Baca artikel Popbela lainnya di IDN App
For
You

Apa Itu Perwalian Anak? Simak Tujuan dan Syarat Hukumnya di Indonesia

nikola-saliba-BonFa3wUrnU-unsplash.jpg
Unsplash.com/Nikola Saliba
Intinya sih...
  • Perwalian anak adalah penunjukan seseorang untuk menggantikan peran orang tua dalam pengasuhan, perlindungan, dan perwakilan hukum terhadap anak yang belum dewasa.
  • Perwalian bertujuan untuk melindungi kepentingan anak, memberikan perlindungan hukum dan sosial, serta menjaga kepentingan terbaik anak.
  • Kondisi terjadinya perwalian antara lain ketika orang tua meninggal dunia, tidak diketahui keberadaannya, tidak cakap hukum atau dicabut hak asuhnya oleh pengadilan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Beberapa waktu belakangan, publik dihebohkan dengan pemberitaan bahwa suami mendiang komedian Mpok Alpa, Aji Darmaji, mengajukan permohonan perwalian anak di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Hal ini menjadi sorotan karena sebagian keluarga besar Mpok Alpa—termasuk kakaknya, Mpok Banong—mengaku tidak diajak berkomunikasi terkait langkah ini.

Tapi sebelum ikut ramai-ramai beropini, kita perlu mengetahui lebih dulu apa itu perwalian anak menurut hukum Indonesia. So, lewat artikel ini, Popbela akan mengupas tuntas mengenai perwalian anak, mulai dari tujuan, persyaratan, hingga hak dan kewajiban sang wali. Check it out!

1. Apa itu perwalian anak?

jakob-owens-M0M-FR2iedk-unsplash.jpg
Unsplash.com/Jakob Owens

Secara sederhana, perwalian anak adalah penunjukan seseorang untuk menggantikan peran orang tua dalam hal pengasuhan, perlindungan, dan perwakilan hukum terhadap anak yang belum dewasa. Perwalian bertujuan untuk melindungi kepentingan anak, baik secara fisik, mental, maupun materiil, hingga ia mencapai usia dewasa dan mampu mengurus dirinya sendiri.

Dalam hukum Indonesia, perwalian anak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, serta dipertegas lagi melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali Anak.

2. Tujuan perwalian anak

alexandr-podvalny-DQGw6NKpqPg-unsplash.jpg
Unsplash.com/Alexandr Podvalny

Perwalian anak bukan hanya soal legalitas, tapi juga memiliki tujuan yang sangat penting untuk kehidupan anak ke depannya. Menurut UU Perlindungan Anak dan PP No. 29 Tahun 2019, perwalian bertujuan untuk:

  1. Menjamin hak anak tetap terpenuhi

    Mulai dari hak atas kasih sayang, pendidikan, kesehatan, hingga tempat tinggal yang layak. Dengan adanya wali, anak tidak kehilangan akses terhadap kebutuhan dasarnya meski orang tua sudah tidak bisa hadir.

  2. Memberikan perlindungan hukum dan sosial

    Anak di bawah umur belum bisa membuat keputusan penting sendiri, seperti mengurus dokumen resmi, warisan, atau masalah hukum lainnya. Wali berfungsi sebagai perwakilan sah yang memastikan anak terlindungi secara hukum.

  3. Menjaga kepentingan terbaik anak

    Semua keputusan yang diambil wali harus berorientasi pada kebaikan dan masa depan anak, bukan untuk kepentingan pribadi wali atau pihak lain.

  4. Memberikan pendampingan moral dan emosional

    Anak tetap membutuhkan bimbingan, arahan, dan kasih sayang. Wali diharapkan bisa menjadi figur yang menghadirkan rasa aman, nyaman, dan support dalam proses tumbuh kembang anak.

Dengan kata lain, perwalian anak hadir untuk memastikan bahwa anak tetap memiliki masa depan yang cerah dan terlindungi, meski orang tua tidak lagi bisa mendampingi.

3. Kondisi terjadinya perwalian

klara-kulikova-lSzARaEMbEU-unsplash.jpg
Unsplash.com/Klara Kulikova

Perwalian anak biasanya muncul dalam kondisi tertentu ketika orang tua kandung tidak bisa lagi menjalankan kewajibannya. Berdasarkan KUH Perdata dan PP No. 29 Tahun 2019, kondisi tersebut antara lain:

  1. Orang tua meninggal dunia

    Jika seorang anak menjadi yatim piatu, otomatis diperlukan wali untuk melindungi, mengasuh, dan mengurus segala kepentingannya.

  2. Orang tua tidak diketahui keberadaannya

    Misalnya, orang tua pergi dalam waktu lama tanpa kabar atau hilang, sehingga tidak bisa lagi menjalankan kewajibannya terhadap anak.

  3. Orang tua tidak cakap hukum atau tidak mampu

    Dalam beberapa kasus, orang tua bisa dinyatakan tidak cakap hukum (misalnya karena sakit jiwa) atau tidak mampu (misalnya sakit berat, dipenjara, atau kondisi lain yang membuat mereka tak bisa mengurus anak).

  4. Orang tua dicabut hak asuhnya oleh pengadilan

    Jika terbukti orang tua melakukan penelantaran, kekerasan, atau hal-hal yang membahayakan anak, maka hak asuh dapat dicabut. Dalam hal ini, perwalian bisa dialihkan ke pihak lain yang dianggap lebih layak.

Dengan kata lain, perwalian hadir sebagai bentuk perlindungan tambahan ketika orang tua kandung tidak dapat menjalankan peran sebagaimana mestinya. Semua keputusan soal penunjukan wali pun tidak bisa sembarangan, karena harus melalui putusan pengadilan agar legal dan sah secara hukum.

4. Orang yang dapat menjadi wali anak

omar-lopez-hiqLAaOJqW8-unsplash.jpg
Unsplash.com/Omar Lopez

Dalam hukum Indonesia, wali anak tidak bisa ditunjuk sembarangan. Penetapan wali harus diputuskan oleh Pengadilan Agama (untuk yang beragama Islam) atau Pengadilan Negeri (untuk non-Muslim). Tujuannya supaya hak anak tetap terlindungi dan tidak disalahgunakan.

Pihak-pihak yang berpotensi menjadi wali antara lain:

  1. Keluarga sedarah dari orang tua

    Biasanya prioritas diberikan kepada keluarga inti, seperti kakek-nenek, paman, bibi, atau kakak kandung yang sudah dewasa.

  2. Orang yang ditunjuk oleh orang tua sebelum meninggal

    Misalnya lewat surat wasiat atau pernyataan tertulis resmi. Namun, penunjukan ini tetap harus mendapat persetujuan pengadilan.

  3. Orang lain yang dianggap layak dan dipercaya

    Jika keluarga inti tidak ada atau dianggap tidak mampu, pengadilan bisa menunjuk wali dari luar keluarga, selama memenuhi syarat tertentu.

Pada dasarnya, siapa pun yang ditunjuk sebagai wali harus mampu secara moral, finansial, dan mental untuk melindungi serta memenuhi kebutuhan anak. Jadi bukan hanya soal hubungan darah, tapi juga soal kecakapan dan kesanggupan dalam mengasuh anak dengan baik.

5. Hak dan kewajiban wali anak

kateryna-hliznitsova-gDqy1H2shfk-unsplash.jpg
Unsplash.com/Kateryna Hliznitsova

Menjadi wali bukan sekadar “gelar hukum”, tapi sebuah amanah besar yang menyangkut masa depan anak. Itulah kenapa pengadilan sangat berhati-hati dalam menetapkannya. Hak wali meliputi:

  • Mengasuh dan merawat anak seolah-olah sebagai orang tua kandung.

  • Mengelola harta anak demi kepentingan terbaik sang anak, misalnya untuk pendidikan, kesehatan, atau kebutuhan hidup sehari-hari.

  • Mewakili anak dalam hal hukum, seperti ketika anak membutuhkan akta, dokumen resmi, atau perjanjian tertentu.

Namun, bersama hak itu ada juga kewajiban besar yang harus dijalankan wali, antara lain:

  • Memberikan pengasuhan, pendidikan, dan bimbingan moral agar anak tumbuh dengan baik.

  • Melindungi anak dari eksploitasi atau penyalahgunaan, baik secara fisik, psikologis, maupun finansial.

  • Melaporkan pengelolaan harta anak kepada pengadilan, supaya ada transparansi dan tidak disalahgunakan.

Dengan kata lain, wali bertanggung jawab penuh memastikan anak tidak kehilangan hak dasarnya meski ditinggal orang tua. Karena itu, pengadilan bisa mencabut status perwalian jika terbukti wali menelantarkan anak atau menyalahgunakan kekuasaan.

6. Syarat menjadi wali

kateryna-hliznitsova-N_6OpdOXcxo-unsplash.jpg
Unsplash.com/Kateryna Hliznitsova

Tidak semua orang bisa serta-merta menjadi wali. Ada syarat-syarat hukum yang ditetapkan agar anak benar-benar berada di tangan yang tepat. Berdasarkan KUHPerdata dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), berikut syarat umum seseorang dapat ditetapkan sebagai wali:

  1. Dewasa dan sehat akal. Wali harus sudah berusia minimal 21 tahun dan tidak berada dalam pengampuan (misalnya karena gangguan jiwa atau kondisi lain yang membuatnya tidak cakap hukum).

  2. Memiliki integritas dan akhlak baik. Artinya, wali harus orang yang dapat dipercaya, tidak pernah terlibat kasus kriminal yang merugikan anak, dan punya rekam jejak moral yang baik.

  3. Mampu secara ekonomi dan sosial. Walaupun tidak harus kaya, wali diharapkan mampu memenuhi kebutuhan dasar anak, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga tempat tinggal.

  4. Dekat dengan anak secara emosional. Hubungan kedekatan ini penting agar anak merasa aman, nyaman, dan tidak kehilangan rasa kasih sayang. Biasanya, keluarga terdekat seperti kakek-nenek, paman, atau bibi lebih diutamakan.

  5. Tidak memiliki konflik kepentingan. Misalnya, wali tidak boleh menggunakan harta anak untuk kepentingan pribadinya. Jika ada indikasi konflik kepentingan, pengadilan bisa menunjuk wali lain.

Proses penetapan wali selalu melalui putusan pengadilan agama atau negeri, sehingga semua syarat ini akan ditinjau dan diverifikasi. Dengan begitu, hak anak benar-benar terlindungi dan terjaga.

7. Pencabutan atau berakhirnya perwalian anak

george-zheng-Png85KwZqI0-unsplash.jpg
Unsplash.com/George Zheng

Perwalian anak tidak berlangsung selamanya. Menurut aturan hukum di Indonesia, perwalian bisa berakhir ketika anak sudah dewasa (berusia 18 tahun atau sudah menikah), wali meninggal dunia, atau wali dinyatakan tidak cakap hukum.

Selain itu, pengadilan juga bisa mencabut hak perwalian bila wali terbukti lalai, menyalahgunakan wewenang, atau melakukan tindakan yang merugikan anak baik secara fisik, psikologis, maupun finansial. Dalam situasi seperti ini, pengadilan akan menunjuk wali baru yang dianggap lebih layak demi melindungi kepentingan terbaik anak.

So, itu dia pembahasan lengkap mengenai apa itu perwalian anak, hak dan kewajibannya, hingga syarat menjadi wali. Pada akhirnya, perwalian anak bukan sekadar status hukum, melainkan amanah besar untuk memastikan hak-hak anak tetap terlindungi meski orang tuanya sudah tiada atau tidak mampu lagi mengasuh.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Windari Subangkit
EditorWindari Subangkit
Follow Us

Latest in Relationship

See More

Dilakukan Luna-Maxime, Ini Fakta Tradisi Pernikahan Garter dari Eropa

17 Des 2025, 22:20 WIBRelationship