Indonesia adalah negara yang indah dan memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Bukan hanya tentang alamnya, Bumi Pertiwi ini juga kaya akan kebudayaan dan kesenian, termasuk seni musik tradisional. Merayakan keindahan musik Nusantara, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Atma Nusantara Jati (ATSANTI) menjalankan sebuah program pelestarian budaya bernama Nada Nusantara.
Nada Nusantara adalah suatu program yang dibuat guna menciptakan kolaborasi musisi kontemporer dan musisi tradisional yang ada di seluruh Indonesia. Dalam prosesnya, Nada Nusantara berupaya melindungi, menginspirasi, dan meregenerasi musik dan alat musik tradisional sebagai warisan budaya.
Pada Rabu (7/12/2022) kemarin, Nada Nusantara melakukan pemutaran film dokumenter musik, perilisan lagu, dan perayaan budaya di CGV fX Sudirman, Jakarta. Dihadiri oleh Hilmar Farid selaku Dirjen Kebudayaan Kemdikbud RI, Ria Pinashtia perwakikan ATSANTI, Ridho Hafiedz (Ridho Slank), Ardhito Pramono, dan Linda Ochy. Acara ini bertajuk Nada Nusantara:Merayakan Keindahan Musik Nusantara Lewat Kolaborasi Musisi Kontemporer dan Musisi Tradisi di Tiga Destinasi: Bali, Maluku, dan Jawa Tengah.
Menampilkan tiga episode film dokumenter yang masing-masing berjudul 'Mena Musik Amboina (The Ballad from Ambon)' untuk episode Maluku, 'Nada-Nada Penting (The Most Important Serenade)' untuk episode Bali, dan Musik Bhumi Sambhara Budhara (Music on the Mountain of Knowledge)' untuk episode Jawa Tengah.
Menggandeng musisi ternama
Dalam perjalanannya, program pelestarian budaya ini menggandeng empat musisi ternama Tanah Air untuk berkolaborasi membangun musik baru. Keempat orang tersebut adalah Ridho Hafiedz sebagai music director, Ardhito Pramono, Yura Yunita, dan Marcello Tahitoe sebagai musisi kolaboratornya.
Film dokumenter ini juga merekam perjalanan keempatnya dalam mengenal budaya, sejarah, musik, hingga belajar musik tradisional secara langsung dari maestro musik tradisional di Bali, Maluku, dan Jawa Tengah. Hal tersebut selaras dengan tujuan Nada Nusantara untuk mengarsipkan alat musik tradisional Nusantara sebagai warisan generasi mendatang, mensosialisasikan peran musik tradisi, menumbuhkan ekosistem musik tradisi yang sehat, serta menjadikan musik tradisi sebagai bahan pembelajaran dan pembelajaran.
Ciptakan 3 komposisi musik baru hasil kolaborasi
Program Nada Nusantara berhasil menciptakan tiga komposisi musik baru dari kolaborasi dengan seluruh musisi tradisional di tiga daerah destinasi. Lagu-lagu tersebut adalah 'Nada-Nada Kaya', 'Nusa Ina', dan 'Ku Selalu di Sini'.
Lagu 'Nada-Nada Kaya' diciptakan oleh Ridho Hafiedz, Yura Yunita, Donne Maulana, dan I Putu Angga Wijaya sebagai hasil akhir dari film dokumenter Nada-Nada Penting (The Most Important Serenade) episode Bali. Lagu 'Nusa Ina' yang diciptakan oleh Ridho Hafiedz, Ardhito Pramono, Grizzly Nahusuly, Riluke Noa, Enrico Trixano Silooy, dan Usman Ipaenin merupakan hasil kolaborasi di film Mena Musik Amboina (The Ballad from Ambon) episode Maluku. Sedangkan, lagu 'Ku Selalu di Sini' ciptaan Ridho Hafiedz Marcello Tahitoe, Drs. Haryanto, dan Nona Rozalia adalah hasil dari kolaborasi pada film Musik Bhumi Sambhara Budhara (Music on the Mountain of Knowledge) episode Jawa Tengah.
"Ini benar-benar karya kolaborasi semuanya, semua orang yang terlibat di sini total talent kita (dari) tiga kota 162 orang musisi yang ikut terlibat dalam Nada Nusantara," ucap sutradara Nada Nusantara, Linda Ochy, saat konferensi pers perilisan film dokumenter Nada Nusantara.
"Untuk proses rekaman ini (lagu 'Nusa Ina'), ternyata memakan 192 track aku ngerjainnya, jadi lumayan banyak banget. Aku juga kaget ternyata sebanyak itu track yang terpakai," ucap Ridho Hafiedz selaku music director.
Membuat alat musik tradisional baru dari relief Candi Borobudur
Selama proses pembuatan film dokumenter ini, Linda Ochy sebagai sutradara Nada Nusantara membagikan kisah unik yang dia lalui dalam prosesnya. Salah satunya adalah pembuatan alat musik tradisional baru yang relief yang berada pada candi borobudur.
"Yang unik di borobudur, kami agak nekat sebenarnya saat meriset. Kami melihat panel-panel hampir tidak berbentuk (di candi borobudur), kami menemui beberapa dosen, profesor, sampai akhirnya kami bisa mereplikasi ulang (panel tersebut)," ucap Linda Ochy.
"Kita bikin 13 alat musik dari candi. Jadi seluruh suara di (lagu episode) borobudur, itu adalah alat musik dari abad ke-7," lanjutnya.
Merupakan proyek sepanjang tahun dan titipan Glenn Fredly
Sebagai sutradara yang bertanggung jawab akan program Nada Nusantara ini, Linda mengatakan jika program ini merupakan proyek yang pengerjaannya menghabiskan waktu sepanjang tahun. Memulai riset sejak bulan Mei, tim Nada Nusantara menemui sejumlah ahli untuk mempelajari alat musik tersebut sebelum membuat kolaborasi dengan sejumlah musisi. Selain itu, dia juga menambahkan bahwa mimpi proyek ini telah ada sejak dua tahun silam.
"Kita mulai syuting awal Juli dan (proses pengerjaan) filmnya baru selesai minggu lalu," ujar Linda.
"Mimpinya sendiri sudah mulai dari 2020 kebetulan sebelum bung Glenn meninggal beliau menitipkan city of music (Ambon) harus diangkat (kesenian musiknya)," katanya menambahkan.
Lagu dapat didengarkan di platform daring
Program perdana Nada Nusantara ini menghasilkan 3 film dokumenter, 3 video klip, 1 video konser musik, dan beberapa video pembelajaran mengenai alat musik tradisional. Semuanya dapat disaksikan melalui platform daring YouTube pada kanal Indonesiana Tv dan Budayasaya. Khusus untuk lagu-lagu hasil kolaborasi, yakni 'Nada-Nada Kaya', 'Nusa Ina', dan 'Ku Selalu di Sini' dapat juga didengarkan melalui Spotify dalam waktu dekat sesuai arahan Kemdikbudristek RI.