Ada banyak stereotip Gen Z di dunia kerja. Mulai dari ketergantungan dengan teknologi hingga etos kerja yang kurang bersemangat. Gen Z yang lahir dari tahun 1997-2012 memiliki keunikannya tersendiri dan menjadi generasi yang lahir di era digital atau kerap disebut digital natives.
Stereotip etos kerja Gen Z, dapat memengaruhi karier secara nyata seperti preferensi tunjangan dan dianggap hanya mementingkan pendapatan saja. Lalu, apa saja stereotip Gen Z dalam dunia kerja? Baca selengkapnya melalui artikel ini, yuk!
1. Kurangnya etos kerja
Stereotip Gen Z di dunia kerja yang satu ini mungkin menjadi hal yang paling melekat dengan Gen Z. Secara umum, Gen Z cenderung menghindari waktu bekerja jam 9 pagi hingga 5 sore. Bagi Gen Z, mereka lebih mementingkan jam kerja yang fleksibel dan bersemangat tentang pekerjaan yang sesuai dengan preferensi mereka.
Melansir dari morson.com, terjadi peningkatan jumlah Gen Z yang kecewa dan merasa memiliki peluang besar untuk bekerja. Selain itu, Gen Z dianggap lebih mengagumi orang-orang dengan keseimbangan hidup dan pekerjaan yang stabil demi mendukung kesejahteraan mereka.
2. Hanya peduli tentang gaji
Gen Z sering kali mendapat stereotip yang hanya memedulikan gaji. Namun, motivasi ini tak hanya karena mereka ingin memiliki uang lebih banyak. Melainkan Gen Z menghadapi kondisi ekonomi yang memburuk daripada generasi sebelumnya.
Kenaikan inflasi hingga peningkatan biaya hidup dapat menjadi permasalahan yang memengaruhi keuangan Gen Z. Mengutip dari theforage.com, Gen Z juga percaya bahwa mereka membutuhkan lebih banyak uang daripada generasi lainnya untuk finansial yang stabil.
3. Tidak akan bertahan lama di suatu pekerjaan
Stereotip ini dikatakan benar adanya, bahwa Gen Z tidak akan bertahan lama di suatu pekerjaan dalam kurun waktu yang lama. Melansir dari theforage.com, 83% Gen Z menyatakan mereka menganggap diri sendiri sebagai orang yang suka berpindah-pindah pekerjaan.
Hanya 13% Gen Z yang mengakui mereka berniat untuk bertahan selama empat tahun atau lebih lama, di perusahaan tempat mereka bekerja. Mayoritas Gen Z akan bertahan selama dua tahun atau kurang. Di sisi lain, Gen Z bersedia meninggal pekerjaan jika itu terdapat peningkatan gaji atau peluang yang lebih tinggi.
4. Terobsesi dengan teknologi
Tak heran jika Gen Z mendapat julukan digital natives, sebab sebagian besar Gen Z mengandalkan teknologi untuk menunjang kegiatan sehari-hari. Keberadaan era digital yang serba canggih dan instan, telah membuat Gen Z bergantung pada teknologi dalam segala hal, sehingga hal ini menjadi stereotip Gen Z di dunia kerja.
Akses terhadap perkembangan teknologi dapat membuat Gen Z fokus pada layar saja. Akan tetapi, Gen Z merasa nyaman dengan teknologi baru dan dapat dengan mudah menggunakannya. Secara garis besar, Gen Z dianggap lebih unggul dalam pengetahuan dan keterampilan teknologi.
5. Menginginkan bekerja jarak jauh
Banyak dari Gen Z memasuki dunia kerja melalui work form home (WFH). Beberapa Gen Z mungkin merasa loyal dan fleksibilitas terhadap pekerjaan jarak jauh.
Melansir dari spiceworks.com, mengatakan 55% Gen Z memilih WFH dan hybrid. Dari jumlah tersebut, 23% menyukai bekerja jarak jauh, sementara 32% lebih memilih bekerja hybrid.
Di sisi lain, Gen Z pun meinginkan perusahaan yang memiliki jam kerja fleksibel, memberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan, dan menyediakan program kesehatan.
Itulah stereotip Gen Z di dunia kerja. Setiap generasi memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing dalam dunia pekerjaan. Bagaimana pendapatmu, Bela?