5 Perbedaan Kelenteng dan Vihara, Sering Dianggap Sama

Pernah jalan-jalan ke daerah Pecinan atau tempat yang kental dengan nuansa Tionghoa, Bela? Hal yang terlintas dibenakmu mungkin saja langsung mengarah ke tempat ibadah agama Khonghucu, bukan? Sayangnya, tidak semua bangunan yang bernuansa Tionghoa adalah kelenteng, lho. Bisa jadi yang kamu lihat malah vihara.
Banyak orang yang masih sulit membedakan kelenteng dengan vihara. Apalagi, banyak arsitektur vihara yang masih mengadopsi gaya Tionghoa. Tak heran, jika ada yang menganggap kelenteng dan vihara sama. Kalau kamu salah satu yang masih kebingungan, yuk simak perbedaan kelenteng dan vihara berikut ini.
1. Pengertian kelenteng dan vihara

Perbedaan kelenteng dan vihara pertama bisa kamu perhatikan dari segi definisinya. Secara umum, kelenteng merupakan tempat ibadah umat Konghucu. Konon, kelenteng sudah ada sejak masa Raja Suci Yao dan Shun (2356–2205 SM). Awalnya, tempat ini hanya diperuntukkan bagi raja serta bangsawan Tiongkok sebagai tempat sembahyang kepada Tian (Tuhan) dan leluhur.
Namun seiring perkembangan zaman, kelenteng mulai terbuka untuk seluruh lapisan masyarakat. Bahkan, kelenteng kini tersebar luas di Indonesia sebagai tempat ibadah agama Konghucu, Taoisme, dan Buddha.
Sementara itu, vihara berasal dari bahasa Sansekerta dan menjadi sebutan untuk rumah ibadah umat Buddha. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), vihara didefinisikan sebagai biara yang didiami oleh para biksu (umat Buddha).
2. Sejarah pembangunan kelenteng dan vihara

Sejarah pembangunan kelenteng dan vihara juga berbeda, Bela. Kelenteng mulai dibangun pada abad ke-17 dan terus berkembang hingga abad 20. Pada abad ke-17, kelenteng didirikan untuk keperluan tertentu. Kemudian abad 18, kelenteng mulai mencerminkan profesi masyarakat setempat.
Masuk abad ke-19, pembangunan kelenteng banyak dilakukan oleh kongsi dagang karena mayoritas warga Tionghoa berprofesi sebagai pedagang. Sementara pada abad ke-20, pengaruh gerakan nasionalisme membuat beberapa kelenteng beralih nama menjadi vihara.
Sebaliknya, vihara dibangun di India sebagai tempat berlindung para biksu saat musim hujan. Stupa kecil dan gambar Buddha pun menjadi simbol kesucian di pelataran tengah vihara.
Pembangunan vihara tersebut kemudian menyebar ke sepanjang rute perdangangan Asia Tengah. Tempat ibadah ini kemudian semakin berkembang, mencakup kelompok vihara dan stupa, hingga kuil terkait.
3. Patung di kelenteng dan vihara

Perbedaan kelenteng dan vihara selanjutnya yaitu berkaitan dengan patung. Kelenteng memiliki berbagai macam rupang atau patung dewa-dewi, seperti rupang aliran Buddha Mahayana, rupang aliran Taoisme, dan rupang aliran Konfusianis. Awalnya, dewa-dewi tersebut dihormati oleh penganut marganya masing-masing.
Namun, kini kelenteng bisa digunakan untuk menghormati dewa-dewi dari berbagai jenis marga. Keberadaan Kelenteng juga memunculkan sebutan Tri Dharma yang mengacu pada ajaran Buddha, Taoisme, dan Konfusianisme. Di sisi lain, vihara tidak punya banyak patung dan hanya ada patung Buddha atau patung Kwan Im.
Misalnya saja, apabila di altar sebuah vihara hanya ada satu ruppang Buddha Gautama, maka bisa dipastikan itu merupakan aliran Threavada.
Sementara itu, jika di altar ada tiga rupang, maka vihara tersebut menganut aliran Mahayana. Meskipun punya aliran yang berbeda-beda, vihara biasanya menyediakan satu ruang kebaktian yang bisa dipakai oleh kedua aliran secara bergantian.
4. Arsitektur kelenteng dan vihara

Arsitektur menjadi salah satu indikator yang juga membedakan dua bangunan beribadah ini. Kelenteng sudah pasti berarsitektur Tionghoa dengan dihiasi ornamen naga, lampion, dan garis simetris. Bahkan, merah menjadi warna yang mendominasi bangunan kelenteng sebagai simbol kemakmuran dan kebahagiaan.
Sebaliknya, vihara biasanya memiliki bangunan yang berarsitektur lokal. Meskipun demikian, ada juga beberapa vihara yang menggunakan arsitektur Tionghoa dalam pembangunannya. Misalnya, Vihara Buddhis aliran Mahayana yang memang berasal dari Tiongkok.
5. Cara beribadah di kelenteng dan vihara

Terakhir, perbedaan kelenteng dan vihara bisa dilihat dari cara beribadah. Vihara biasanya beribadah dengan cara berjemaat bersama bhikkhu atau dhammadutta, bersifat kebaktian, dan punya jam-jam tertentu. Hal ini tentu berbeda dengan kelenteng.
Di kelenteng sendiri, umat Khonghucu bisa beribadah secara individual, lho. Mereka memasang dupa sendiri dan tata cara beribadahnya pun ada alurnya dari satu dewa ke dewa lain.
Itulah lima perbedaan kelenteng dan vihara yang perlu kamu ketahui. Meskipun beberapa vihara menggunakan bangunan bergaya kelenteng, namun kamu pasti sudah paham bedanya.



















