Berawal dari Mesir Kuno, Ini Sejarah Tradisi Cincin Pernikahan

- Cincin pernikahan menjadi simbol komitmen, ekspresi pribadi, dan aksesori modis yang menyampaikan nilai pribadi.
- Berawal dari Mesir Kuno dan Yunani, cincin pernikahan melambangkan keabadian dan pengabdian sejak 6000 tahun yang lalu.
- Tradisi cincin pernikahan berkembang dari Mesir ke Yunani, Romawi, Eropa Abad Pertengahan hingga era modern.
Setiap detail dalam pernikahan punya sejarah dan maknanya sendiri yang menarik. Tradisi berkembang dari satu daerah ke seluruh dunia. Ada pula daerah yang membuat tradisinya sendiri, membuat sebuah pernikahan menjadi lebih otentik. Ada beberapa tradisi umum dalam pernikahan, misalnya baju pengantin yang identik dengan warna putih, membawa buket bunga, sampai memakai cincin pernikahan.
Nah, kali ini Popbela akan membahas sejarah dari tradisi cincin pernikahan. Cincin pernikahan biasanya menuliskan nama atau inisial satu sama lain. Perhiasan satu ini umum melambangkan cinta dan kesetiaan. Ternyata tradisi satu ini bermula dari Mesir Kuno sejak 6000 tahun yang lalu. Yuk, simak sejarah menarik tradisi cincin pernikahan yang jadi salah satu persiapan wajib saat menikah.
1. Cincin pernikahan menjadi simbol komitmen

Mengutip dari Brides, Cincin nikah adalah simbol komitmen yang universal. Cincin ini menunjukkan kepada dunia bahwa pemakainya telah menjalin hubungan tanpa harus mengucapkan sepatah kata pun. Cincin nikah juga telah menjadi sebuah bentuk ekspresi pribadi. Ini adalah aksesori modis yang dikenakan setiap hari, dan menyampaikan banyak hal tentang gaya dan nilai pribadi seseorang.
2. Berawal dari Mesir Kuno

Bertukar cincin telah lama dilakukan oleh sebuah pasangan dalam pertunangan atau pernikahan. Teks-teks sejarah menunjukkan bahwa pasangan di Mesir dan Yunani kuno bertukar cincin dalam upacara pertunangan dan pernikahan. Mengutip dari GIA (Gemological Institute of America), Firaun Mesir menjadi yang pertama kali menggunakan cincin untuk melambangkan keabadian. Hal ini karena lingkaran tidak memiliki awal dan akhir, dan mencerminkan bentuk matahari dan bulan, yang disembah oleh orang Mesir.
Ketika Alexander Agung menaklukkan Mesir, orang-orang Yunani mengadopsi tradisi memberikan cincin kepada kekasih mereka untuk melambangkan pengabdian. Banyak dari cincin ini menggambarkan Eros atau Cupid, dewa cinta. Di Mesir kuno, cincin dibuat dari alang-alang, rami, dan tulang, yang melambangkan cinta dan komitmen abadi. Bentuknya yang melingkar melambangkan ketidakterbatasan dan ikatan tanpa awal atau akhir.
3. Berlanjut ke Kekaisaran Romawi

Ketika kekaisaran Romawi menaklukkan Yunani, mereka mengambil tradisi ini dan mulai menggunakan cincin besi dan tembaga dalam upacara pernikahan. Cincin besi terkadang memiliki motif kunci untuk melambangkan bahwa sang istri sekarang memiliki kendali atas barang-barang rumah tangga.
Para perempuan Romawi diberi dua cincin untuk mengumumkan pertunangan dan pernikahan mereka. Pengantin kelas menengah ke bawah memiliki satu cincin dari besi untuk dikenakan saat berada di rumah di mana biasanya melakukan pekerjaan rumah tangga. Satu cincin lagi yang terbuat dari emas, hanya dikenakan saat berada di depan umum.
Kala itu, cincin besi menandakan kekuatan dan keabadian pernikahan. Praktik ini menyebar ke seluruh Eropa seiring dengan meluasnya Kekaisaran Romawi, dan akhirnya berkembang menjadi tradisi yang dikenal sekarang. Cincin-cincin ini juga biasanya dikenakan di jari keempat tangan kiri atau di jari manis tangan kiri karena banyak peradaban kuno yang percaya bahwa jari tersebut terhubung langsung ke jantung.
4. Berevolusi dengan hiasan batu berharga

Pada abad pertengahan, orang-orang mulai mengenakan cincin emas dengan permata berharga, seperti batu rubi dan zamrud, untuk menandakan status hubungan mereka. Orang Eropa Abad Pertengahan menggunakan batu rubi untuk melambangkan gairah, safir untuk melambangkan langit, dan berlian untuk melambangkan kekuatan yang teguh.
Cincinnya pun menjadi lebih rumit, dengan beberapa di antaranya menampilkan simbol-simbol religius atau desain yang rumit. Pada abad ke-15 hingga 17, populer cincin pernikahan Gimmel yang terdiri dari tali-tali yang saling mengunci yang melambangkan penyatuan dua orang.
Cincin nikah dengan berlian pertama kali tercatat berasal dari akhir tahun 1300-an atau awal tahun 1400-an. Kala itu, cincin tersebut ditinggalkan oleh seorang janda Inggris dalam surat wasiatnya. Masih di sekitar tahun yang sama, ditemukan pula sebuah puisi tentang pernikahan dua sosialita Italia pada tahun 1475 yang berbunyi: "Dua keinginan, dua hati, dua gairah disatukan dalam satu pernikahan oleh sebuah berlian". Puisi tersebut menandakan kalau kala itu pernikahan telah mengenakan cincin berlian.
Di sisi lain menurut catatan, cincin pertunangan dengan berlian pertama yang terkenal ada pada tahun 1477. Saat itu, Archduke Maximillian dari Austria menggunakannya untuk melamar calon istrinya, Mary dari Burgundy. Cincin tersebut konon terbuat dari berlian pipih kecil yang membentuk inisial Mary, M, yang terkenal sebagai calon duchess paling menarik saat itu.
Baru di era Victoria pada pertengahan abad ke-20, cincin pernikahan berlian menjadi populer untuk dimiliki dan dikenakan. Ini sehubungan dengan kecintaan Ratu Victoria pada berlian.
5. Tak hanya perempuan, laki-laki akhirnya juga memakai cincin

Pada Abad Pertengahan di Inggris, menikah sangatlah sederhana. Sebuah pasangan bisa dikatakan telah menikah jika keduanya sama-sama setuju. Sering kali, persetujuan ini diekspresikan melalui pemberian dan penerimaan sebuah benda yang disebut ‘maskawin’, dan kerap kali berupa cincin. Dengan demikian, ‘pernikahan’ adalah upacara di mana seorang laki-laki menawarkan sebuah cincin kepada seorang perempuan dan perempuan tersebut menerimanya.
Hal ini menjadi norma pada abad ke-8. Namun, akhirnya mulai ada perdebatan tentang keabsahan pernikahan tersebut. Karena saksi dan pendeta tidak diwajibkan untuk hadir dalam pernikahan, salah satu atau kedua pasangan bisa saja menyangkal bahwa mereka telah menikah. Oleh karenanya, pada abad ke-12, gereja Kristen Eropa menyatakan pernikahan sebagai sakramen suci dan mendirikan upacara gereja. Cincin adalah bagian dari upacara tersebut, dan menjadi aturan bahwa tidak ada laki-laki yang boleh memakaikan cincin apa pun di tangan perempuan kecuali jika dia bermaksud untuk menikah.
Sebelumnya, cincin tidak selalu menandakan pernikahan. Cincin sering diberikan sebagai tanda pengabdian atau sebagai tanda pertunangan. Jadi, ketika gereja menyebut diperlukannya cincin pernikahan, kemungkinan ada dua jenis cincin yang berbeda yang dimiliki sang pengantin. Pertama, cincin pertunangan yang lebih pribadi serta cincin pernikahan yang disetujui oleh gereja.
Cincin nikah sebagian besar dikenakan oleh perempuan, meskipun gereja Kristen mendorong pertukaran cincin nikah sebagai bentuk agar laki-laki juga dapat menjaga kesetiaannya. Cincin nikah baru populer di kalangan laki-laki selama Perang Dunia II ketika tentara Amerika dan Eropa mengenakan cincin tersebut sebagai cara untuk mengenang istri dan kekasih mereka di kampung halaman. Tradisi ini terus berlanjut hingga Perang Korea. Setelah itu, cincin nikah untuk laki-laki juga menjadi populer di kalangan warga sipil.
6. Cincin pernikahan modern yang bisa dimodifikasi

Di era modern saat ini, cincin pernikahan dikenakan oleh kedua pasangan dalam banyak budaya. Ini melambangkan cinta, komitmen, pengabdian dan ikatan yang terus berlanjut di antara mereka. Kini, cincin pernikahan bisa dimodifikasi sesuai dengan gaya atau kesukaan masing-masing. Ini juga bisa dibuat untuk menunjukkan seperti apa cinta dari pasangan pengantin tersebut.
Itulah sejarah cincin pernikahan yang menjadi detail yang tak boleh tertinggal dalam pernikahan.



















