Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popbela lainnya di IDN App
Kereta Api Indonesia (instagram.com/kai121_)
Kereta Api Indonesia (instagram.com/kai121_)

Intinya sih...

  • Peringatan Hari Kereta Api Nasional lahir dari peristiwa heroik di Bandung pada 1945, saat buruh kereta api merebut Balai Besar Kereta Api dari tangan Jepang.

  • Sejarah perkeretaapian Indonesia dimulai pada 1864 dengan jalur pertama di Semarang, dan terus berkembang hingga masa kemerdekaan.

  • Hari Kereta Api Nasional menjadi momen untuk menghormati jasa buruh kereta api, mengapresiasi peran kereta api dalam pembangunan nasional, dan mendorong kesadaran akan transportasi ramah lingkungan serta inovasi layanan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Setiap tanggal 28 September, Indonesia memperingati Hari Kereta Api Nasional. Peringatan ini lahir dari peristiwa heroik pada 1945 di Bandung, ketika para buruh kereta api bersama Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) berhasil merebut Balai Besar Kereta Api dari tangan Jepang. Dari sinilah, berdiri Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI), lembaga resmi perkeretaapian pertama milik bangsa.

Di tahun 2025, peringatan ini terasa lebih spesial karena bertepatan dengan ulang tahun ke-80 PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang mengusung tema "Semakin Melayani". Tema ini bukan sekadar slogan, tetapi simbol perjalanan panjang perkeretaapian Indonesia, dari jalur masa kolonial hingga layanan modern yang menopang mobilitas jutaan masyarakat setiap hari.

Jejak awal, rel kolonial di Nusantara

Kantor pusat perusahaan NIS di Semarang, yang kini dikenal sebagai Lawang Sewu. (Foto: Wereldmuseum Amsterdam via Wikipedia)

Sejarah perkeretaapian Indonesia dimulai pada 17 Juni 1864, saat Gubernur Jenderal Hindia Belanda, L.A.J.W. Baron Sloet van de Beele, meresmikan pencangkulan pertama jalur kereta api di Desa Kemijen, Semarang. Jalur ini dibangun oleh perusahaan swasta Belanda, Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), untuk menghubungkan Semarang hingga Vorstenlanden (Yogyakarta dan Surakarta).

Pemerintah kolonial kemudian membangun jalur kereta api negara melalui Staatsspoorwegen (SS), dengan salah satu rutenya adalah Surabaya–Pasuruan–Malang yang mulai beroperasi pada 8 April 1875.

Stasiun Semarang sebagai stasiun pertama di Hindia Belanda (Indonesia) yang dioperasikan oleh NIS, dengan jalurnya yang menggunakan rel standar. (media-kitlv.nl via Wikipedia)

Di periode berikutnya, perusahaan swasta lain bermunculan, mulai dari Semarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS), Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS), hingga Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) di Sumatra. Fokus utama mereka adalah mengangkut hasil perkebunan ke pelabuhan untuk kebutuhan ekspor.

Menjelang akhir 1928, panjang jalur kereta api dan trem di Hindia Belanda kala itu mencapai 7.464 km. Rel-rel itu menjadi urat nadi ekonomi masa kolonial, sekaligus memperlihatkan betapa strategisnya moda transportasi ini.

Masa pendudukan Jepang

Potret romusha di masa pendudukan Jepang. (idsejarah.net)

Saat Jepang menduduki Indonesia (1942), pengelolaan kereta api diambil alih oleh Rikuyu Sokyoku (Dinas Kereta Api). Jalur kereta pun diarahkan sepenuhnya untuk kepentingan perang, khususnya pengangkutan batu bara.

Beberapa jalur juga baru dibangun, seperti Saketi–Bayah di Banten dan Muaro–Pekanbaru di Sumatra. Namun, Jepang juga membongkar rel sepanjang 473 km yang dipindahkan ke Burma untuk proyek kereta api di sana.

Momentum 28 September 1945

Jalur kereta api Surabaya–Pasuruan sepanjang 63 km menjadi jalur pertama milik perusahaan negara Staatsspoorwegen (SS). (media-kitlv.nl via VOI)

Setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, rakyat bertekad merebut aset vital bangsa. Puncaknya terjadi pada 28 September 1945, saat buruh kereta api dan AMKA mengambil alih Balai Besar Kereta Api Bandung dari Jepang.

Pengambilalihan ini menandai lahirnya DKARI, yang kemudian menjadi simbol penguasaan bangsa atas transportasi strategis. Peristiwa tersebut dikenang sebagai titik balik sejarah perkeretaapian Indonesia, sekaligus dasar penetapan Hari Kereta Api Nasional.

Meski begitu, perjalanannya juga tidak mudah. Pada 1946, Belanda kembali dan membentuk Staatssporwegen/Verenigde Spoorwegbedrif (SS/VS), gabungan SS dengan perusahaan-perusahaan kereta api swasta (kecuali DSM). Perebutan kedaulatan di bidang perkeretaapian pun berlanjut.

Transformasinya dari masa ke masa

Kereta Api Indonesia (instagram.com/kai121_)

Hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 membawa perubahan besar. Aset-aset perkeretaapian akhirnya resmi diserahkan ke Indonesia, dan DKARI digabung dengan SS/VS menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) pada 1950.

Seiring waktu, lembaga ini terus bertransformasi menyesuaikan kebutuhan zaman:

  • DKARI (1945), hingga berubah menjadi PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api, 1963)

  • PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api, 1971)

  • Perumka (Perusahaan Umum Kereta Api, 1991)

  • PT Kereta Api (Persero, 1998)

  • PT Kereta Api Indonesia (KAI, 2010–sekarang)

Kini, KAI memiliki tujuh anak perusahaan, termasuk KAI Commuter, KAI Bandara, KAI Wisata, dan KAI Logistik, yang memperluas layanan dari transportasi penumpang, logistik, hingga properti.

Makna Hari Kereta Api Nasional

Dok. PT Kereta Api Indonesia (Persero)

Hari Kereta Api Nasional bukan sekadar perayaan sejarah, tapi juga pengingat akan nilai perjuangan dan masa depan transportasi Indonesia. Setidaknya ada tiga makna penting, yaitu:

  • Menghormati jasa buruh kereta api dan AMKA yang berani merebut kedaulatan dari penjajah.

  • Mengapresiasi peran kereta api sebagai urat nadi pembangunan nasional dari masa kolonial hingga era modern.

  • Mendorong kesadaran publik akan pentingnya transportasi ramah lingkungan serta inovasi layanan.

Kini, kereta api bukan hanya penghubung antarkota. Kehadiran KRL, LRT, MRT, hingga kereta cepat Jakarta–Bandung juga menandai babak baru transportasi modern Indonesia.

Peringatan Hari Kereta Api Nasional pada 28 September menjadi refleksi perjalanan panjang perkeretaapian kita. Dari rel kolonial untuk kepentingan penjajah, hingga rel kemerdekaan sebagai pengantar bangsa menuju mobilitas modern yang semakin cepat, nyaman, dan melayani.

Editorial Team

EditorAyu Utami