Fakta Menarik Film 'Frankenstein' Karya Terbaru Guillermo del Toro

- Guillermo del Toro mengungkapkan bahwa proyek ini adalah impian yang sudah dia kembangkan selama lebih dari dua dekade. Dia ingin menyoroti sisi emosional dan kemanusiaan dari setiap karakter.
- Del Toro awalnya berencana menjadikan proyek ini dalam dua bagian, namun akhirnya memutuskan untuk menggabungkannya menjadi satu film utuh dengan tiga bab utama.
- Proses syuting dilakukan di beberapa lokasi bersejarah di Inggris dan Skotlandia seperti Glasgow Cathedral dan Wilton House, menciptakan nuansa gotik yang megah dan autentik.
Akhirnya yang dinanti tiba! Film Frankenstein karya sutradara legendaris Guillermo del Toro resmi tayang di Netflix daro hari Jumat (7/11/2025). Film ini disebut sebagai salah satu proyek paling ambisius Netflix tahun ini karena menggabungkan kisah klasik tentang pencipta dan ciptaannya dengan sentuhan khas del Toro yang sarat emosi, simbolisme, dan keindahan visual bergaya gotik.
Dibintangi oleh Oscar Isaac, Mia Goth, dan Jacob Elordi, Frankenstein bukan sekadar adaptasi ulang karya klasik Mary Shelley, tapi juga reinterpretasi modern yang menggali sisi paling manusiawi dari monster legendaris ini. Buat kamu yang suka film dengan kisah mendalam dan visual artistik, ini wajib banget masuk daftar tontonan bulan ini!
Berikut sederet fakta menarik dari film Frankenstein versi Guillermo del Toro.
1. Impian seumur hidup Guillermo del Toro

Guillermo del Toro sudah lama dikenal sebagai penggemar berat kisah Frankenstein. Dalam wawancaranya dengan Netflix Tudum, dia mengungkapkan bahwa proyek ini adalah impian yang sudah dia kembangkan selama lebih dari dua dekade!
“Bagi saya, Frankenstein adalah kitab suci,” ungkap del Toro. Dia ingin menghidupkan kembali kisah klasik ini bukan sekadar lewat monster dan sains, tapi dengan menyoroti sisi emosional dan kemanusiaan dari setiap karakter.
2. Awalnya akan dibagi jadi dua film

Masih dari Netflix Tudum, del Toro awalnya berencana menjadikan proyek ini dalam dua bagian. Namun, ia akhirnya memutuskan untuk menggabungkannya menjadi satu film utuh dengan tiga bab utama yaitu Prolog, Victor’s Tale, dan The Creature’s Tale.
Tiga bab ini disebut sebagai bentuk penghormatan pada struktur naratif novel asli karya Mary Shelley dan membuat film ini tetap setia pada akar klasiknya, tapi dengan gaya penceritaan yang lebih sinematik dan emosional.
3. Syuting di lokasi nyata bernuansa gotik

Untuk menghadirkan atmosfer kelam yang khas, del Toro memilih lokasi nyata ketimbang menggunakan set digital. Dilansir dari Condé Nast Traveller, proses syuting dilakukan di beberapa lokasi bersejarah di Inggris dan Skotlandia seperti Glasgow Cathedral dan Wilton House.
Pilihan lokasi ini berhasil menciptakan nuansa gotik yang megah dan autentik, membuat setiap adegan terasa seperti lukisan hidup penuh detail klasik dan misteri.
4. Jacob Elordi kenakan 42 potongan prostetik

Peran ‘The Creature’ yang diperankan oleh Jacob Elordi ternyata menuntut dedikasi ekstrem. Dilansir dari Netflix Tudum, Jacob harus memakai 42 potongan prostetik berbeda setiap kali syuting dimulai.
Gerakannya pun tidak dibuat asal, del Toro mengungkapkan bahwa inspirasi ekspresi tubuh monster ini datang dari tarian Jepang butō dan gerakan anjing peliharaan sang aktor. Hasilnya, tampilan The Creature terasa hidup, menyedihkan, sekaligus menakutkan dalam satu waktu.
5. Tayang lebih dulu di bioskop

Sebelum hadir di Netflix, Frankenstein lebih dulu dirilis terbatas di bioskop pada 17 Oktober 2025. Langkah ini dilakukan agar penonton bisa menikmati visual megahnya di layar lebar, sekaligus membuka peluang untuk masuk ke musim penghargaan film dunia.
Dan hasilnya? Film ini langsung mendapat sambutan positif dari kritikus dan penonton berkat penyutradaraan del Toro yang penuh perasaan dan visualnya yang memukau.
6. Panen pujian di Rotten Tomatoes

Menurut data Rotten Tomatoes, Frankenstein berhasil mencetak skor 85% Tomatometer dari lebih 250 ulasan kritikus, serta 95% dari Popcornmeter berdasarkan ribuan ulasan penonton.
Kritikus memuji pendekatan emosional dan kemanusiaan yang dibawa del Toro, serta penampilan luar biasa dari Jacob Elordi, Oscar Isaac, dan Mia Goth. Banyak yang menilai film ini bukan hanya kisah horor klasik, tapi juga drama eksistensial tentang kesepian, penciptaan, dan keinginan untuk dicintai.
Dengan sentuhan khas Guillermo del Toro, Frankenstein versi ini terasa lebih dari sekadar kisah monster namun dia adalah refleksi mendalam tentang manusia dan rasa kehilangan. Visualnya memukau, emosinya tajam, dan ceritanya menggugah. Ini jadi kombinasi sempurna buat kamu yang suka film dengan makna mendalam dan atmosfer gelap nan elegan.



















