Memahami Slow Living, Konsep Gaya Hidup yang Bantu Kamu Hadapi Pandemi

Terapkan secara perlahan saja, ya

Memahami Slow Living, Konsep Gaya Hidup yang Bantu Kamu Hadapi Pandemi

Follow Popbela untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Whatsapp Channel & Google News

Pandemi membawa saya pada sebuah gaya hidup baru. Tanpa saya sadari, gaya hidup itu bernama slow living. Sebuah gaya hidup yang berupaya menikmati momen saat itu, tanpa sibuk ‘mengejarnya’ demi label kesuksesan yang dinilai dari tingginya jumlah penghasilan atau jabatan.

Slow living membuat saya lebih memerhatikan tubuh saya dan kebutuhannya. Suatu hari saya begitu getol berolah raga, namun di hari lain ada kalanya saya hanya ingin menikmati sinar matahari dan angin yang berhembus. Hidup dengan kecepatan yang lebih lambat berarti memasang batas-batas yang belum pernah ada sebelumnya. Oke, mari mulai dari awal untuk memahami apa itu slow living.

Asal mula slow living

Memahami Slow Living, Konsep Gaya Hidup yang Bantu Kamu Hadapi Pandemi

Konsep slow living sebenarnya tumbuh dari slow food movement yang bermula pada tahun 1980-an di Roma. Seiring waktu, gerakan tersebut telah berkembang dan akronim SLOW telah dibuat untuk mewakili pesan-pesan berbeda yang ingin diatasi oleh gerakan slow food:

S: Sustainable

L: Local

O: Organic

W: Whole

Melansir dari theglitterguide.com, Samantha Welker menjelaskan bahwa meskipun akronim ini awalnya dimaksudkan untuk membantu menjelaskan prinsip-prinsip gerakan makanan lambat, akronim ini juga berkembang seiring waktu dan mulai mencakup seluruh gerakan gaya hidup lambat atau slow living juga. Sama seperti makanan yang kita makan, slow living melibatkan menjalani hidup dengan lebih lambat, sehingga kamu dapat menyerap dan sepenuhnya berinvestasi dengan hal-hal yang sesungguhnya membuat kamu bahagia.
 
Lalu bagaimana mengubah konseptualisasi waktu dalam kehidupan sehari-hari, apalagi bagi kamu yang tinggal di perkotaan dengan tekanan hustle culture?

Memahami apa itu slow living

Carl Honore, penulis In Praise of Slowness, yang dianggap banyak orang sebagai manifesto dari gerakan lambat, menjelaskannya: “Ini adalah revolusi budaya melawan gagasan bahwa lebih cepat selalu lebih baik. Filosofi lambat bukanlah tentang melakukan segala sesuatu dengan kecepatan siput. Ini tentang berusaha melakukan segalanya dengan kecepatan yang tepat. Menikmati jam dan menit daripada hanya menghitungnya. Melakukan segalanya dengan sebaik mungkin, bukannya secepat mungkin. Ini tentang kualitas daripada kuantitas dalam segala hal, mulai dari pekerjaan hingga makanan hingga bagaimana menjalani parenting."

Dalam buku Wendy Parkins yang berjudul Out of Time: Fast Subjects and Slow Living, Wendy menerangkan bahwa slow living melibatkan negosiasi sadar, dari berbagai hal duniawi yang membentuk kehidupan kita sehari-hari. Hal ini berasal dari komitmen untuk mengisi waktu dengan lebih penuh perhatian.

Dengan mengadopsi gaya hidup slow living, subjek berusaha menghasilkan praktik alternatif kerja dan waktu luang, keluarga hingga bersosialisasi.

Slow living menolak keyakinan bahwa lebih cepat lebih baik. Hidup lambat juga realistis, karena kita semua tahu ada kalanya kita harus bertindak cepat. Efisiensi ada pada tempatnya, tetapi terlalu sering melibatkan efisiensi dan kesibukan, malah bisa merampas tujuan dan kegembiraan hidup kita.

Dengan kehidupan yang lambat, kamu memiliki kesempatan untuk mengevaluasi apa yang penting, membuat keputusan secara sadar dan lebih matang alih-alih karena kebiasaan, serta benar-benar mengalami dan menikmati saat kita berada.

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌
‌