Baca artikel Popbela lainnya di IDN App
For
You

Nikah Tanpa Restu Orang Tua Menurut Islam, Apakah Sah?

pexels-mahmoud-elbakstani-2151329526-31619525.jpg
Pexels.com/Mahmoud Elbakstani
Intinya sih...
  • Nikah tanpa melibatkan orang tua tidak sah menurut hadis Rasulullah SAW
  • Namun, akad nikah tetap bisa dilakukan melalui wakil wali atau wali yang posisinya lebih jauh, namun tetap memerlukan izin dari wali terdekat
  • Menikah tanpa restu orang tua bisa sah secara fiqih, namun restu tersebut penting untuk keberkahan dan pahala di dunia dan akhirat
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pernikahan dalam Islam bukan hanya menyatukan dua insan, tetapi juga sebuah ibadah yang mengandung nilai-nilai sakral. Di balik akad yang singkat, terdapat proses panjang yang melibatkan keluarga, adat, dan tentu saja tuntunan syariat. Salah satu hal yang kerap menjadi sorotan adalah restu orang tua. Dalam banyak kasus, restu ini bukan sekadar formalitas, tetapi dianggap sebagai pintu keberkahan bagi rumah tangga yang akan dibangun.

Namun, kenyataannya tidak semua pasangan mendapatkan restu tersebut. Ada yang terhalang perbedaan pandangan, perbedaan latar belakang, hingga faktor pribadi yang sulit dijembatani. Situasi ini memunculkan pertanyaan besar, bagaimana jika nikah tanpa restu orang tua menurut Islam? Popbela akan merangkumnya dari berbagai sumber sebagai berikut.

Nikah tanpa melibatkan orang tua berdasarkan hadis

Ilustrasi pasangan menikah (pexels.com/Trung Nguyen)
Ilustrasi pasangan menikah (pexels.com/Trung Nguyen)

Sebagaimana kita ketahui, syarat sah pernikahan tidak dapat dipisahkan dari rukun-rukunnya. Hal tersebut terdiri dari mempelai laki-laki, mempelai perempuan, wali, dua orang saksi, serta ijab kabul. Perlu dipahami, selain persoalan lain yang mungkin timbul, ketiadaan wali sering menjadi kendala, terutama ketika pasangan memilih menikah tanpa melibatkan orang tua. Padahal, pernikahan tanpa wali jelas tidak sah. Rasulullah SAW bahkan menegaskan ketidaksahan tersebut hingga tiga kali dalam hadisnya.

لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِيٍّ، وَأَيُّمَا امْرَأَةٍ نُكِحَتْ بِغَيْرِ وَلِيٍّ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ بَاطِلٌ بَاطِلٌ، فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلِيُّ فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لَا وَلِيَّ لَهُ

Artinya:

“Tidak ada pernikahan tanpa wali. Perempuan mana pun, perawan atau janda, yang menikah tanpa wali, maka nikahnya adalah batal, batal, batal (tidak sah).” (HR. Ahmad)

Syarat pernikahan tetap lanjut meski tanpa melibatkan orang tua

pexels-2669288-18575266.jpg
Ilustrasi orang menikah (pexels.com/أحمد جوريج)

Melanjutkan pernyataan di atas, bahwa meski tidak adanya wali nasab dari ayah kandung, bukan berarti pernikahan mustahil dilaksanakan. Akad nikah tetap dapat dilakukan melalui wakil wali atau wali yang posisinya lebih jauh (ab’ad), asalkan terdapat pelimpahan kuasa (taukil) atau izin dari wali terdekat (aqrab).

Sebab, tidak serta-merta kakak kandung atau wali aqrab lainnya dapat menikahkan tanpa restu dari ayah kandung, yang dalam hal ini adalah orang tua. karena hak kewalian tetap berada pada sang ayah. Jarak atau ketidakhadiran wali aqrab juga tidak otomatis memindahkan hak kewalian kepada wali ab’ad. Prinsip ini sejalan dengan dalil yang menyatakan:

لاَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ إِلاَّ بِإِذْنِ وَلِيِّهَا

Artinya:

“Tidak boleh dinikahkan seorang perempuan kecuali seizin walinya.” (HR. Malik)

Wali nasab yang berada jauh jaraknya pada prinsipnya dialihkan kewaliannya kepada wali hakim, bukan kepada wali ab’ad, namun hal ini tetap memerlukan terpenuhinya sejumlah syarat. Di antaranya, wali nasab tersebut berada di lokasi yang cukup jauh, menolak untuk menikahkan, atau memiliki halangan yang membuatnya tidak dapat hadir.

وإن غاب الولي إلى مسافة تقصر فيها الصلاة زوجها السلطان ولم يكن لمن بعده من الأولياء أن يزوج لأن ولاية الغائب باقية ولهذا لو زوجها في مكانه صح العقد وإنما تعذر من جهته فقام السلطان مقامه كما لو حضر وامتنع من تزويجها

Artinya:

"Jika wali tidak ada karena jauh sejauh jarak yang membolehkan salat, maka si perempuan boleh dinikahkan oleh penguasa (wali hakim). Dan wali yang ada di bawahnya tidak berhak menikahkan. Sebab, hak kewalian masih melekat pada wali yang jauh tadi. Karena itu, seandainya wali jauh tersebut menikahkan di tempatnya, maka akadnya sah. Pasalnya, kesulitan dari dari pihaknya, sehingga digantikan posisinya oleh wali hakim, sebagaimana pula jika ia hadir tetapi tercegah untuk menikahkannya.” (Lihat: Syekh Abu Ishaq asy-Syairazi, al-Muhadzab, [Surabaya: al-Hidayah], juz II/429)

Pendapat ulama tentang hukum nikah tanpa restu orang tua

36626.jpg
Freepik.com/wirestock

Melansir dari sebuah media, Buya Yahya menyampaikan bahwa pada dasarnya, jika seluruh syarat dan rukun nikah telah terpenuhi, pasangan tetap dapat melangsungkan pernikahan meski tanpa restu orang tua. Khusus untuk perempuan, jika orang tuanya tidak memberikan restu, ia dapat mengajukan pernikahan dengan wali hakim.

“Kalau bicara halalnya pernikahan, mudah. nggak pakai wali pun ternyata pergi dari dua marhalah dia bisa menikah. Misalnya ada seorang perempuan walinya tidak mau. Pergi ke tempat yang jauh lebih dari 84 km nikah di sana dengan wali hakim, sah kok biarpun ada bapaknya,” ucap Buya Yahya dalam video yang diunggah di kanal YouTube Al-Bahjah TV.

Meski begitu, restu orang tua tetap penting

ilustrasi menikah (pexels.com/Busenur Demirkan)
ilustrasi menikah (pexels.com/Busenur Demirkan)

Buya Yahya menerangkan bahwa secara fiqih, menikah tanpa restu orang tua memang bisa saja dinilai sah. Namun, pernikahan bukan sekadar memenuhi syarat dan rukun saja, melainkan juga memerlukan adab serta akhlak dari seorang anak dalam upayanya meraih restu orang tua.

“Menikah sah secara fiqih sangat mudah, tapi kita tidak hanya berurusan dengan fiqih, tapi ada adab, akhlak, dan keberkahan. Yang lebih penting dari itu juga, keberkahan dan doa orang tua rida orang tua,” jelas Buya Yahya.

Restu orang tua mendatangkan berkah dan pahala

ilustrasi menikah (pexels.com/Side Project)
ilustrasi menikah (pexels.com/Side Project)

Dalam hal ini, beliau pun menegaskan bahwa restu orang tua memiliki peran penting, baik untuk kebahagiaan di dunia maupun keselamatan di akhirat. Karena itu, meski secara hukum sah dan diperbolehkan, sangat dianjurkan untuk menikah dengan restu orang tua. Restu tersebut diyakini akan mendatangkan pahala sekaligus keberkahan dari Allah SWT.

“Mendapatkan rida orang tua ini penting untuk hidup di dunia dan akhirat. Kalau masalah sah, adalah sah kalau memenuhi syarat (pernikahan). Dengan asa terpenuhi rukun-rukunnya dan syarat-syaratnya sah,” ucapnya.

Kesimpulannya, nikah tanpa restu orang tua menurut Islam memang bisa dinilai sah secara fiqih jika syarat dan rukunnya terpenuhi, termasuk adanya wali yang sah atau wali hakim. Meski begitu, restu orang tua tetap sangat penting karena akan membawa keberkahan, pahala, dan kebaikan bagi kehidupan rumah tangga, baik di dunia maupun di akhirat.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Windari Subangkit
EditorWindari Subangkit
Follow Us

Latest in Relationship

See More

5 Perempuan yang Sempat Dirumorkan Dekat dengan Jungkook ‘BTS’

05 Des 2025, 14:00 WIBRelationship