keselamatan bersama. Kalau ada informasi lain yang kamu tahu, bisa tulis lewat kolom komentar, Bela!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ayu Utami
EditorAyu Utami
Follow Us

Latest in Lifestyle

See More

12 Fenomena Langit Sepanjang Desember 2025, dari Supermoon hingga Hujan Meteor Spektakuler

05 Des 2025, 21:15 WIBLifestyle