Pensiun Dari Editor-in-Chief Vogue, Ini Perjalanan Karier Anna Wintour

- Anna Wintour mengundurkan diri sebagai Editor-in-Chief Vogue Amerika setelah memimpin majalah tersebut selama hampir empat dekade.
- Anna Wintour akan tetap menjabat sebagai kepala bagian konten untuk Condé Nast dan direktur editorial global Vogue, dengan pembukaan peran baru: Head of Editorial Content.
- Perjalanan karier Anna Wintour dimulai dari pengalaman di berbagai majalah seperti Oz, Harper's & Queen, American Vogue, Viva, House & Garden, hingga New York.
So, this is not on our end-of-June bingo card, tapi berita mengejutkan datang dari dunia jurnalisme fashion. Anna Wintour dikabarkan akan mengundurkan diri dari jabatan legendarisnya sebagai Editor-in-Chief Vogue Amerika. Selama hampir empat dekade—lebih tepatnya 37 tahun—ia memimpin majalah yang sudah dianggap sebagai 'kitab' fashion tersebut, ia mengumumkan berita tersebut dalam rapat staf pada Kamis pagi waktu setempat.
Namun, ia akan tetap menjabat sebagai kepala bagian konten untuk Condé Nast dan sebagai direktur editorial global Vogue. Mengenai penggantinya, Anna mengumumkan pembukaan peran baru: Head of Editorial Content atau Kepala Bagian Konten Editorial. Idenya adalah, bahwa restrukturisasi ini akan membebaskannya dari tugas penyuntingan harian sehingga ia dapat mencurahkan lebih banyak waktu untuk masing-masing pasar global Vogue.
Mari simak secara singkat perjalanan karier tokoh ikonik yang selamanya akan mendapatkan front row ini.
Lahir dari keluarga pencinta jurnalisme dan pernah dipecat

Dame Anna Wintour lahir pada 3 November 1949 di London, Inggris. Ia tumbuh dengan dari keluarga terdidik, dengan darah jurnalisme dari Sang Ayah, Charles Wintour, yang menjabat sebagai editor London Evening Standard dari tahun 1959 hingga 1976, serta Sang Ibu, Eleanor "Nonie" Trego Baker, yang juga seorang kritikus film sekaligus penasehat acara televisi. Kakek Anna adalah Mayor Jenderal Fitzgerald Wintour, seorang perwira militer Inggris dan keturunan George Grenville, yang menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris. Melalui nenek dari pihak ayahnya, Alice Jane Blanche Foster, Anna adalah cicit buyut dari novelis akhir abad ke-18 Lady Elizabeth Foster, yang kemudian menjadi Duchess of Devonshire.
Hal ini yang membuat Anna terbiasa dengan dunia jurnalisme dan memulai karier di bidang jurnalisme. Anna memperoleh pengalaman pertamanya di sebuah majalah bernama Oz, yang diberikan kepadanya oleh pacarnya saat itu, Richard Neville. Namun, publikasi tersebut diserang karena topik-topiknya yang "kontroversial" pada saat itu. Kemudian pada tahun 1970, Anna memulai kariernya selama lima tahun sebagai asisten mode dan kemudian wakil editor mode di Harper's & Queen (gabungan Harper's Bazaar dan Queen), yang didirikan oleh Willie Landels.
Di New York, Anna sempat bekerja sebagai pekerja lepas untuk American Vogue. Kemudian, ia menjadi editor mode junior di Harper's Bazaar Amerika pada tahun 1975. Namun, pemotretannya yang inovatif dan "terlalu seksual" membuat editor Tony Mazzola memecatnya setelah sembilan bulan.
Sempat bekerja untuk majalah yang dianggap erotis

Beberapa bulan kemudian, Anna mendapatkan posisi pertamanya sebagai editor mode di Viva, sebuah majalah dewasa perempuan. Anna bertugas untuk berhubungan dengan merek dan mendatangkan pengiklan. Di sana, ia memiliki banyak kebebasan kreatif dan berusaha keras untuk membangun majalah feminis. Namun, majalah itu tidak dapat mengatasi stigma sebagai penerbitan erotis, sehingga pada tanggal 18 November 1978, Viva menghentikan operasinya.
Ia kembali ke New York pada musim semi tahun 1980 dan mulai bekerja sebagai editor mode di majalah Savvy, majalah untuk perempuan eksekutif. Namun, Anna tidak dapat bergaul dengan pembaca perempuan, yang merupakan pengacara dan pekerja bank. Akhirnya ia berhenti. Namun, meskipun selera modenya tidak sesuai dengan gaya Savvy, Anna menyukai gagasan para pebisnis perempuan yang membaca majalah tersebut.

Pada tahun 1981, Anna menjadi editor mode majalah New York. Ia menempatkan selebritas di sampulnya, yang menghasilkan keuntungan. Kemudian, setelah bekerja selama beberapa tahun di British Vogue, Anna Wintour mengambil alih House & Garden pada tahun 1987.
Sekali lagi, ia membuat perubahan radikal pada staf dan tampilan majalah. Ia memasukkan begitu banyak mode dalam foto-foto yang tersebar sehingga majalah tersebut dikenal sebagai "House & Garment". Ketika judulnya dipersingkat menjadi "HG", majalah tersebut tidak lagi berfungsi, karena banyak pelanggan lama mengira mereka mendapatkan majalah baru dan tidak membacanya, dan banyak pengiklan menarik diri.
Jadi jelas, Anna Wintour memiliki jam terbang cukup panjang yang kemudian mempersiapkannya untuk pekerjaan impiannya–Vogue.

Pada tahun 1983, Anna Wintour dipilih oleh Alex Liberman, yang saat itu menjabat sebagai direktur redaksi Condé Nast, untuk menjadi direktur kreatif Vogue Amerika. Perubahan yang dilakukannya pada majalah tersebut sering kali dilakukan tanpa sepengetahuan pemimpin redaksi Grace Mirabella, yang menyebabkan ketegangan di antara mereka. Selain itu, Anna secara terbuka mengatakan kepadanya dalam sebuah wawancara bahwa ia menginginkan pekerjaan Mirabella.
So she did. Anna Wintour memegang posisi Editor-in-Chief sejak tahun 1988. Ia mengubah segalanya di majalah tersebut, mulai dari staf, visi Vogue, hingga tampilan sampul depannya. Edisi pertamanya pada bulan November 1988 menampilkan model berusia 19 tahun Michaela Bercu mengenakan celana jins pudar seharga $50 dan jaket berhiaskan berlian karya Christian Lacroix senilai $10.000. Hal itu di luar ekspektasi visi Vogue lama dan dianggap revolusioner, karena merupakan pertama kalinya seorang model sampul Vogue mengenakan street wear dipadu dengan merek high-end.
Rezim Anna Wintour di Vogue

Selama masa jabatannya di Vogue, Anna Wintour memperluas pengaruhnya melampaui pembuatan sampul yang sangat dinanti-nantikan. Timnya selama bertahun-tahun mencakup editor yang menjadi orang-orang yang harus diperhatikan di dunia media, termasuk Andre Leon Talley, Edward Enninful, Chioma Nnadi, Leah Faye Cooper, Plum Sykes, Naomi Elizee, José Criales-Unzueta, Hamish Bowles, hingga Edward Barsamian.
Dalam hal mode, ia sering mmebuat karier desainer melesat dan juga memberi nasihat kepada berbagai merek tentang bisnis dan arah kreatif mereka. Contohnya; Marc Jacobs, Tom Ford, Joseph Altuzarra, Zac Posen, Jack McCullough dan Lazaro Hernandez, Jonathan Anderson, dan banyak lagi.
Pengaruhnya juga meluas ke Met Gala, yang mulai ia pimpin bersama pada tahun 1995 dan berubah menjadi penggalangan dana tematik dan bertabur bintang yang kita kenal sekarang. Anna Wintour juga mempelopori peluncuran CFDA/Vogue Fashion Fund untuk mendukung desainer baru, sebuah proyek yang dipimpinnya sejak kompetisi dimulai pada tahun 2004.

Dikenal luas sebagai wajah media mode, gaya rambut bob khasnya, kacamata hitam, dan kalung batu permata warna-warni menjadi ciri khasnya di jalanan Kota New York dan barisan depan Fashion Week. Ia bahkan menjadi inspirasi untuk film The Devil Wears Prada yang diperankan oleh Meryl Streep, Anne Hathaway dan Emily Blunt.
Sementara ini, pengganti Anna Wintour belum disebutkan—meskipun ada spekulasi sebelumnya menyebut nama Chioma Nnadi, yang saat ini menjabat sebagai kepala konten editorial British Vogue.
Siapa pun yang dipilih Condé Nast—dan Anna Wintour sendiri—jabatan ini memangku tanggung jawab yang besar, sebesar image Anna Wintour di mata dunia mode.
Menurut kamu, siapa yang patut menggantikan seorang ikon seperti Anna Wintour?



















