Pernikahan dalam Islam memiliki aturan yang jelas, termasuk mengenai siapa yang halal dan haram untuk dinikahi. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah hukum menikahi saudara ipar. Apakah hal ini diperbolehkan dalam Islam atau dilarang?
Dalam Islam, pernikahan bukan sekadar ikatan antara dua individu, tapi juga menyangkut keluarga besar dan norma-norma yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, memahami pembahasan ini menjadi penting agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan tetap sesuai dengan ajaran agama.
Popbela akan merangkum hukum menikahi saudara ipar dalam Islam dari berbagai sumber. Yuk, simak!
Hukum tentang menikahi saudara ipar dalam Islam
Melansir dari laman NU Online, Menikahi dua perempuan yang bersaudara secara bersamaan tidak diperbolehkan dalam Islam. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur'an, surah An-Nisa, sebagai berikut:
وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأُخْتَيْنِ إِلا مَا قَدْ سَلَفَ
Artinya:
“(Diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau.” (QS. An-Nisa’:23)
Aturan menikahi seorang perempuan
Tidak hanya merujuk dengan dua perempuan bersaudara saja, tapi juga mencakup hubungan antara bibi dan keponakannya. Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah SAW berikut:
لَا تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ عَلَى عَمَّتِهَا وَلَا الْعَمَّةُ عَلَى بِنْتِ أَخِيهَا وَلَا الْمَرْأَةُ عَلَى خَالَتِهَا وَلَا الْخَالَةُ عَلَى بِنْتِ أُخْتِهَا لَا الْكُبْرَى عَلَى الصُّغْرَى وَلَا الصُّغْرَى عَلَى الْكُبْرَى
Artinya:
“Tidak boleh dinikahi seorang perempuan bersama dengan bibinya (dari pihak ayah), juga seorang bibi (dari pihak ayah) bersama dengan keponakannya, juga seorang perempuan bersama dengan bibinya (dari pihak ibu), juga seorang bibi (dari pihak ibu) bersama dengan keponakannya, juga seorang kakak bersama dengan adik perempuannya, juga seorang adik bersama dengan kakak perempuannya.” (HR. at-Tirmidzi)
Kedudukan saudara ipar
Kedudukan saudara ipar sendiri ialah termasuk orang yang tidak boleh dinikahi, selama masih terikat pernikahan dengan pasangan. Sebagaimana dijelaskan oleh Muhammad Utsman Al-Khasyt dalam Fikih Wanita: Empat Mazhab, ipar tidak termasuk mahram.
Larangan berduaan dengan saudara ipar
Karena ipar bukan termasuk mahram, seorang Muslim perlu berhati-hati dalam berinteraksi dengannya. Mengutip dari Fikih Perempuan Kontemporer karya Farid Nu'man, Rasulullah SAW bahkan pernah bersabda mengenai hal ini. Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir RA, Rasulullah SAW bersabda:
"Hati-hatilah kalian memasuki tempat perempuan."
Seorang laki-laki dari kaum Anshar pun bertanya, "Wahai Rasulullah, apa pendapatmu dengan al-hamwu (ipar)?"
Rasulullah menjawab, "Ipar adalah maut (kematian)." (HR. Tirmidzi)
Bagaimana menikahi saudara ipar jika sudah bercerai atau pasangan meninggal?
Dalam konteks pernikahan dengan saudara ipar, di Indonesia dikenal istilah “turun ranjang” dan “naik ranjang.” Kedua istilah ini merujuk pada pernikahan antara seorang individu dengan adik atau kakak iparnya setelah pasangan sahnya meninggal dunia atau bercerai.
Biasanya, suami akan menikahi adik atau kakak dari istrinya yang telah wafat atau berpisah. Lantas, bagaimana pandangan Islam mengenai hal ini?
Mengutip laman CariUstadz, Imam An-Nawawi dalam kitab Raudhatul Thalibin memberikan penjelasan mengenai hukum menikahi saudara ipar.
وَلَوْ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ طَلَاقًا بَائِنًا، فَلَهُ نِكَاحُ أُخْتِهَا فِي عِدَّتِهَا، وَإِنْ كَانَ رَجْعِيًّا، لَمْ تَحِلَّ أُخْتُهَا حَتَّى تَنْقَضِيَ عِدَّتُهَا
Artinya:
“Seandainya, seorang suami menceraikan istrinya dengan talak ba’in (talak tiga), maka ia boleh langsung menikahi saudara iparnya meski masih dalam masa iddah istrinya. Berbeda halnya, jika istrinya dicerai dengan talak raj’i, maka iparnya tidak halal dinikah sampai istrinya habis iddah,” (Lihat: Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, juz VII, halaman 117).
Itulah pembahasan hukum menikahi saudara ipar dalam Islam yang penting untuk diketahui. Wallahu a'lam bissawab.