Atasan tweed berkerah tinggi & rok embellishments GYDA
Claresta Taufan: Di Balik Sorot Misteri dan Ketangguhan

- Claresta Taufan, atlet karate yang bertransformasi menjadi presenter dan bintang film.
- Perjalanan dari dunia karate ke layar lebar, melalui pengalaman sebagai presenter dan petualang.
- Pengalaman syuting film horor dan drama keluarga yang membawa Claresta meraih penghargaan internasional.
Sore itu, langit Jakarta mulai berwarna keemasan ketika POPBELA memulai sesi pemotretan POPCreator bersama Claresta Taufan. Tidak seperti biasanya yang dilakukan di pagi hari, kali ini suasana studio terasa lebih tenang, hanya ditemani cahaya lampu sorot dan alunan musik lembut yang mengisi ruangan. Claresta baru saja selesai dari workshop untuk project terbarunya, tapi tak sedikit pun lelah terlihat di wajahnya. Senyum cerianya justru membuat seluruh tim kembali bersemangat.
Malam itu, studio disulap dengan nuansa gelap dan misterius—tema horor yang dipilih untuk menyambut bulan Oktober, bulan yang selalu identik dengan Halloween. Meski konsepnya menyeramkan, atmosfer di lokasi tetap hangat, berkat energi positif dari Claresta yang mampu membuat siapa pun merasa nyaman di sekitarnya.
Di balik kamera yang sibuk menangkap setiap ekspresi Claresta, tersimpan banyak cerita menarik yang belum sempat terungkap. Perjalanan panjang seorang perempuan muda yang dikenal berani mencoba hal baru, yang tak pernah takut melangkah keluar dari zona nyaman. Dari arena karate ke depan kamera, dari panggung presenting ke layar lebar—semuanya dijalani Claresta dengan semangat yang sama: totalitas dan ketulusan.
Usai sesi pemotretan, POPBELA akhirnya berkesempatan berbincang lebih dekat dengan Claresta Taufan. Di tengah suasana studio yang mulai tenang, ia berbagi kisahnya tentang perjalanan karier, proses menemukan passion sejati, hingga momen-momen tak terlupakan yang membentuk dirinya menjadi sosok multitalenta seperti sekarang.
Berawal dari Atlet Karate

Siapa sangka, di balik sosok Claresta Taufan yang dikenal luwes di depan kamera, tersimpan semangat juang seorang atlet yang sudah terlatih sejak kecil. Ia mulai menekuni karate di usia delapan tahun—bukan karena paksaan, tapi karena rasa penasaran yang tumbuh dari kebiasaan menemani sang kakak berlatih.
“Awalnya cuma hobi aja, tapi lama-lama keterusan,” kenangnya sambil tersenyum.
Dibesarkan di keluarga yang menekankan pentingnya prestasi dan pendidikan, Claresta belajar disiplin sejak dini.
“Papa mama selalu bilang, karate nggak boleh ganggu sekolah, tapi sekolah juga nggak boleh ganggu latihan,” ceritanya. Prinsip seimbang itulah yang menuntunnya hingga berhasil masuk tim nasional dan meraih berbagai prestasi di dunia bela diri.
Dari sekadar hobi, karate membawa berkah besar dalam hidupnya. “Aku dapat beasiswa kuliah arsitektur empat tahun full karena prestasi karate,” ujarnya bangga.
Meski kini tak lagi aktif bertanding, semangat juang itu tetap hidup di dalam dirinya. “Sekarang aku nggak tanding lagi, tapi ilmu bela diri itu aku bawa ke film. Jadi kayak tetap hidup lewat karya.”
Dari Presenter ke Dunia Akting

Atasan tweed berkerah tinggi & rok embellishments GYDA, aksesori RACCOONANDBABIES
Perjalanan Claresta menuju dunia hiburan pun berawal secara tak terduga. Saat masih SMA, ia sempat terpikir untuk berhenti dari dunia karate demi fokus pada ujian nasional. Tapi, takdir berkata lain. Ketika mengikuti Pekan Olahraga Nasional (PON), tim dari sebuah program olahraga di NET TV datang untuk mewawancarainya.
“Mereka datang ke rumah, ngeliput aku latihan. Setelah PON selesai, mereka hubungin lagi dan bilang mereka mau punya host perempuan yang ngerti olahraga,” cerita dara kelahiran 23 April 1996 ini.
Itulah awal mula Claresta mengenal dunia presenting. Kala itu ia masih kuliah, tapi mampu membagi waktu dengan cermat. Dari host acara olahraga, langkahnya berlanjut ke Jejak Petualang, sebuah program petualangan yang membawanya menjelajahi pelosok negeri dan bertemu banyak orang dengan latar belakang berbeda.
Namun, titik balik terbesarnya datang saat ia mulai terjun ke dunia akting. “Aku selalu tertarik sama film dari dulu. Dari kuliah aku udah sering casting, tapi belum rezekinya. Aku percaya setiap orang punya timeline masing-masing, dan Tuhan udah atur itu,” tuturnya.
Dua tahun menjadi presenter ternyata bukan hanya memberikan pengalaman seru menjelajah alam, tapi juga bekal berharga untuk dunia akting. Dari pertemuannya dengan banyak orang dan budaya di berbagai daerah, Claresta belajar memahami karakter manusia—sesuatu yang kini ia terapkan dalam setiap peran yang ia mainkan.
“Aku belajar dari warga lokal, dari cara mereka bersyukur dan gigih menjalani hidup. Itu bikin aku lebih menghargai hidup, dan ternyata membantu banget waktu mendalami karakter di film,” ungkap Claresta.
Pertama Kali Claresta Taufan Main Film Horor

Embossed velvet dress Starry, aksesori RACCOONANDBABIES
Setelah menapaki dunia presenting dan petualangan, langkah Claresta Taufan berlanjut ke layar lebar. Tahun 2024 menjadi titik penting dalam kariernya ketika ia resmi debut di layar lebar lewat film Ronggeng Kematian, disusul dengan Badarawuhi di Desa Penari yang sukses mencuri perhatian publik. Menariknya, dua-duanya bergenre horor.
“Dulu aku tuh pengin banget main film,” ujar Claresta sambil tersenyum, mengenang momen awalnya terjun ke dunia perfilman. “Jadi waktu ditawarin, aku tuh nggak mikir genrenya apa. Horor, drama, action—aku gas aja! Yang penting ceritanya bagus dan orang-orang di produksinya kredibel.”
Bagi Claresta, keputusan untuk menerima peran bukan semata-mata soal genre, tapi tentang cerita dan proses di baliknya. Perempuan berzodiak Taurus ini ingin tumbuh lewat setiap karakter yang dimainkan, tak peduli apakah harus menjerit ketakutan, menangis kehilangan, atau berhadapan dengan hal-hal di luar nalar manusia.
“Genre bukan hal pertama yang aku lihat, tapi aku selalu perhatiin jalan ceritanya, karakternya, dan siapa aja yang terlibat di balik layar,” jelasnya.
Kejadian Horor Saat Syuting

Blus ruffle & rok mini lace Starry, aksesori RACCOONANDBABIES, sepatu Crocs
Berperan dalam film horor tentu punya tantangan tersendiri. Tak hanya soal ekspresi ketakutan yang meyakinkan, tapi juga kesiapan mental untuk masuk ke dunia yang gelap dan misterius. Claresta mengaku, setiap proyek punya cara pendekatan berbeda. Salah satu yang paling berkesan baginya adalah film Maryam: Janji dan Jiwa yang Terikat—sebuah kisah yang diangkat dari kejadian nyata.
“Ini pertama kalinya aku memerankan karakter yang kisah aslinya masih berjalan sampai sekarang,” ujarnya pelan. “Sebelum aku buka naskah, aku dipertemukan dulu dengan karakter aslinya. Jadi dari awal proses reading aja udah kerasa berat, karena harus hati-hati, mindful, dan tetap respect.”
Meski Claresta sendiri tak mengalami kejadian mistis secara langsung, bukan berarti suasana di lokasi syuting aman-aman saja. “Yang ngalamin (kejadian horor) justru lawan mainku yang berperan jadi 'dia' (Jin Dimriyat—diperankan oleh Ruli Fitrian Alia),” ceritanya.
“Jadi di hari pertama syuting, dia baru sampai di basecamp yang letaknya di tengah hutan. Dia ke belakang sebentar, terus ngeliat sosok tinggi banget, sekitar 2,3 meter, berdiri di belakangnya. Pas dia balik dan mulai test makeup pakai prostetik, sosok yang dia lihat itu ternyata sama persis kayak karakternya di film.”
Claresta meringis kecil saat mengenang cerita itu. “Untungnya aku baru dikasih tahu berbulan-bulan kemudian, waktu filmnya udah mau tayang.”
Akting yang Jadi Panggilan Hati

Blus ruffle lace Starry, aksesori RACCOONANDBABIES
Tahun 2025 menjadi titik penting dalam kariernya. Lewat film Pangku, Claresta untuk pertama kalinya tampil sebagai pemeran utama dalam film drama keluarga—sebuah langkah besar setelah sebelumnya dikenal lewat genre horor. “Sebenernya Pangku itu syutingnya duluan dibanding Maryam, tapi tayangnya belakangan,” ceritanya sambil tersenyum.
Prosesnya pun tak main-main. Ia melewati dua kali casting sebelum akhirnya resmi bergabung dalam proyek yang disutradarai oleh Reza Rahadian itu. “Aku seneng banget waktu dikabarin lolos. Persiapannya pun intens—reading, diskusi sama Kak Reza dan semua cast lainnya. Kita semua ngerjainnya dengan hati.”
Berbeda dari dunia horor yang menuntut adrenalin tinggi, Pangku menghadirkan sisi Claresta yang lebih lembut dan emosional. “Kalau di Badarawuhi aku mainin karakter yang driven banget karena ibunya, di Pangku semuanya dijalani dengan hati. Ini film yang hangat dan jujur,” ungkapnya.
Kejujuran itulah yang ternyata mengantarkannya ke salah satu pencapaian terbesar dalam kariernya. Di tahun 2025, Claresta berhasil meraih penghargaan Rising Star Award di Marie Claire Asia Star Awards, bagian dari ajang Busan International Film Festival ke-30 berkat perannya di film Pangku.
“Alhamdulillah, piala itu bukan milik aku sendiri, tapi milik semua orang Indonesia,” ucapnya rendah hati. “Big thanks untuk tim dan cast film Pangku, khususnya Kak Reza Rahadian. Karena bagaimanapun orang-orang pertama kali mengenal Claresta lewat film ini.”
Meski memenangkan penghargaan bergengsi di luar negeri, Claresta tetap berpijak pada nilai-nilai yang sederhana—syukur, kerja keras, dan semangat untuk terus belajar. “Hari itu aku bahagia banget, tapi setelah itu aku bilang ke diri sendiri: 'Oke, sekarang waktunya belajar lagi'. Tujuan utamanya bukan sekadar penghargaan, tapi bisa terus berkarya dengan sepenuh hati.”
Bagi Claresta, setiap proyek yang datang di tahun ini punya makna tersendiri—dari film Maryam yang penuh misteri, Pangku yang hangat, hingga Abadi Nan Jaya yang baru saja tayang. “Semuanya berkesan, karena tiap prosesnya membentuk aku jadi Claresta yang sekarang,” tuturnya.
Pencapaian demi pencapaian yang ia raih seolah menjadi bukti bahwa bagi Claresta, akting bukan sekadar profesi—tapi panggilan hati yang dijalani dengan sepenuh jiwa.
Si Serba Bisa yang Tak Pernah Takut Mengeksplorasi

Di mata banyak orang, Claresta Taufan dikenal sebagai sosok serba bisa. Dari kecil, ia sudah terbiasa menyeimbangkan antara disiplin dan rasa ingin tahu—berawal dari atlet karate berprestasi, lalu menjelajahi hutan dan lautan lewat Jejak Petualang, hingga kini menyalurkan sisi artistiknya lewat dunia akting. Tapi di balik semua itu, Claresta mengaku dirinya hanya seorang yang gemar belajar hal baru.
“Mungkin karena aku tumbuhnya fokus di pendidikan dan prestasi, jadi setelah semuanya selesai aku tuh kayak masih banyak penasaran,” ujarnya sambil tersenyum. “Akhirnya aku cobain banyak hal lain kayak surfing, diving, melukis—apa pun yang bisa bikin aku bahagia.”
Bagi Claresta, semua kegiatan itu bukan sekadar hobi, tapi cara untuk menjaga keseimbangan diri. Ketika dunia akting menuntut fokus dan emosi, ia menemukan ketenangan dalam hal-hal sederhana seperti menggambar, journaling, atau menulis puisi pendek. “Kadang kalau lagi penuh, aku nulis, main cat, atau bikin puisi buat diri sendiri. Itu cara aku recharge energi.”
Energi eksploratif itu pula yang membuatnya disebut sebagai sosok multitalenta—tak hanya di layar, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Claresta tak pernah membatasi diri pada satu hal, karena baginya, setiap pengalaman baru adalah bagian dari proses untuk terus tumbuh.
Keluarga, Sumber Kekuatan dan Tempat Pulang

Meski dikenal tangguh dan mandiri, Claresta mengaku kekuatannya banyak terbentuk dari lingkungan keluarga yang hangat. Sejak kecil, nilai disiplin dan semangat pantang menyerah sudah ditanamkan oleh orang tuanya—terutama lewat dunia karate yang ia geluti sejak usia muda.
“Mungkin didikannya seperti itu ya, dari karate juga aku belajar untuk nggak gampang putus asa. Kalau mau sesuatu, ya harus berusaha,” ceritanya.
Namun di balik ketegasan itu, Claresta tetap merasa bebas menjadi diri sendiri di rumah. “Kalau di luar aku harus kuat, tapi di rumah aku bisa jadi anak kecil, anak mama papa. Mereka tetap lihat aku sebagai anak mereka yang dulu,” ucapnya sambil tertawa kecil.
Bagi Claresta, keluarga bukan sekadar tempat pulang—mereka adalah fondasi yang membuatnya berani bermimpi dan melangkah sejauh ini. “Mereka penting banget. Mereka itu prioritas dan safety net aku,” katanya tulus. “Atas dukungan dan doa mereka, aku bisa ada di titik ini sekarang. They are my number one support system. I love them so much.”
Melihat perjalanan Claresta Taufan, mudah rasanya memahami kenapa ia disebut sosok yang menginspirasi. Dari karate hingga layar lebar, semua dijalani dengan hati dan semangat untuk terus belajar. Baginya, setiap pengalaman bukan sekadar pencapaian, tapi proses menemukan versi terbaik dari dirinya. Di balik sorotan dan kesibukan, Claresta tetap berpijak pada hal terpenting: rasa syukur, kebahagiaan sederhana, dan cinta keluarga yang selalu jadi rumahnya untuk kembali.
Credit:
Photographer: Andre Wiredja
Fashion Editor: Michael Richards
Stylist: Hafidhza Putri Andiza
Beauty Asst.: Shavira Annisa
Makeup Artist: Vani Sagita
Hair Stylist: Gita Aprisa
Interview by: Windari Subangkit
POPBELA.com Crew: Nadhira Annisa



















