Dalam era kencan modern saat ini, sayangnya ghosting atau tindakan menghilang secara tiba-tiba sayangnya cukup marak dilakukan. Tak hanya dalam hubungan tanpa status saja, tindakan ini juga bisa terjadi dalam hubungan romantis resmi sekalipun.
Jika dikutip dari laman Verywell Mind, terdapat beberapa penyebab seseorang melakukan ghosting. Di antaranya, mempunyai rasa insecure, takut akan konflik, ataupun memiliki ketidakmampuan dalam mengomunikasikan perasaan.
Namun, terlepas dari alasan tersebut, sikap meninggalkan seseorang secara tiba-tiba tanpa adanya penjelasan bukanlah hal yang bijaksana. Terlebih, tindakan ini dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif bagi korban, seperti munculnya perasaan rendah diri hingga depresi.
Di samping itu, ketimbang putus hubungan dengan alasan yang jelas, korban ghosting juga dianggap lebih sulit untuk move on dari kejadian pahit tersebut.
Kira-kira, mengapa demikian?
Dalam artikel ini, Popbela bakal bagikan 6 alasan korban ghosting lebih susah move on untukmu. Yuk, simak!
1. Tidak adanya penutupan hubungan
Tindakan ghosting nyatanya lebih menyakitkan ketimbang putus cinta. Pasalnya, putus cinta meski menimbulkan rasa sakit, tetapi memiliki kejelasan mengenai closure atau penutupan hubungan. Oleh karenanya, masing-masing pasangan bisa mulai memulihkan luka dan melanjutkan kehidupannya.
Namun, tidak demikian halnya dengan korban ghosting. Penutupan yang tidak diberikan oleh pelaku pada akhirnya memunculkan ketidakpastian. Mereka pun jadi kebingungan, apakah hubungan tersebut sebetulnya masih berpotensi untuk dilanjutkan, atau memang sudah benar-benar berakhir.
2. Terlukanya harga diri
Alasan korban ghosting lebih susah move on yang kedua adalah terlukanya harga diri.
Yup, tindakan pengabaian yang dilakukan pelaku ghosting dapat mengakibatkan perasaan tidak penting ataupun tidak diinginkan, yang membuat harga diri korban terluka. Korban juga cenderung mempertanyakan kelayakan diri mereka dalam sebuah hubungan romantis.
Apabila kejadian ini tidak dapat diproses secara bijaksana oleh korban, akibatnya bisa menyebabkan mereka punya isu kepercayaan terkait hubungan asmara.
3. Munculnya emosi intens yang sulit untuk diproses
Faktanya, ketika seseorang ditinggalkan secara tiba-tiba tanpa adanya penjelasan, akan memunculkan gelombang emosi intens yang sulit untuk diproses. Entah itu kebingungan, kemarahan, kesedihan, maupun kehilangan.
Bahkan, kejadian ini juga rentan menimbulkan masalah kecemasan, yang dapat berdampak signifikan kepada kehidupan korban ghosting. Alhasil, korban pun jadi lebih sulit untuk melangkah maju.
4. Memicu masalah kemelekatan yang dimiliki korban
Attachment style atau gaya kemelekatan terbentuk ketika seseorang mempunyai figur orang tua atau pengasuh yang tidak konsisten atau mengabaikannya, baik secara fisik maupun emosional di masa kanak-kanak. Akibatnya, ia mungkin memiliki attachment style cemas dengan pasangannya ketika beranjak dewasa. Ia rentan merasakan kecemasan berlebihan tentang hubungan asmaranya, maupun ketakutan berlebihan akan ditinggalkan oleh pasangannya.
Sehingga, saat seseorang yang mempunyai gaya kemelekatan cemas, kemudian mengalami kejadian ghosting, ia kemungkinan terjebak lebih lama dalam situasi pengabaian yang dialaminya.
Hal ini cenderung menghambatnya dalam proses melepaskan si pelaku. Tak jarang, muncul pula perasaan menyalahkan diri sendiri atas kejadian tersebut.
5. Masih menyimpan harapan untuk mendapatkan penjelasan
Bagi beberapa korban ghosting, mereka masih menyimpan harapan bahwa si pelaku akan kembali menghubungi, menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, ataupun meminta maaf. Hal ini bisa terjadi berhari-hari, bahkan berbulan-bulan lamanya.
Harapan palsu yang terus dipegang oleh korban ghosting tersebut bakal mengakibatkan mereka semakin sulit menyembuhkan diri dan move on dari kejadian tersebut.
6. Kesulitan dalam memahami niat dari orang yang melakukan ghosting
Setelah kejadian ghosting terjadi, para korban umumnya bakal terus mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Mereka mungkin melakukan kilas balik terkait interaksi yang mereka lakukan dengan pelaku, dan mencari ‘bukti’ yang mendukung untuk menjelaskan mengapa hal seperti itu bisa sampai terjadi.
Selain itu, mereka tak jarang kembali berusaha memahami apa niat yang sebenarnya pelaku miliki. Situasi ini pada akhirnya hanya akan menimbulkan rasa frustasi dan kebingungan lebih lanjut.
Itulah beberapa alasan korban ghosting lebih susah move on. Kalau kamu salah satu yang mengalami kejadian ini, berhentilah menyalahkan dirimu sendiri dan fokus untuk menyembuhkan dirimu ya, Bela. Percaya, deh kalau si pelaku ghosting itu memang nggak layak untuk mendapatkanmu!