Review 'Ejen Ali: The Movie 2': Visual Ciamik, Konflik Makin Kompleks

- 'Ejen Ali: The Movie 2' menawarkan cerita yang lebih besar dan penuh tantangan baru, dengan visual yang memukau dan alur cerita yang menyentuh isu-isu relevan.
- Film ini mengajak penonton menyelami dunia Ali yang dihadapkan pada misi kompleks, teknologi mutakhir, konflik emosional, keberanian, tanggung jawab, dan arti menjadi pahlawan.
- Ali ditantang untuk membuktikan kemampuannya dalam SATRIA—program yang memperlengkapi agen dengan kostum canggih dan senjata mutakhir, sementara konflik dibangun secara berlapis dengan ketegangan emosional.
Setelah sukses mencuri perhatian lewat film pertamanya, 'Ejen Ali: The Movie 2' kembali hadir dengan skala cerita yang lebih besar dan penuh tantangan baru. Tayang di bioskop Indonesia mulai 27 Juni 2025, sekuel ini mengajak penonton menyelami dunia Ali bin Ghazali yang kini dihadapkan pada misi yang jauh lebih kompleks—dengan teknologi mutakhir dan konflik yang lebih emosional.
Dibalut dengan visual yang makin memukau dan alur cerita yang menyentuh isu-isu relevan, film ini menawarkan lebih dari sekadar aksi seru. Kali ini, Ejen Ali: The Movie 2 mengajak kita merenung tentang keberanian, tanggung jawab, dan arti menjadi pahlawan. Yuk, simak ulasan lengkapnya di bawah ini, Bela!
Sinopsis film Ejen Ali: The Movie 2

Berangkat dari akhir musim ketiga serial animasinya, Ejen Ali: The Movie 2 mengajak penonton mengikuti misi terbaru Ali yang penuh risiko dan kejutan. Kali ini, ia bersama Alicia, Paman Bakar, dan si kucing Comot ditugaskan untuk menguji Satria, teknologi kostum canggih dari MATA yang dirancang untuk memperkuat fisik dan mempertajam kemampuan mental penggunanya.
Ali dipilih sebagai agen pertama yang mencoba Satria demi menjaga Cyberaya, namun situasi berubah drastis saat geng kriminal Neonimus muncul kembali dengan kekuatan yang jauh lebih besar. Di tengah kekacauan, hadir sosok misterius bernama Cero yang membawa rahasia penting dari masa lalu Alicia, memicu konflik batin dan ketegangan baru dalam tim. Dalam situasi genting ini, Ali ditantang untuk membuktikan kemampuannya, mempertahankan persahabatan, dan mencari kebenaran di balik ancaman besar yang mengintai.
Hadapi dunia baru dan ancaman baru

Ali kini ditugaskan dalam proyek ambisius bernama SATRIA—program yang memperlengkapi agen dengan kostum canggih dan senjata mutakhir, termasuk busur panah dan IRIS, kacamata super pintar yang mampu menganalisis lingkungan sekitar. Meski teknologi ini menjanjikan kekuatan luar biasa, muncul pertanyaan besar: apakah kemajuan teknologi mampu menggantikan jiwa dan intuisi manusia? Ali sendiri masih dianggap belum cukup stabil untuk menjadi ujung tombak proyek ini, namun saat ancaman baru bernama Neonimus mulai mengguncang Cyberaya, organisasi MATA akhirnya menurunkannya ke garis depan sebagai harapan terakhir.
Ketegangan dari luar dan dalam

Salah satu daya tarik terbesar film ini adalah bagaimana konflik dibangun secara berlapis. Bukan cuma aksi ledakan dan pertempuran, tapi juga ketegangan emosional. Ali merasa terpinggirkan setelah sempat dituduh menyabotase sistem. Sementara Alicia, rekan sekaligus rivalnya, mulai menunjukkan kemampuan aneh seperti melihat masa depan—yang justru menggerogoti fisik dan pikirannya sendiri.
Hubungan mereka diuji, terutama ketika keduanya harus menghadapi musuh besar sekaligus mempertanyakan siapa sebenarnya yang bisa dipercaya. Kehadiran karakter seperti Ejen Rizwan, Ejen Dayang, dan Jenderal Rama memberikan kedalaman dalam konflik antara nilai-nilai lama dan teknologi yang makin agresif.
Visual lebih berani, emosi lebih tajam

Film untuk semua umur ini mengalami peningkatan luar biasa dari sisi teknis, mulai dari gerakan karakter yang lebih halus, koreografi aksi yang makin intens, hingga desain makhluk seperti Cero, monster laba-laba, dan AI raksasa yang ditampilkan dengan detail mengagumkan. Visualnya mendekati kualitas anime Jepang papan atas berkat pencahayaan yang dinamis dan efek visual yang ciamik, menjadikan setiap adegan terasa hidup dan penuh energi.
Tak hanya mengandalkan visual, skoring musik dalam film ini juga mampu mengaduk emosi penonton. Momen-momen seperti ketika Alicia menyaksikan ayahnya tumbang di medan perang atau saat ia harus berhadapan langsung dengan Ali yang sudah berubah dalam mode SATRIA, terasa sangat kuat dan menggugah. Lagu “Teman Sejati” dari Nidji pun mengiringi salah satu klimaks cerita dengan lirik dan melodi yang menyentuh, merangkum ikatan antara Ali dan Alicia yang rumit namun tulus.
Cerita yang tumbuh bersama penontonnya

Meski ada bagian emosional yang terasa sedikit terburu-buru—seperti perubahan hati beberapa karakter yang kurang diberi ruang untuk berkembang—film ini tetap berhasil menyampaikan pesan utamanya dengan kuat. Tema seperti pencarian jati diri, pengorbanan demi kebaikan bersama, hingga masa depan teknologi berhasil dijalin dalam narasi yang mudah diikuti tanpa kehilangan kedalaman emosinya.
Ejen Ali: The Movie 2 bukan sekadar kelanjutan dari film pertamanya, melainkan sebuah evolusi dari semesta Ejen Ali yang kini berani menyentuh tema-tema yang lebih gelap dan reflektif, tanpa kehilangan daya tariknya sebagai tontonan keluarga. Cocok untuk penonton segala usia, terutama mereka yang tumbuh bersama Ali dan kini ingin melihatnya menghadapi dunia yang lebih kompleks. Ejen Ali: The Movie 2 patut masuk di daftar tontonan bioskop tahun ini, Bela!