[EKSKLUSIF] Ben Bening Andalkan Cara Akting Baru yang Lebih Sehat di Film 'Perempuan Pembawa Sial'

- Ben Bening menggunakan metode retailing the story untuk menghidupkan karakter Aryo tanpa harus menggali trauma pribadi.
- Ia menyadari betapa dalamnya cinta Aryo kepada Mirah, yang lahir dari keinginannya membangun keluarga utuh, meski berasal dari latar belakang sebaliknya
- Ben menilai mitos Jawa kuno seperti Bahu Laweyan adalah cara masyarakat melindungi diri, sementara film ini ia simpulkan dengan kata kunci “luka batin”.
Film horor terbaru Perempuan Pembawa Sial telah menghantui layar bioskop Tanah Air dengan kisah mistis yang berbeda dari biasanya. Mengangkat mitos Jawa kuno Bahu Laweyan, yaitu perempuan yang diyakini membawa sial bagi pasangan hidupnya, film garapan Fajar Nugros bersama IDN Pictures ini tidak hanya menyajikan kengerian, tetapi juga kisah emosional lewat tokoh-tokohnya.
Salah satunya adalah Aryo, suami pertama Mirah, yang diperankan oleh Banyu Bening.
Sebelum filmnya tayang, Popbela pun berkesempatan mewawancarai langsung dengannya. Ditemui di IDN HQ, aktor yang akrab disapa Ben Bening ini bercerita tentang proses pendalaman karakter Aryo, metode akting yang ia gunakan, hingga makna mendalam dari kisah yang dihadirkan dalam film ini.
Yuk, simak wawancara eksklusifnya di bawah ini!
Gunakan metode akting yang lebih sehat untuk menghidupkan karakter Aryo

Dalam film Perempuan Pembawa Sial, karakter Aryo digambarkan sebagai pegawai survei BPS sekaligus suami yang begitu mencintai istrinya, Mirah (Raihaanun). Untuk menghidupkan karakter tersebut, Ben melakukan proses panjang yang cukup unik.
Ia tidak hanya menganalisis naskah, tapi juga membangun sejarah hidup karakter secara detail sejak lahir hingga usia Aryo di dalam cerita.
“Setelah aku sudah bikin detailnya, terus aku melakukan satu metode (yang) namanya retailing the story,” jelasnya. “Itu semacam bikin loker ingatan karakter, biar ketika aku main (syuting), aku nggak perlu (memakai) ingatan personalku. Jadi kayak metode (pendalaman) karakter yang jauh lebih sehat secara mental.”
Ben menambahkan bahwa metode ini ia pilih karena berbeda dengan teknik sebelumnya yang sering meminta aktor menggunakan trauma pribadi sebagai bahan bermain. “Sementara ketika saya mencari dan menemukan (berbagai metode untuk menghidupkan karakter), saya merasa bahwa retailing the story bisa menjadi salah satu pengganti emotional memory untuk kebutuhan karakternya,” ujarnya.
Cinta Aryo kepada Mirah yang lebih dalam dari ekspektasi

Saat proses syuting, Ben menemukan hal menarik di luar ekspektasi awalnya. Ia mengaku baru menyadari betapa dalamnya cinta Aryo kepada Mirah ketika benar-benar memerankannya.
“Awalnya aku tahu bahwa Aryo sangat mencintai Mirah, tapi ketika aku bermain, aku baru sadar kalau dia se-mencintai itu sama perempuan ini, se-begitu mencintainya,” tuturnya.
Menurut Ben, latar belakang keluarga Aryo yang disebutnya broken seolah membuat tokoh ini punya tekad kuat untuk membangun keluarga baru yang utuh. “Dia pengin (yang) nggak broken juga. Maka, dia berharap atau bahkan melakukan apapun biar keluarganya baik-baik saja. Nah, aku merasa Aryo (adalah) tipe yang seperti itu, tipikal yang ketika menikah dengan satu perempuan itu, dia kayak ‘aku akan ngasih apapun dan secinta itu aku sama istriku’,” katanya.
Percaya mitos sebagai cara melindungi masyarakat
Film Perempuan Pembawa Sial mengangkat mitos Jawa kuno yang bernama Bahu Laweyan. Namun, Ben sendiri punya sudut pandang logis terhadap mitos ini.
“Aku lebih berpikirnya secara logis, aku menganggap bahwa mitos itu kayak semacam upaya untuk melindungi masyarakatnya dari sesuatu,” jelasnya. “Tapi untuk bilang ‘jangan (lakukan ini-itu)’ kayaknya terlalu sederhana dan kadang-kadang bisa dengan mudah ditepis sehingga harus dibikin sebuah cerita dan mitos.”
Adanya "luka batin" di balik film 'Perempuan Pembawa Sial'

Menutup perbincangan, Ben menyimpulkan film ini dengan dua kata yang menurutnya paling tepat: “luka batin”. Ia menekankan bahwa di balik balutan cerita horor penuh mistis, film ini justru banyak menyinggung persoalan batin yang dekat dengan realitas masyarakat.
“Akan ada banyak sekali hal semacam itu yang ada di film ini, tapi bentuk luarnya (adalah) sesuatu yang masih bisa dicerna oleh masyarakat kita kebanyakan,” pungkasnya.
Lantas, seperti apa luka batin yang dimaksud Ben Bening dalam film ini? Semua jawabannya hanya bisa kamu temukan lewat kisah penuh misteri yang tak hanya menghadirkan ketegangan, tetapi juga menyentuh sisi emosional para penontonnya.
Jangan lewatkan Perempuan Pembawa Sial, yang akan tayang serentak di bioskop mulai 18 September 2025!



















