Bela, belum lama ini viral di media sosial tentang anak SD yang membawa bekal ulat sagu goreng dan nasi ke sekolah. Dalam video yang berlatar di sekolah tersebut, sang guru menanyakan apakah tidak gatal jika memakan ulat sagu itu. Lalu, dengan wajah sambil tersenyum, anak yang diketahui bersekolah di salah satu SD di Bojonegoro, Jawa Timur itu menjawab kalau ia sudah sering mengonsumsi ulat sagu goreng dan kondisinya baik-baik saja.
Sontak, unggahan tersebut menuai banyak respon beragam dari warganet. Ada yang merasa simpati dengan anak tersebut. Namun, tak sedikit pula yang mengkritik sang guru karena dinilai memberikan komentar yang kurang baik.
Terlepas dari viralnya video tersebut, ulat sagu sebenarnya sudah lama dikonsumsi di Indonesia. Bahkan, hewan yang termasuk dalam kategori serangga itu dipercaya memiliki kandungan protein yang tinggi.
Penasaran, Bela, dengan ulat sagu ini? Simak deretan faktanya berikut, yuk!
Berasal dari pohon sagu
Sesuai dengan namanya ulat sagu, atau yang juga memiliki nama latin Rhynchophorus ferrugineus, berasal dari pohon sagu yang sudah tua atau tumbang. Biasanya, pada batang pohon sagu yang menua, terdapat larva yang dibawa oleh kumbang penggerek.
Batang pohon sagu memang menjadi tempat yang nyaman untuk kumbang penggerek. Tak heran, kamu akan menemukan banyak kumbang di pohon sagu yang masih segar dan muda. Namun, jika pohon sagu mulai tua dan membusuk, kumbang penggerek akan meninggalkan pohon tersebut dan menyisakan larva.
Nah, larva inilah yang kemudian tumbuh menjadi ulat sagu yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat.
Bentuk ulat sagu
Ulat sagu memiliki bentuk tubuh yang mudah diingat karena bentuknya yang unik. Biasanya, ulat sagu memiliki panjang tubuh sekitar 3-4 cm dengan ujung berwarna kehitaman sebagai saluran pernafasannya. Ulat sagu biasanya berwarna putih dengan bentuk gemuk dan berbuku-buku terlipat seperti akordion.