DAY 1 The Papandayan Jazz Fest: Rayakan Satu Dekade Musik dan Budaya

- Penampilan R3AL membawa energi baru ke Cimanuk Stage dengan lagu-lagu pop-jazz modern.
- Barsena Basthandi berbagi perjalanan musikalnya dan pentingnya terus mengulik dalam sesi master class.
- Penampilan paduan suara Music Mind Children Choir menegaskan inklusivitas TPJF bagi generasi muda untuk mengekspresikan diri.
Akhir pekan di Bandung terasa berbeda saat The Papandayan Jazz Fest (TPJF) 2025 resmi dibuka pada Sabtu (4/10/2025). Menandai satu dekade perjalanan, festival ini menghadirkan delapan panggung istimewa yang dipenuhi harmoni jazz lintas generasi sejak siang hingga malam. Dua area terbaru, Pasar Jazz dan Pool Deck (Ron88 Stage), menambah semarak suasana, menjadikan setiap sudut The Papandayan penuh dengan energi musik, budaya, dan kebersamaan.
Bagi komunitas jazz, TPJF selalu jadi momen tahunan yang ditunggu. Namun kali ini terasa lebih spesial—bukan hanya karena genap sepuluh tahun, tetapi juga karena bagi Popebal ini menjadi pengalaman pertama yang penuh makna. Kalau ingin mengikuti keseruannya, simak informasi lengkapnya dalam artikel berikut ini, Bela!
R3AL memanaskan Cimanuk Stage

Suasana siang di Cimanuk Stage dibuka penuh energi oleh penampilan R3AL. Membawakan lagu-lagu dengan sentuhan pop-jazz modern, mereka berhasil membuat penonton yang baru berdatangan ikut bergoyang kecil sambil menikmati sajian musik. Lagu cover “Day 1” milik Honne jadi magnet tersendiri, membuat penonton bersenandung bersama.
"Selamat datang di Cimanuk Stage, TPJF (The Papandayan Jazz Fest) ini menjadi stage pertama kami. Siapa sangka dua tahun yang lalu saya sempat jadi MC, tapi sekarang bisa manggung di sini," pungkas sang vokalis sebelum lanjut menyanyikan lagu "Tentang Aku" dari Jingga.
Kehangatan ini menjadi pembuka manis bagi festival yang berlangsung hingga malam hari. Apalagi, di panggung indoor ini tersedia bean bag yang membuat penonton bisa menikmati musik dengan nyaman dan santai.
Master Class: Barsena Basthandi di TP Stage

Tak hanya suguhan musik, TPJF juga menghadirkan sisi edukatif. Di TP Stage, Barsena Basthandi membagikan perjalanan musikalnya dalam sesi master class. “Sejak kecil, keluarga saya itu semacam ‘TikTok’-nya pada masa itu, yang memberikan fondasi musik bagi saya,” ucap Barsena sambil tersenyum. Ia bercerita tentang perjalanannya dari pemain band sekolah, belajar keyboard dari sang ayah, hingga merilis lagu perdananya "Hasrat Jiwa" pada 2014.
Barsena juga membagikan kunci penting bagi musisi muda yaitu jangan berhenti mengulik. “Kalau di label ada A&R, tugasnya memastikan karya itu bisa berkembang secara komersial. Tapi dasar dari semua itu tetap: mengulik,” katanya. Malam hari, Barsena kembali hadir, kali ini di Ron88 Stage dengan format penuh. Membuka dengan “Mati Satu Tak Tumbuh Lagi” dan “Satu Titik Dua Koma”, ia menghipnotis penonton lewat balutan suara khasnya.
Momen emosional hadir saat ia membawakan "Seperti Laut Kepada Langit" sambil mengenang kepergian kedua orang tuanya. “Saya mengabadikan momen ini lewat doa di setiap lagu,” ungkapnya. Yang membuat penampilan Barsena makin spesial, karena ia melakukan duet manis bersama Fadilah Intan dengan menyanyikan lagu "Pura-Pura Bahagia", lagu yang menjadi soundtrack film Air Mata di Ujung Sajadah 2. Bersena menutup set dengan penuh hangat lewat lagu “Ruang Baru”.
Music Mind Children Choir di Tropical Garden

Sore itu, suasana Tropical Garden berubah riuh ceria berkat penampilan Music Mind Children Choir. Deretan anak-anak, mulai dari usia balita hingga remaja belasan tahun, tampil penuh semangat membawakan lagu-lagu tradisi seperti “Boneka Abdi” hingga “Mojang Priangan”.
Dengan aransemen paduan suara yang segar, harmoni suara mereka menghadirkan nuansa hangat sekaligus membangkitkan rasa bangga akan kekayaan budaya lokal. Momen ini menegaskan bahwa TPJF bukan hanya milik para musisi profesional, melainkan juga ruang aman dan inklusif bagi generasi muda untuk mengekspresikan diri.
Tribute to Benny & Utha Likumahuwa

Hari pertama The Papandayan Jazz Fest (TPJF) 2025 menghadirkan momen penuh makna lewat Tribute to Benny & Utha Likumahuwa bersama Barry Likumahuwa, Trie Utami, dan Nita Aartsen. Dibuka dengan “Ode to Benny Liku”, konser berlanjut ke “Sign of Love” dan “Puncak Asmara” yang membangkitkan nostalgia, sebelum nuansa syahdu hadir melalui “Alamku” dan “Esok ’Kan Masih Ada.”
Suasana kembali menggelegar lewat “Sunshine Brotherhood” dan kolaborasi Trie-Nita di “Mungkinkah Terjadi”, lalu memuncak dengan “Sesaat Kau Hadir” dan ditutup bersama lewat “Rame Rame.” Sorak meriah penonton menegaskan bahwa warisan Benny dan Utha akan terus hidup lintas generasi, menjadikan tribute ini salah satu highlight TPJF 2025 sekaligus cerminan tema tahun ini, A Culture Resonance.
Habiskan sore hari dengan keseruan Pasar Jazz

Bergeser ke area Pasar Jazz, festival terasa makin hidup. Deretan kuliner khas Bandung berpadu dengan booth UMKM lokal yang menawarkan makanan, minuman, hingga produk kreatif. Di tengah riuh penonton yang lalu-lalang, musik mengalun tanpa henti, mulai dari Ensemble Kyai Fatahillah membuka dengan sentuhan etnik, disusul Elbe Bigband yang meriah, lalu DJ Meglems dengan beat modern bernuansa jazz. Perpaduan musik, kuliner, dan UMKM ini menghadirkan atmosfer santai bak piknik, membuat banyak pengunjung betah berlama-lama.
Opening Ceremony: Satu Dekade TPJF

Sorotan beralih ke Suagi Ballroom untuk Opening Ceremony The Papandayan Jazz Fest (TPJF) 2025. Momen ini terasa istimewa karena menandai satu dekade perjalanan festival dengan tema “A Culture Resonance”. Malam dibuka dengan awarding The Papandayan Jazz International Online Competition (TPJC) 2025, yang menghadirkan para pemenang: kategori Warriors dimenangkan oleh Kinematics (Jepang) di posisi pertama dan Benn Yapari Quartet (Jakarta) di posisi kedua; kategori Youth dimenangkan oleh Blue Matter Trio (Yogyakarta), diikuti Masiki Tacari (Bantul) dan Naraya Trio (Karanganyar); sementara penghargaan Young New Talent jatuh kepada Maximiliano Jaydon J. Eucaristio dari Naraya Trio.
Momentum penghormatan pun hadir lewat Tribute to Harry Roesli yang dibawakan Rumah Musik Harry Roesli, disertai sambutan keluarga mendiang. Dalam kesempatan itu, Lifetime Achievement Award diberikan kepada keluarga besar Harry Roesli atas kontribusinya terhadap musik Indonesia, diserahkan langsung oleh CEO Media Group, Mohammad Mirdal Akib. Nuansa kebanggaan semakin terasa ketika Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menandatangani prasasti “A Beacon of Jazz from Bandung to the World” sebagai simbol bahwa semangat jazz dari Bandung akan terus bergema hingga ke mancanegara.

Malam kian membanggakan dengan penganugerahan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) kepada The Papandayan Hotel sebagai hotel pertama di Indonesia yang konsisten menggelar festival jazz selama 10 tahun berturut-turut. Penghargaan ini diserahkan oleh Awan Rahargo, Direktur Marketing MURI, kepada Marcella Sapardan, Head of Media Group Hospitality, disaksikan langsung oleh jajaran tamu kehormatan. Seluruh rangkaian seremoni ini menegaskan posisi TPJF bukan sekadar festival musik, melainkan warisan budaya yang lahir dari Bandung untuk dunia.
Adikara tampil memukau di Ron88 Stage

Di Ron88 Stage, giliran Adikara yang sukses memanaskan suasana malam. Dengan vokalnya yang hangat sekaligus bertenaga, ia membawakan deretan karya sendiri mulai dari “Kisah Tanpa Pisah”, “Katakan Saja”, “Makna”, hingga “Nirwana”. Setiap lagu dibalut penghayatan mendalam, membuat penonton larut dalam alur cerita musik yang ia bangun sejak awal penampilan.
Kejutan manis hadir ketika Adikara mengajak penyanyi asal Bandung, Grace, berduet membawakan lagu “Rindu”. Lagu yang sejatinya merupakan duet Adikara dengan Andien dan dirilis pada November 2024 itu kali ini dipersembahkan dengan chemistry hangat, membuat penonton ikut berdansa ringan. Energi keduanya sukses memadati Ron88 Stage dan membuat penonton bertahan hingga akhir.
Kinematics dan Nita Aartsen suguhkan kolaborasi spesial di TPJF

Penampilan spesial datang dari Kinematics, pemenang pertama kategori Warriors TP Jazz International Competition 2025 asal Jepang, yang tampil bersama pianis jazz papan atas Indonesia, Nita Aartsen. Perpaduan presisi permainan Kinematics dengan sentuhan khas Nita menciptakan sajian musik penuh dinamika, memikat penonton dengan improvisasi segar yang berkelas internasional.
Menjelang lagu terakhir, Nita berbagi kabar gembira kepada penonton. “Lusa kita berangkat tur, maka lagu ini akan terus diputar. Kita akan tampil di Yunani, Poland, Germany, Belanda,” ujarnya sebelum mempersembahkan “Come With Me”. Momen itu bukan hanya menutup penampilan dengan penuh semangat, tetapi juga menghadirkan rasa bangga bahwa musisi Indonesia turut membawa semangat TPJF hingga ke panggung dunia.
Nostalgia bersama Rieka Roslan & Nadadara

TPJF 2025 ditutup manis oleh Rieka Roslan & Nadadara. Membawakan “Bawalah Daku”, “Hanya Karena Cinta”, dan “Dahulu”, penonton larut dalam nostalgia. Malam kian syahdu ketika mereka menutup dengan “Khayalan”, membuat suasana Ron88 Stage dipenuhi tepuk tangan panjang dan sorak kagum.
Rangkaian penampilan hari itu benar-benar menghadirkan pengalaman lengkap, mulai dari edukasi, kuliner, kolaborasi lintas generasi, hingga aksi panggung spektakuler. Semua berpadu dalam semangat perayaan satu dekade festival jazz yang tumbuh dari Bandung untuk dunia. Ikuti terus keseruan The Papandayan Jazz Fest untuk hari kedua, Bela!



















