Beberapa agama juga memiliki tradisi khusus seputar veil. Dalam agama Yahudi, misalnya, pasangan mengambil bagian dalam upacara Bedeken, yaitu ketika pengantin laki-laki memandang pengantin perempuan dan kemudian meletakkan veil di atas kepala pengantin perempuan untuk memastikan bahwa dia menikahi orang yang tepat.
“Tradisi ini berasal dari kisah Yakub, Rahel, dan Lea dalam kitab Kejadian dari Taurat,” kata Samantha.
“Pengantin laki-laki berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan Yakub yang menikahi pengantin perempuan yang salah,” lanjutnya.
Tak hanya itu, pengantin laki-laki Yahudi juga percaya veil sebagai simbolis untuk fokus pada kecantikan batin pengantin perempuan.
"Pengantin laki-laki Yahudi percaya bahwa veil pengantin wanitanya juga dipandang sebagai tindakan simbolis untuk memfokuskan pada kecantikan batin dan kualitas perempuan yang akan dinikahinya. Veil mengharuskan pengantin laki-laki untuk diingatkan bahwa pernikahan bukan hanya tentang dunia fisik tetapi juga dunia spiritual," jelasnya.
Sementara dalam pernikahan katolik yang dilangsungkan di gereja, veil justru dimaksudkan untuk menambah kesopanan pengantin perempuan. Ini menunjukkan keinginan untuk rendah hati sekaligus tanda kesucian.
“Sebagian besar gereja Katolik tradisional mengharuskan bahu pengantin perempuan ditutupi selama misa, apakah itu berarti gaun berlengan atau renda dari veil mantilla,” kata sang desainer.
“Secara tradisional, veil menunjukkan keinginan dalam diri pengantin perempuan untuk menjadi rendah hati, dan juga merupakan tanda kesucian,” tambahnya.
Sementara itu, dalam pernikahan Kristen, veil dapat dilihat sebagai simbol ketundukan pengantin perempuan kepada suaminya dan Gereja, yang mencerminkan hubungan antara Kristus dan Gereja.