BRI Jazz Gunung Bromo Series 2: Simfoni di Tengah Balutan Kabut

BRI Jazz Gunung Bromo Series 2 digelar pada 25 dan 26 Juli 2025, menampilkan pertunjukan spesial dari Monita Tahalea, Lorjhu', Bintang Indrianto Trio, Natasya Elvira, Tohpati Ethonomission, Rouge, dan Sal Priadi.
Monita Tahalea menyuguhkan pertunjukan spesial dengan total 13 lagu termasuk "Keliru" dan "Kawan", sementara Lorjhu' tampil dengan sentuhan etnik khas Madura membawakan delapan lagu.
Bintang Indrianto Trio memukau penonton dengan permainan bass yang kaya warna, sementara Natasya Elvira memberikan energi keceriaan dan Sal Priadi menutup festival ini dengan penampilan magis
Setelah sukses menggelar series pertama pada tanggal 19 dan 20 Juli 2025, BRI Jazz Gunung Bromo Series kembali menyapa penggemar musik jazz pada 25 dan 26 Juli 2025. Sama seperti sebelumnya, festival musik jazz paling etnik ini berlokasi di kaki gunung Bromo dengan suhu yang menyentuh 11 derajat celcius. Dinginnya udara, membuat penonton merasakan kehangatan lewat simfoni suara dari para penampil.
BRI Jazz Gunung Series 2 ini menghadirkan perpaduan artistik yang sangat kuat, mulai dari deretan musisi jazz ternama hingga dunia, penampilan spesial, sampai seni visual luar biasa yang membuat festival musik ini tidak hanya dinikmati, namun juga memberi pengalaman tak terlupakan. Popbela akan menceritakannya untuk kamu!
Monita Tahalea suguhkan pertunjukan spesial

Di hari pertama, penampilan spesial dari Monita Tahalea seakan menyambut kehadiran penonton yang baru saja tiba di Amphitheater Jiwa Jawa Resort, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Ini kali pertama saya menikmati suara syahdu pelantun lagu "Keliru" di kaki gunung. Dengan udara dingin yang menusuk, saya dan penonton dipeluk hangatnya alunan lagu dari Monita.
Vokalnya yang lembut dan khas, Monita membawakan total 13 lagu, termasuk dari album terbarunya "Matcha with the Sun" juga "Kawan". Tak hanya membawakan lagu-lagu andalannya saja, Monita juga berbagi cerita di balik karyanya, menyajikan kedekatan emosional yang jarang dirasakan di pertunjukan musik lainnya.
Penampilan spesial ini terasa makin istimewa ketika Monita mengajak Sri Hanuraga berkolaborasi lewat lagu "Merona" dan "Kehidupan". Saya seakan dibuat terhipnotis dengan perpaduan musik dan lirik yang lirih. Lebih dari dua jam, pertunjukan spesial ini ditutup dengan merdunya lantunan "Laila".
Lorjhu’ tampil dengan sentuhan etnik khas Madura

Lorjhu' menjadi sebuah pembeda di dalam BRI Jazz Gunung Series 2 Bromo. Lorjhu' hadir sebagai salah satu perwakilan musik rock dengan sentuhan etnik khas Madura. Sore hari yang mulai dingin, berubah menjadi membara ketika lagu "Nemor" mulai dibawakan. Lengkap kenakan sarung dan peci tinggi khas Madura, Badrus Zeman, vokalis Lorjhu’, ingin menunjukan bahwa anak muda asal Madura tak hanya bisa karapan sapi, tapi juga bisa menulis lirik lewat gitar.
Dengan durasi 40 menit, Lorjhu' menjadi pembuka hari kedua yang begitu memukau. Dentuman suara keras dan bising, justru membuat saya makin nyaman menikmati delapan lagu yang dibawakan band asal Sumenep ini. Tidak hanya POPBELA, tapi saya yakin semua penonton juga.
Bintang Indrianto Trio, sajikan permainan bass

Dingin makin menusuk, matahari mulai menghilangkan dirinya. Festival ini langsung dilanjutkan dengan permainan memukau dari Bintang Indrianto Trio. Penuh dengan karakter dan kaya warna, saya dibuat terkesima dengan kolaborasi antara drum, gitar, saxophone, dan bass milik Bintang. Salah satu kurator BRI Jazz Gunung ini membawakan total delapan lagu, mulai dari "It's Pay Day", "Kanderstegcation", dan ditutup dengan magis oleh "Rainbow".
Natasya Elvira berikan energi keceriaan dengan cara klasik

Bisa dibilang, penampilan Natasya Elvira menjadi momen yang paling ditunggu para penonton, termasuk saya, di BRI Jazz Gunung Series 2 Bromo. Tepat pada pukul 17.00, solois jazz muda itu masuk ke area diiringi riuh penonton yang sudah menantikan kehadirannya. "Four" menjadi lagu pembuka pada penampilannya kali ini.
Penyanyi jazz asal Jakarta ini tampil dengan aransemen yang segar sekaligus interaksi hangat. Suaranya yang memiliki warna tersendiri begitu harmonis saat dipadukan dengan permainan para peserta Bromo Jazz Camp. Berhasil menciptakan pertunjukkan yang tidak hanya menghibur, tapi juga menghangatkan hati.
Menurut saya yang paling menarik, saat Natasya membawakan lagu ciptaannya sendiri, "So Lucky to be Young" yang langsung hits saat dirilis pada pertengahan 2023 lalu.
Sambut dinginnya malam bersama Tohpati Ethonomission

Petunjukan semakin meriah ketika Tohpati Ethonomission memasuki Amphitheater. Musisi jazz kenamaan Indonesia itu kembali membuktikan kemampuannya sebagai gitaris kelas dunia yang membawakan instrumental luar biasa. Menggabungkan tempo cepat dan sentuhan etnik nusantara yang sangat kental, bikin semua penonton terhanyut dengan melodi yang dibangun.
Tohpati Ethnicmission membuka penampilannya dengan membawakan musik instrumental berjudul "Janger", dilanjutkan lagu "Pelog Rock" yang memiliki tempo cepat, sehingga menyuntikan semangat ke penonton. Total tujuh lagu dengan durasi satu jam, Tohpati menyajikan musik intrumental kaya budaya yang bisa dinikmati semua kalangan.
Rouge, musik jazz Prancis menyatu dengan Bromo

Rouge, merupakan trio jazz kontemporer asal Prancis yang terdiri dari Madeleine Cazenave (piano), Sylvain Didou (kontrabas), dan Boris Louvet (drum dan elektronik). Trio yang terbentuk pada tahun 2018 ini membuka penampilannya dengan aransemen hangat dari "Tempête + Au Creux des Ronces", lalu dilanjutkan "Fleuve", "Petite Jour", dan ditutup dengan "Move In".
Dengan total tujuh aransemen yang dibawa, Rouge berhasil membuat suasana Gunung Bromo ke level yang berbeda. lantunan kontrabas, piano, dan drum mengalir begitu kuat namun dengan cara yang halus. Aku dan penonton seakan larut, terbawa dalam cerita yang dibangung lewat nada dan harmoni merdu.
Syahdu dan haru, Sal Priadi menutup dengan magis

Tepat pukul 21.40 WIB, Amphitheater berubah menjadi lebih gelap dan hening menyambut kehadiran Sal Priadi. Penyanyi asal Malang ini membuka penampilannya dengan "Misteri Minggu Pagi" lewat sentuhan theterical bersama dua backing vocal. Sal mengajak Jamaah Al-Jazziyah, sebutan untuk penonton Jazz Gunung, untuk ikut dalam cerita yang ia bangun di setiap masing-masing lagu.
Penonton (termasuk saya) terhanyut dengan set list yang sudah dipersiapkan Sal, seperti "Kita Usahakan Rumah Itu", "Besok Kita Pergi Makan", "Gala Bunga Matahari", "I'd Like to Watch you Sleeping", hingga ditutup dengan keseruan "Dalam Dia". Setiap lagu mengandung emosi yang berbeda, dan kita dibuat menikmati emosi tersebut.
Momen dimana Sal Priadi menghampiri penonton membuat interaksi antara musisi dengan penikmatnya begitu hangat. Sal berlari ke area penonton, dan menaiki salah satu kursi agar posisinya terlihat jelas dari area festival. Aksi ini disambut sangat meriah sekaligus menjadi tanda selesainya BRI Jazz Gunung Series 2: Bromo.
Menikmati Bromo tidak hanya alamnya, lewat simfoni yang disimpulkan dalam BRI Jazz Gunung Series Bromo ini, menyadarkan bahwa musik jazz juga bisa berpadu dengan alam. Jika belum sempat merasakannya, mulai dari sekarang siap-siap untuk mengikuti Jazz Gunung Ijen yang akan menggema di bulan depan. Jangan lewatkan, ya!



















