12 Fenomena Langit Sepanjang Desember 2025, dari Supermoon hingga Hujan Meteor Spektakuler

- Puncak Hujan Meteor Pheonicid pada 2 Desember, hujan meteor dari rasi Phoenix, menandai dimulainya musim hujan meteor akhir tahun.
- Supermoon Cold Moon pada 5 Desember, bulan purnama terakhir tahun ini, tampak lebih besar dan terang dari biasanya.
- Hujan Meteor Fi-Cassiopeid pada 6 Desember, intensitas rendah, tetapi menarik untuk diamati terutama dari lokasi yang sangat gelap.
Pernahkah kamu membayangkan bagaimana langit menutup perjalanan satu tahun penuh? Desember 2025 akan menjadi panggung kosmik yang sarat kejutan—mulai dari supermoon paling terang, rangkaian hujan meteor yang bertubi-tubi, hingga titik balik matahari yang menentukan pergantian musim secara global.
Bulan penutup tahun ini memberikan banyak alasan untuk menengadah dan menikmati keajaiban alam semesta. Jika kamu penasaran fenomena apa saja yang dapat terlihat dari Indonesia. Mari simak informasi lengkapnya dalam artikel berikut ini, Bela!
1. Puncak Hujan Meteor Pheonicid (2 Desember)

Hujan Meteor Pheonicid menjadi pembuka rangkaian fenomena langit pada awal Desember 2025. Berasal dari rasi Phoenix, hujan meteor ini memang tidak menghasilkan kilatan cahaya dalam jumlah besar, namun tetap menarik untuk diamati karena menandai dimulainya musim hujan meteor akhir tahun. Waktu terbaik untuk menyaksikannya adalah setelah tengah malam hingga menjelang fajar, ketika langit berada dalam kondisi paling gelap dan titik radiant berada pada posisi yang cukup tinggi untuk menghasilkan tampilan optimal.
2. Supermoon Cold Moon (5 Desember)

Supermoon Cold Moon pada 5 Desember 2025 menjadi purnama super terakhir tahun ini. Pada momen ini, Bulan berada sangat dekat dengan Bumi dalam fase perigee, sehingga permukaannya tampak lebih besar hingga sekitar 14 persen dan lebih terang hingga 30 persen dibanding purnama biasa. Nama “Cold Moon” berasal dari tradisi Amerika Utara yang mengaitkan fase ini dengan awal musim dingin.
Untuk mengamatinya, carilah lokasi dengan polusi cahaya minimal dan mulailah pengamatan sejak Bulan terbit di ufuk timur agar dapat menikmati ilusi optik yang membuatnya tampak lebih besar. Jika ingin memotretnya, gunakan tripod, atur ISO serendah mungkin, dan gunakan shutter speed cepat agar detail permukaan Bulan terlihat tajam.
3. Hujan Meteor Fi-Cassiopeid (6 Desember)

Hujan Meteor Fi-Cassiopeid mencapai puncak pada 6 Desember dengan radiant berada di rasi Cassiopeia yang terletak di langit utara. Intensitasnya cukup rendah, tetapi tetap menarik untuk diamati terutama dari lokasi yang sangat gelap. Karena posisi rasi ini berada pada wilayah langit utara, pengamat yang berada di bagian utara Indonesia berpeluang lebih besar mendapatkan tampilan meteor yang lebih jelas dibanding wilayah lain.
4. Hujan Meteor Puppid–Velid (7 Desember)

Pada 7 Desember, hujan meteor Puppid–Velid menghiasi langit dengan radiant yang berasal dari gabungan rasi Puppis dan Vela di belahan langit selatan. Posisi ini menjadikannya fenomena yang sangat baik untuk diamati dari Indonesia yang berada dekat garis khatulistiwa. Meskipun intensitasnya tidak setinggi hujan meteor besar, Puppid–Velid sering kali menghasilkan beberapa meteor cerah jika langit cerah dan bebas awan.
5. Merkurius pada Elongasi Barat Terbesar (7 Desember)

Masih pada tanggal yang sama, Merkurius mencapai elongasi barat terbesar dengan jarak sudut sekitar 20,7° dari Matahari. Posisi ini merupakan waktu terbaik untuk mengamati Merkurius, yang biasanya sulit terlihat karena selalu berada dekat Matahari. Pengamatan sebaiknya dilakukan menjelang fajar dengan melihat ke arah timur, di mana Merkurius akan tampak seperti bintang terang yang berada rendah di cakrawala.
6. Hujan Meteor Monocerotid (9 Desember)

Hujan Meteor Monocerotid dikenal sebagai hujan meteor yang sulit diprediksi. Ada tahun-tahun di mana aktivitasnya sangat tenang, tetapi ada pula saat ketika ia tiba-tiba memunculkan letupan meteor dalam jumlah cukup banyak. Radiantnya terletak di rasi Monoceros, sehingga pengamat dianjurkan tetap bersiaga meskipun intensitasnya tidak menentu. Ketidakpastian inilah yang membuat Monocerotid menjadi fenomena menarik sekaligus menantang bagi para pengamat langit.
7. Hujan Meteor Sigma-Hydrid (12 Desember)

Pada 12 Desember, hujan meteor Sigma-Hydrid mencapai puncaknya dengan radiant yang berasal dari rasi Hydra. Fenomena ini memiliki intensitas sedang sehingga masih cukup mudah diamati tanpa peralatan khusus asalkan berada di tempat yang gelap dan luas. Waktu terbaik untuk menyaksikannya adalah saat tengah malam hingga dini hari ketika posisi radiant cukup tinggi dan langit berada pada kondisi paling jernih.
8. Geminid, Sang Raja Hujan Meteor (14 - 15 Desember)

Geminid menjadi sorotan utama di bulan Desember karena dikenal sebagai salah satu hujan meteor paling cerah dan paling konsisten setiap tahunnya. Dengan intensitas puncak mencapai sekitar 120 meteor per jam dalam kondisi ideal, Geminid menawarkan pertunjukan langit yang spektakuler.
Meteor dari hujan ini memiliki warna kekuningan dan bergerak sangat cepat, sekitar 33,8 km per detik. Berbeda dari kebanyakan hujan meteor yang berasal dari komet, Geminid berasal dari asteroid 3200 Phaethon. Waktu terbaik untuk mengamatinya adalah setelah tengah malam hingga fajar, terutama dari lokasi gelap yang jauh dari sumber cahaya buatan.
9. Hujan Meteor Comae Berenicid (16 Desember)

Dua hari setelah Geminid, hujan meteor Comae Berenicid mencapai puncaknya. Intensitas fenomena ini tergolong rendah dan radiantnya berada di area antara rasi Leo Minor dan Coma Berenices. Karena meteor-meteor dari hujan ini cukup redup, diperlukan langit yang benar-benar gelap dan minim polusi cahaya untuk dapat menyaksikannya dengan baik.
10. Bulan Baru dan Langit Paling Gelap (20 Desember)

Pada 20 Desember, fase Bulan Baru membuat Bulan tidak memantulkan cahaya ke Bumi karena posisinya sejajar dengan Matahari. Ini merupakan waktu terbaik bagi pengamat maupun astrofotografer untuk menyaksikan objek langit redup seperti galaksi, nebula, dan gugus bintang. Banyak fotografer langit menyebut malam ini sebagai “malam emas” untuk pemotretan deep sky karena minimnya cahaya alami yang mengganggu.
11. Titik Balik Matahari / Solstis Desember (21 Desember)

Solstis Desember terjadi ketika Matahari berada pada posisi paling selatan di langit, menandai pergantian musim secara astronomis di berbagai belahan dunia. Pada saat ini, wilayah utara Bumi mengalami malam terpanjang, sementara wilayah selatan menikmati durasi siang yang paling lama. Meski tidak memberikan tampilan visual seperti meteor atau bulan purnama, solstis memiliki nilai astronomis penting karena terkait langsung dengan perubahan musim dan panjang hari.
12. Hujan Meteor Ursid (21 - 22 Desember)

Hujan Meteor Ursid menjadi penutup rangkaian hujan meteor sepanjang Desember. Berasal dari sisa-sisa Komet Tuttle, fenomena ini biasanya menghasilkan sekitar 5 hingga 10 meteor per jam. Meski tidak terlalu intens, kondisi langit yang gelap akibat fase Bulan yang sudah menipis membuat meteor-meteor Ursid lebih mudah terlihat. Radiant Ursid berada di rasi Ursa Minor, sehingga wilayah yang berada lebih utara, termasuk bagian utara Indonesia, memiliki kesempatan lebih baik untuk menyaksikan fenomena ini.
Selama bulan Desember, beberapa fase Bulan dan konjungsi dengan planet-planet terang turut memperindah langit malam. Salah satu momen menarik diperkirakan terjadi sekitar 8 Desember 2025, ketika Bulan berada dekat dengan salah satu planet terang dalam satu bidang pandang. Momen semacam ini tidak hanya menarik untuk diamati dengan mata telanjang, tetapi juga menjadi kesempatan bagus bagi para fotografer langit untuk menangkap komposisi visual yang cantik.
Untuk menikmati fenomena langit dengan optimal, pilih lokasi gelap jauh dari kota, gunakan aplikasi peta langit untuk memandu pengamatan, dan datang lebih awal agar mata terbiasa dengan kegelapan. Bawa jaket atau alas duduk untuk kenyamanan, dan gunakan kamera atau teropong sederhana jika diperlukan, Bela!


















