Profil Sanae Takaichi, Perdana Menteri Perempuan Pertama Jepang

- Sanae Takaichi terpilih sebagai perdana menteri perempuan pertama Jepang
- Takaichi memiliki latar belakang keluarga dan pendidikan yang kuat, serta awal karier di dunia politik yang menarik
- Kedekatan politiknya dengan mantan Perdana Menteri Shinzo Abe dan kontroversi pandangan sosialnya menjadi sorotan
Jepang akhirnya memiliki perdana menteri perempuan pertama. Ia adalah Sanae Takaichi, seorang ultra konservatif dengan pandangan tradisional tentang peran gender. Beberapa waktu lalu, ia sempat viral karena mengaku suka kerja dan musik heavy metal.
Parlemen Jepang memilihnya pada hari Selasa, beberapa minggu setelah ia terpilih memimpin Partai Demokrat Liberal (LDP) yang konservatif dan telah berkuasa selama tujuh dekade terakhir. Sanae Takaichi merupakan sosok yang telah mengadvokasi pembatasan imigrasi yang lebih ketat dan mendukung kebijakan yang agresif terhadap Tiongkok.
Simak informasi profil Sanae Takaichi lebih lengkap di bawah ini!
Latar belakang keluarga dan pendidikan Sanae Takaichi

Sanae Takaichi lahir dan besar di prefektur Nara, Jepang bagian tengah. Ayahnya, Daikyū Takaichi, bekerja di sebuah perusahaan otomotif yang berafiliasi dengan Toyota. ibunya, Kazuko Takaichi, bertugas di Kepolisian Prefektur Nara.
Orang tua Sanae Takaichi sempat menolak untuk membiayai dirinya untuk berkuliah di universitas elit yang jauh dari rumahnya karena ia adalah seorang perempuan. Kala itu, ia sebenarnya memenuhi syarat untuk belajar di Universitas Keio dan Waseda di Tokyo.
Pada akhirnya, ia belajar di Universitas Kobe, sebuah universitas nasional bergengsi, dengan membiayai sendiri biaya kuliahnya melalui pekerjaan paruh waktu. Ia juga menempuh perjalanan pulang pergi enam jam dari rumah orang tuanya. Setelah lulus, ia mendaftar di Institut Matsushita lalu sempat pindah ke Amerika Serikat.
Dari segi kehidupan asmara, Sanae Takaichi menikah dengan sesama anggota DPR, Taku Yamamoto , pada tahun 2004. Karena tak kunjung dikaruniai anak, Sanae Takaichi mengadopsi tiga anak sang suami dari pernikahan sebelumnya.
Keduanya sempat bercerai pada bulan Juli 2017, dengan alasan pandangan dan aspirasi politik yang berbeda. Namun, mereka rujuk pada 2021. Sanae Takaichi sudah menyerah untuk melahirkan anak karena menjalani sebuah operasi penyakit ginekologi.
Awal karier di dunia politik

Pada tahun 1987, Takaichi pindah ke Amerika Serikat berkat bantuan dari Institut Matsushita. Di sana, ia bekerja sebagai anggota Kongres di kantor Anggota DPR Pat Schroeder, seorang Demokrat dari Colorado meskipun ia sendiri berhaluan konservatif.
Setelah kembali ke Jepang, ia berhasil mem-branding dirinya sebagai pakar politik internasional dan mendapatkan pekerjaan sebagai presenter televisi. Dari sinilah ia akhirnya beralih dari menjadi tokoh TV menjadi politisi. Cara ini merupakan jalur politik yang umum dilakukan di Jepang.
Sanae Takaichi pertama kali terpilih menjadi anggota majelis rendah parlemen Jepang, Dewan Perwakilan Rakyat , dalam pemilihan umum Jepang tahun 1993 sebagai seorang independen. Pada tahun 1996, Takaichi mencalonkan diri sebagai kandidat yang disetujui dari Partai Perbatasan Baru dan terpilih kembali menjadi anggota DPR
Sanae Takaichi mulai bergabung dengan LDP pada 5 November 1996. Ia direkrut oleh Sekretaris Jenderal LDP Koichi Kato. Tindakannya berpindah partai, dua bulan setelah memenangkan pemilihan dengan suara anti-LDP, mengakibatkan kritik keras dari anggota Partai Perbatasan Baru.
Kedekatan politik dengan mantan Perdana Menteri Shinzo Abe

Setelah bergabung dengan LDP, Sanae Takaichi menjabat di sejumlah posisi penting pemerintahan, termasuk Menteri Keamanan Ekonomi. Ia pernah bekerja di bawah mantan Perdana Menteri Shinzo Abe, sebagai Menteri Komunikasi Internasional (2014-2017, 2019-2020). Tugasnya adalah bertanggung jawab atas kebijakan telekomunikasi dan regulasi media penyiaran.
Sanae Takaichi dan Shinzo Abe disebut memiliki pandangan politik yang sama, terutama dalam hal isu-isu seperti Tiongkok dan pandangan revisionis tentang Perang Dunia II yang dianut banyak kaum ultra-konservatif di Jepang. Ia bahkan mendapatkan dukungan Shinzo Abe dalam pemilihan pemimpin partai tahun 2021.
Kontroversi Sanae Takaichi

Sanae Takaichi sering disebut sebagai Margaret Thatcher versi Asia. Keduanya konservatif, agresif, dan tidak ingin dianggap lemah. Faktanya, mantan Perdana Menteri Britania Raya tersebut memanglah role model Perdana Menteri baru Jepang ini.
Beberapa pandangan Sanae Takaichi dianggap kontroversial, terutama dalam isu sosial. Dalam sambutannya selama bertahun-tahun, ia meremehkan agresi Jepang selama perang dan mengkritik pengadilan kejahatan perang yang diadakan Sekutu setelahnya untuk menghukum para pemimpin Jepang di masa perang. Dirinya juga diketahui rutin mengunjungi Kuil Yasukuni yang kontroversial, tempat para penjahat perang yang dihukum dimakamkan dan dimuliakan.
Sanae Takaichi juga menuai kontroversi karena sikapnya yang meremehkan imigran dan bahkan turis. Saat berkampanye, ia mengutip laporan yang belum dikonfirmasi tentang turis yang menendang rusa suci di Taman Nara. Sikap ini dikritik sebagai bentuk xenophobia.
Sebagai seorang konservatif, Sanae Takaichi telah lama memperjuangkan peran gender tradisional, menentang pernikahan sesama jenis, dan mendukung suksesi takhta Jepang yang hanya boleh dilakukan oleh laki-laki.
Sanae Takaichi terpilih jadi Perdana Menteri

Sanae Takaichi terpilih menjadi Perdana Menteri Jepang, menggantikan Shigeru Ishiba. Meski baru menjabat, ia akan langsung disibukkan dengan menerima kunjungan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, minggu depan.
Meski memiliki label "Perdana Menteri Perempuan Pertama Jepang", Sanae Takaichi tampaknya tidak memprioritaskan isu kesetaraan gender. Meski telah berjanji selama kampanye untuk meningkatkan jumlah perempuan mendekati 50% seperti negara-negara Nordik, nyatanya ia hanya menunjuk dua perempuan.
Bagaimana tanggapanmu terhadap terpilihnya Sanae Takaichi sebagai Perdana Menteri Jepang yang baru ini, Bela?



















