7 Pejuang yang Kontribusinya Kurang Dikenal, Ini Fakta dan Kisahnya!

- BM Diah: Wartawan dan diplomat kemerdekaan Indonesia, mendirikan Harian Merdeka, saksi sejarah Proklamasi.
- S.K. Trimurti: Aktivis perempuan, Menteri Perburuhan pertama Indonesia, pembela hak buruh dan perempuan.
- Sukarni Kartodiwirjo: Aktivis muda, tokoh kunci Rengasdengklok, politisi dan Duta Besar Penuh Indonesia.
Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan sebagai bentuk penghormatan kepada mereka yang telah berjuang demi kemerdekaan. Namun di balik nama-nama besar seperti Soekarno, Hatta, dan Jenderal Sudirman, ada banyak pejuang yang kontribusinya kurang dikenal tetapi memiliki peran penting dalam sejarah bangsa. Mereka mungkin tak tercatat di buku pelajaran, namun semangat juang dan pengorbanannya tak kalah besar.
Dalam semangat memperingati Hari Pahlawan, mari kita kenali 7 pejuang yang kontribusinya kurang dikenal, lengkap dengan fakta dan kisah perjuangan mereka yang layak diingat oleh generasi penerus.
1. Burhanuddin Mohammad Diah (BM Diah)

Burhanuddin Mohammad Diah, atau lebih dikenal dengan BM Diah, adalah sosok penting dalam dunia pers dan diplomasi Indonesia. Lahir di Kutaraja, Aceh, pada 7 April 1917, ia mengawali karier sebagai wartawan di berbagai surat kabar seperti Sinar Deli dan Sin Po sebelum mendirikan Harian Merdeka pada tahun 1945—media yang aktif menyuarakan semangat kemerdekaan. BM Diah turut menjadi saksi sejarah perumusan teks Proklamasi dan berperan dalam penyebaran naskahnya ke seluruh Indonesia. Setelah kemerdekaan, ia dipercaya menjadi duta besar di beberapa negara Eropa dan sempat menjabat sebagai Menteri Penerangan. Meski kiprahnya besar dalam memperjuangkan kemerdekaan lewat pena dan diplomasi, namanya jarang disebut dalam deretan pahlawan nasional yang populer.
2. Soerastri Karma Trimurti (S.K Trimurti)

S.K. Trimurti adalah salah satu tokoh perempuan paling berpengaruh dalam sejarah perjuangan Indonesia. Lahir di Boyolali pada 11 Mei 1912, istri dari Sayuti Melik ini dikenal sebagai wartawati, aktivis perempuan, dan pejuang kemerdekaan. Sebelum proklamasi, Trimurti aktif menulis di surat kabar bawah tanah yang menyuarakan semangat anti-penjajahan. Setelah kemerdekaan, ia dipercaya menjadi Menteri Perburuhan pertama Indonesia dalam kabinet Presiden Soekarno. Trimurti dikenal sebagai pembela gigih hak-hak buruh dan perempuan. Uniknya, ia menolak menjadi pengerek bendera Merah Putih pada upacara Proklamasi karena merasa lebih bermanfaat menyebarkan kabar kemerdekaan ke seluruh penjuru negeri. Meski begitu, kontribusinya dalam memperjuangkan kesetaraan dan keadilan sosial tetap abadi.
3. Sukarni Kartodiwirjo

Nama Sukarni Kartodiwirjo mungkin tidak sepopuler Soekarno atau Hatta, tetapi perannya dalam proses kemerdekaan sangat penting. Lahir di Blitar pada 14 Juli 1916, Sukarni adalah aktivis muda yang berani dan nasionalis sejati. Ia merupakan tokoh kunci dalam peristiwa Rengasdengklok, di mana para pemuda “menculik” Soekarno dan Hatta untuk mendesak agar Proklamasi segera dilaksanakan tanpa campur tangan Jepang. Sukarni juga dikenal sebagai salah satu pengusul utama agar naskah proklamasi ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia, bukan panitia atau kelompok tertentu.
Setelah kemerdekaan, ia aktif dalam politik dan organisasi rakyat. Pada tahun 1960, Presiden Soekarno mengangkat Sukarni sebagai Duta Besar Penuh Indonesia untuk Republik Rakyat Cina dan Mongolia. Sempat dipenjara karena menentang Presiden Soekarno yang ingin membubarkan partai Murba yang dipimpinnya, Sukarni dibebaskan oleh Jenderal Soeharto pada Oktober 1966 dan diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Ia meninggal dunia pada 7 Mei 1971 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
4. Laksamana Malahayati

Laksamana Malahayati adalah salah satu pahlawan perempuan pertama di dunia maritim Indonesia. Lahir sekitar tahun 1550 di Aceh Besar, ia merupakan panglima laut Kesultanan Aceh yang terkenal karena memimpin pasukan Inong Balee—pasukan perempuan yang terdiri dari janda-janda prajurit. Dengan kepemimpinannya, Malahayati berhasil menghadang dan menaklukkan armada Belanda serta Portugis di Selat Malaka. Ia juga dikenal pernah berhadapan langsung dengan Cornelis de Houtman dalam duel laut yang berakhir dengan kemenangan di pihak Aceh. Keberanian dan kecerdikannya menjadikan Malahayati simbol kekuatan perempuan dalam sejarah perjuangan bangsa. Namun, kiprahnya baru mendapat pengakuan resmi sebagai Pahlawan Nasional pada era modern, setelah sekian lama tak disebut dalam narasi perjuangan kemerdekaan.
5. Silas Papare

Silas Ayari Donrai Papare adalah pahlawan asal Serui, Papua, yang memiliki peran besar dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan menyatukan Papua ke dalam wilayah Indonesia. Lahir pada 18 Desember 1918, Silas Papare dikenal sebagai pendiri Komite Indonesia Merdeka (KIM) pada tahun 1945. Organisasi ini memperjuangkan agar rakyat Papua turut bergabung dalam Republik Indonesia yang baru merdeka. Ia gigih memperjuangkan nasionalisme di tengah tekanan Belanda yang masih bercokol di Papua. Berkat perjuangannya, Silas bersama Frans Kaisiepo (yang ada dalam uang pecahan Rp10.000) diakui sebagai Pahlawan Nasional yang membuka jalan bagi integrasi Irian Barat ke dalam NKRI. Kini, nama Silas Papare diabadikan sebagai nama kapal perang TNI AL, KRI Silas Papare, sebagai penghormatan atas jasanya.
6. Bernard Wilhelm Lapian

Bernard Wilhelm Lapian, lahir di Minahasa pada 30 Juni 1892, merupakan tokoh pergerakan nasional yang berjuang lewat jalur politik dan pers. Ia mendirikan surat kabar Fadjar Kemadjoean yang menyuarakan perlawanan terhadap kolonialisme dan memperjuangkan kesejahteraan rakyat kecil. Setelah proklamasi kemerdekaan, Lapian dipercaya menjadi Walikota Manado dan kemudian Penjabat Gubernur Sulawesi. Selain aktif dalam pemerintahan, ia juga berperan dalam pergerakan gereja dan pendidikan di daerahnya. Keteguhannya memperjuangkan rakyat Minahasa dan semangat nasionalismenya membuatnya dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2015. Meski begitu, kisah hidupnya belum banyak dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.
7. Mendur Bersaudara (Alexius dan Frans Mendur)

Alexius Impurung Mendur dan Frans Soemarto Mendur, dua bersaudara asal Minahasa, dikenal sebagai jurnalis foto yang mengabadikan momen bersejarah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Berbekal kamera Leica tua, mereka merekam detik-detik pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno di Pegangsaan Timur No. 56. Foto-foto karya Mendur bersaudara menjadi satu-satunya bukti visual peristiwa monumental tersebut, karena sebagian besar dokumentasi lain disita atau dimusnahkan oleh tentara Jepang. Dengan keberanian luar biasa, mereka menyembunyikan film negatif di tanah agar tidak ditemukan penjajah. Tanpa jasa mereka, mungkin bangsa ini tidak akan memiliki gambar ikonik dari momen proklamasi. Namun, pengabdian mereka baru mendapat perhatian publik bertahun-tahun setelah kemerdekaan.
Itu dia 7 pejuang yang kontribusinya kurang dikenal. Hari Pahlawan bukan hanya tentang mengenang mereka yang namanya terukir di monumen dan buku sejarah, tetapi juga tentang menghargai setiap sosok yang berjuang dengan cara dan pengorbanannya masing-masing. Selamat Hari Pahlawan!



















