Sejarah Janji Pernikahan yang Jadi Momen Haru Pernikahan

- Arti janji pernikahan adalah komitmen seumur hidup kepada pasangan, disaksikan oleh keluarga dan Tuhan.
- Janji pernikahan sering kali dikaitkan dengan konteks Kristen, termasuk pemberkatan dan ayat-ayat Alkitab.
- Janji pernikahan modern pertama kali muncul pada tahun 1549 melalui Buku Doa Bersama, dan kini banyak pasangan menulis janji pribadi mereka sendiri.
Kata lain yang biasanya digunakan untuk pernikahan adalah mengucap janji suci. Setiap pernikahan pasti diisi dengan pengucapan janji suci oleh kedua mempelai. Mereka berjanji di hadapan Tuhan, satu sama lain, bersama dengan keluarga dan semua tamu undangan untuk setia sampai maut memisahkan di setiap keadaan.
Tapi, sejak kapan ya janji pernikahan itu jadi kewajiban yang harus ada di acara sakral tersebut? Yuk, mengenal asal-usul, sejarah, dan makna janji pernikahan dengan penjelasan berikut ini.
1. Arti janji pernikahan

Mengutip dari The Knot, janji pernikahan secara tradisional adalah janji yang diucapkan oleh pasangan yang akan menikah satu sama lain selama upacara pernikahan. Ini berupa janji pada pasangan dan juga pada Tuhan. Apa yang dijanjikan antara setiap pasangan berbeda-beda tergantung pada budaya, agama, dan preferensi pribadi mereka.
Salah satu janji pernikahan yang paling umum di berbagai budaya dan agama adalah menyatakan komitmen seumur hidup kepada pasangan. Momentumnya disaksikan oleh teman, keluarga, pemuka agama, dan Tuhan sendiri. Hal ini tidak hanya menciptakan ikatan yang kuat antara pasangan, tetapi juga dengan orang-orang terkasih.
Para tamu yang hadir berperan sebagai representasi fisik dari komunitas yang siap mendukung kalian sepanjang pernikahan. Pengucapan janji pernikahan seringkali menjadi momen yang emosional bagi pengantin. Tak jarang, mereka meneteskan air mata saat memperkatakannya. Namun, ini bisa juga romantis dan penuh tawa.
2. Memiliki konteks agama

Masih mengutip dari The Knot, janji pernikahan seringkali dikaitkan dengan konteks Kristen sejak peradaban kuno. Para pengantin yang merupakan seorang Kristiani pasti mengucapkan janji pernikahan sebagai rangkaian dari pemberkatan. Janjinya berupa komitmen untuk saling mengasihi, menghormati, dan setia dalam suka dan duka, sakit dan sehat, hingga maut memisahkan, di hadapan Tuhan.
Misalnya, frasa “untuk memiliki dan memelihara, dalam suka maupun duka” berasal dari bentuk kuno janji pernikahan Inggris yang dikenal sebagai Sarum rite. Terkadang, beberapa pasangan memilih untuk memasukkan ayat-ayat Alkitab, seperti 1 Korintus 13:4-7, ke dalam upacara pernikahan mereka.
3. Versi tradisional Barat

Janji pernikahan modern dan baku pertama kali muncul pada tahun 1549 melalui Buku Doa Bersama (Book of Common Prayer) yang ditulis oleh Thomas Cranmer, Uskup Agung Canterbury, di Inggris. Dalam edisi pertamanya yang diterbitkan pada tahun 1549, Thomas Cranmer mengambil kebiasaan Katolik abad pertengahan, seperti Ritus Sarum, dan menerjemahkannya dari bahasa Latin ke bahasa Inggris. Ritus Sarum adalah asal mula janji pernikahan yang kita gunakan saat ini.
Janji pernikahan versi tahun 1552 dari The Book of Common Prayer, yakni “Aku [Nama] menerima engkau [Nama] sebagai istriku yang sah, untuk dimiliki dan dijaga mulai hari ini dan seterusnya, dalam suka dan duka, dalam kaya dan miskin, dalam sakit dan sehat, untuk mencintai dan memelihara, hingga maut memisahkan kita, sesuai dengan perintah suci Allah: Dan dengan itu aku berjanji setia kepadamu.”
4. Janji pernikahan modern

Janji tersebut mulai mengalami perkembangan signifikan dari tahun ke tahun hingga saat ini. Sekarang, banyak pasangan modern memilih untuk menulis janji pribadi mereka sendiri. Janji pernikahan yang lebih personal itu menjadi sebuah tren yang dimulai pada tahun 1970-an dan menjauh dari janji tradisional yang spesifik gender seperti ketaatan istri pada suami. Mereka memilih untuk menulis ulang sesuai dengan komitmen dan kesepakatan yang telah mereka tentukan, namun tetap berfokus pada kesetiaan.
5. Janji pernikahan dalam Islam

Dalam Islam sendiri, ada janji pernikahan yang dibacakan suami setelah prosesi akad nikah selesai dan pengantin dinyatakan sah secara hukum dan agama. Janji tersebut dikenal dengan sighat taklik yang dibacakan oleh suami setelah akad nikah di depan penghulu, istri, orangtua/wali, saksi-saksi, dan para hadirin yang menghadiri pernikahan tersebut. Perjanjian tersebut juga dinyatakan secara tertulis dan ditandatangani oleh pengantin laki-laki.
Sighat taklik sejatinya tidak dijelaskan secara khusus dalam syariat Islam, akan tetapi pernyataan tersebut ditetapkan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama dengan tujuan menjaga dan melindungi hak-hak perempuan dalam pernikahan. Isinya berupa suami yang menepati kewajibannya kepada sang istri sesuai dengan ajaran syariat Islam. Sighat taklik juga berisi janji yang jika dilanggar dapat menjadi dasar gugatan cerai, seperti meninggalkan istri, tidak memberi nafkah, menyakiti fisik, atau membiarkan istri selama jangka waktu tertentu.
Itulah sejarah janji pernikahan yang menjadi salah satu momen sakral pernikahan.



















