Baca artikel Popbela lainnya di IDN App
For
You

7 Fakta Shutdown Amerika Serikat, Dua Kali Terjadi di Era Donald Trump

Salinan dari BEFORE_20251003_131540_0000.png
Dok. Forbes
Intinya sih...
  • Shutdown dimulai pada 1 Oktober 2025 karena kebuntuan anggaran antara Partai Republik dan Demokrat.
  • Perselisihan terjadi karena subsidi dalam Affordable Care Act atau Obamacare yang dianggap merugikan warga oleh Demokrat.
  • Shutdown ini menjadi yang pertama sejak akhir 2018, menunjukkan dinamika politik AS yang sulit.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali mengalami shutdown setelah Kongres gagal mencapai kesepakatan anggaran sebelum tenggat 1 Oktober 2025. Melansir dari Reuters, penutupan kali ini dipicu kebuntuan seputar dana layanan kesehatan—khususnya subsidi dalam Affordable Care Act atau Obamacare—yang membuat Partai Republik dan Demokrat saling berkeras mempertahankan posisinya. Peristiwa ini sekaligus menandai shutdown kedua yang terjadi selama masa kepemimpinan Donald Trump.

Situasi shutdown tidak hanya berdampak pada ratusan ribu pegawai federal AS, tetapi juga memengaruhi layanan publik, ekonomi, hingga pasar global. Bahkan, para pengamat menilai potensi resesi di AS bisa meningkat jika penutupan berlangsung lama. Lalu, bagaimana kronologi lengkap, penyebab utama, hingga dampaknya ke Indonesia? Mari simak informasinya dalam artikel berikut ini, Bela!

1. Kronologi Shutdown 2025

IMG-20251003-WA0007.jpg
Dok. CBC

Shutdown terbaru di Amerika Serikat bermula dari kebuntuan anggaran tahunan menjelang dimulainya tahun fiskal baru pada 1 Oktober 2025. Sejak pertengahan September, negosiasi antara Partai Republik yang dipimpin Presiden Donald Trump dan oposisi Demokrat sudah berjalan alot.

Meski Republik menguasai DPR dan Senat, mereka tidak memiliki 60 suara mayoritas di Senat. Kondisi ini membuat Demokrat punya kekuatan untuk menolak rancangan anggaran yang mereka nilai merugikan warga, khususnya terkait akses layanan kesehatan. Pada 29 September, pertemuan di Gedung Putih yang diharapkan bisa menghasilkan kompromi justru berakhir tanpa kemajuan berarti.

Puncaknya, pada 30 September 2025, dua rancangan undang-undang (RUU) pendanaan yang diajukan masing-masing partai sama-sama gagal lolos di Senat. Akibatnya, tepat pukul 00.01 dini hari 1 Oktober, pemerintah federal resmi menutup sebagian besar operasionalnya karena kehabisan dana.

2. Penyebab Utama Kebuntuan

IMG-20251003-WA0000.jpg
Dok. CBC

Sumber utama perselisihan adalah subsidi dalam Affordable Care Act atau Obamacare. Demokrat menuntut perpanjangan subsidi agar biaya premi asuransi tetap terjangkau bagi jutaan warga AS. Selain itu, mereka menolak pemotongan dana Medicaid, CDC, dan NIH yang diusulkan pemerintahan Trump.

Partai Republik berpendapat bahwa subsidi tersebut tidak seharusnya dibahas dalam anggaran pemerintah. Trump bahkan menuding Demokrat menggunakan isu kesehatan sebagai “senjata politik” dengan mendorong perlindungan kesehatan bagi imigran ilegal, tuduhan yang dibantah keras oleh Demokrat. Perbedaan pandangan ideologis tentang peran negara dalam layanan kesehatan membuat kompromi semakin sulit tercapai.

3. Sejarah Shutdown Pemerintah Amerika Serikat

IMG-20251003-WA0002.jpg
Dok. USA Today

Shutdown 2025 menjadi yang pertama sejak 2018, ketika pemerintahan Donald Trump terhenti selama 35 hari akibat perselisihan soal pendanaan tembok perbatasan Meksiko—shutdown terpanjang dalam sejarah AS. Jika ditarik ke belakang, penutupan pemerintahan federal sudah berulang kali terjadi sejak 1970-an, dialami presiden dari Reagan, Clinton, hingga Obama, dengan durasi yang bervariasi.

Di Amerika Serikat, shutdown terjadi ketika undang-undang anggaran tidak disahkan tepat waktu. Dalam kondisi ini, pemerintah federal menghentikan layanan non-esensial, merumahkan pegawai yang tidak penting, dan hanya mempertahankan pekerja yang melindungi keselamatan publik. Melansir dari Al Jazeera, sejak 1980 setiap kesenjangan pendanaan yang berlangsung lebih dari beberapa jam telah menyebabkan shutdown, menjadikannya mekanisme yang terus berulang dalam politik anggaran AS.

Beberapa shutdown terbesar antara lain 35 hari di era Trump (2018–2019) akibat perdebatan tembok perbatasan, 21 hari di era Clinton (1995–1996) karena sengketa pemangkasan anggaran, dan 16 hari di era Obama (2013) terkait pelaksanaan Obamacare. Shutdown terbukti berdampak serius, mulai dari penutupan taman nasional, kerugian miliaran dolar, hingga terhambatnya pertumbuhan ekonomi. Shutdown terbaru yang dimulai 1 Oktober 2025 masih berlangsung hingga kini, menambah daftar panjang krisis anggaran di Amerika Serikat.

4. Dampak ke Pegawai dan Layanan Publik

IMG-20251003-WA0001.jpg
Dok. USA Today

Konsekuensi paling cepat terasa adalah pada pegawai pemerintah federal. Data Kantor Anggaran Kongres (CBO) memperkirakan 587 ribu hingga 750 ribu pegawai akan dirumahkan setiap hari selama shutdown. Mereka dipaksa cuti tanpa bayaran, sementara pegawai yang dikategorikan esensial—seperti aparat keamanan, petugas bandara, dan tenaga medis militer—tetap bekerja tetapi tidak menerima gaji untuk sementara.

Layanan publik non-esensial ikut lumpuh. Taman nasional, museum, dan pusat penelitian terpaksa tutup. Program bantuan pangan seperti WIC (Women, Infants, and Children) terancam berhenti jika shutdown berlangsung lama. Bahkan, penerbitan data ekonomi resmi AS pun ditangguhkan, memicu ketidakpastian di kalangan investor.

5. Pengaruh pada Ekonomi Amerika Serikat

IMG-20251003-WA0006.jpg
Dok. CBC

Secara ekonomi, shutdown diprediksi memangkas pertumbuhan AS sebesar 0,1 hingga 0,2 poin persentase setiap minggu. Walau sebagian aktivitas bisa pulih setelah pemerintah dibuka kembali, ada kerugian permanen yang tak bisa ditutupi. Shutdown 2018–2019 misalnya, menghilangkan USD 3 miliar yang tidak pernah kembali ke perekonomian.

Kali ini, efeknya bisa lebih berat karena Gedung Putih membuka peluang pemutusan hubungan kerja permanen bagi pegawai federal. Jika benar terjadi, daya beli masyarakat akan turun lebih lama. Ketidakpastian juga meningkat karena data ekonomi bulanan—yang menjadi acuan The Fed dalam menentukan suku bunga—terlambat dirilis.

Sementara itu, pasar emas justru menikmati keuntungan. Harga logam mulia melonjak hingga hampir USD 3.900 per troy ons, mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Emas memang sering menjadi pelarian investor saat ketidakpastian ekonomi melanda.

6. Respons Gedung Putih dan Kongres

IMG-20251003-WA0005.jpg
Dok. USA Today

Dari pihak Gedung Putih, Presiden Trump menegaskan bahwa shutdown tidak seharusnya terjadi, tetapi menyalahkan Demokrat karena menolak memberi kompromi soal subsidi kesehatan. Wakil Presiden JD Vance bahkan mengisyaratkan kemungkinan pemangkasan pegawai federal secara permanen, langkah yang memicu kecaman keras dari serikat pekerja.

Serikat Federasi Pegawai Pemerintah Amerika (AFGE) menyebut ancaman PHK massal sebagai tindakan berbahaya yang merusak moral dan keberlangsungan layanan publik. Di sisi lain, Demokrat menegaskan bahwa mereka berjuang mempertahankan program kesehatan yang sangat penting bagi rakyat, dan menolak untuk mundur dari tuntutan tersebut.

7. Dampak internasional, Termasuk ke Indonesia

IMG-20251003-WA0004.jpg
Dok. USA Today

Efek shutdown tidak berhenti di Amerika saja. Menurut analisis CSIS, dampaknya ke Indonesia bergantung pada durasi penutupan. Jika hanya berlangsung singkat, pasar keuangan RI mungkin hanya mengalami gejolak sesaat. Namun jika berlarut, efek domino bisa meluas: ekspor Indonesia ke AS menurun, rantai pasok terganggu, hingga tekanan lebih besar pada rupiah dan obligasi pemerintah.

Investor global biasanya mengalihkan dana ke aset aman seperti dolar AS dan emas saat terjadi krisis. Hal ini bisa memicu pelemahan rupiah lebih lanjut. Selain itu, jika The Fed merespons ketidakpastian dengan menaikkan suku bunga, beban ekonomi Indonesia akan semakin berat.

Shutdown Amerika Serikat kali ini bukan sekadar pertarungan politik di Washington, tetapi juga menyangkut nasib jutaan warga dan stabilitas ekonomi global. Dampaknya bisa meluas hingga ke Indonesia jika berlangsung lama, mulai dari perdagangan hingga nilai tukar rupiah. Publik internasional kini menunggu apakah kompromi akan tercapai, atau justru krisis ini berlarut-larut seperti yang pernah terjadi pada 2018.

Itulah rangkuman fakta mengenai shutdown Amerika Serikat yang kembali terjadi di era Donald Trump. Nantikan terus update informasinya agar kamu tidak ketinggalan perkembangan terbaru, Bela!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ayu Utami
EditorAyu Utami
Follow Us

Latest in Lifestyle

See More

Kontroversi Dokumenter Netflix P Diddy, dari Perseteruan dengan 50 Cent hingga Tuntutan Video Ilegal

05 Des 2025, 18:15 WIBLifestyle