Sejarah Panjang Hari Film Nasional

Sempat ada perdebatan dalam penentuan tanggal

Sejarah Panjang Hari Film Nasional

Selain Hari Musik Nasional yang diperingati pada 9 Maret kemarin, Indonesia juga memperingati Hari Film Nasional setiap 30 Maret. Peringatan ini memiliki sejarah yang panjang sebelum akhirnya diresmikan pada 1999.

Singkatnya, latar belakang terpilihnya tanggal ini adalah menandai hari pertama syuting film Darah dan Doa (1950) garapan sutradara Usmar Ismail. Film ini diproduksi oleh Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini) yang kala itu belum lama terbentuk.

Lantas, bagaimana dengan sejarah lengkapnya? Simak rinciannya di bawah ini, yuk!

Hari bersejarah untuk perfilman Indonesia

Sejarah Panjang Hari Film Nasional

Darah dan Doa atau The Long March of Siliwangi dinilai sebagai film pertama yang bercirikan Indonesia. Film berdurasi 128 menit itu bercerita tentang perjalanan panjang (long march) prajurit Divisi Siliwangi untuk kembali dari Yogyakarta ke Jawa Barat. Film ini difokuskan kepada kisah Kapten Sudarto (Del Juzar) yang digambarkan sebagai pahlawan, tetapi masih seorang manusia biasa.

Hal lain yang membuat Darah dan Doa amat bersejarah bagi Indonesia adalah, fakta bahwa film ini menjadi film pertama yang diproduksi Indonesia setelah resmi menjadi sebuah negara pasca-Perang Kemerdekaan Indonesia (1945-1949). Penyair Sitor Situmorang merupakan penulis naskah film ini.

Pemilihan tanggal berlangsung alot

Rupanya 30 Maret bukan satu-satunya tanggal yang menjadi kandidat Hari Film Indonesia. Kandidat terkuat lainnya adalah 19 September. Tanggal tersebut merupakan tanggal peliputan Rapat Raksasa Lapangan Ikada yang dipimpin Presiden Soekarno. 

Beberapa pihak menilai peristiwa tersebut patut dikenang karena keberanian juru kamera Berita Film Indonesia (BFI) yang cukup besar. Namun, peristiwa jurnalistik ini dinilai kurang tepat karena konteks peringatan Hari Film Nasional adalah film cerita.

Usulan lainnya yaitu 6 Oktober. Tanggal tersebut merupakan hari diserahkannya perusahaan Nippon Eiga Sha oleh penguasa Jepang kepada pemerintah Indonesia. Perusahaan itu kemudian menjadi BFI dan Produksi Film Negara (PFN). Lagi-lagi, usulan ini ditolak karena tidak menggambarkan nilai perjuangan.

Diresmikan dalam Keppres No. 25 Tahun 1999

Meski 30 Maret telah ditetapkan sebagai Hari Film Nasional sejak 11 Oktober 1962 dalam konferensi Dewan Film Nasional dengan Organisasi Perfilman, peringatan ini baru diresmikan pada 1999. Presiden B.J. Habibie mengeluarkan Keppres No. 25 Tahun 1999 tentang Hari Film Nasional.

Keputusan tersebut diambil berdasarkan dua pertimbangan. Pertama, 30 Maret 1950 bersejarah karena pertama kalinya film cerita dibuat oleh orang dan perusahaan Indonesia. Kedua, peringatan ini diperlukan sebagai upaya meningkatkan kepercayaan diri, motivasi para insan film Indonesia, serta meningkatkan prestasi yang mampu mengangkat derajat film Indonesia secara regional, nasional, dan internasional.

Pengangkatan Bapak Perfilman Indonesia

Penetapan Hari Film Nasional pada 11 Oktober 1962 juga menetapkan dua tokoh sebagai Bapak Perfilman Indonesia. Pertama yaitu Usmar Ismail, sutradara Darah dan Doa sekaligus pendiri Perfini.

Kedua, Djamaludin Malik yang merupakan pendiri Perseroan Artis Indonesia (Persari) Film. Pada masa kejayaannya, Persari Film memproduksi berbagai judul sinetron dan film.

Perfilman Indonesia saat ini

Saat ini, perfilman Indonesia perlahan mulai bangkit usai terpukul oleh pandemi COVID-19. Pemerintah pun mendorong insan perfilman Indonesia untuk memanfaatkan platform digital untuk mempercepat pemulihan iklim industri.

Layanan streaming ini menjadi peluang tambahan bagi industri perfilman karena dapat menjangkau pasar yang lebih luas bahkan bisa masuk pasar global. Ini peluang besar bagi para sineas Indonesia yang berkiprah di regional maupun global,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Webinar Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri, dikutip dari situs resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.

Selama masa ini, beberapa film Indonesia menuai prestasi di penghargaan nasional hingga internasional. Sebut saja Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas yang memenangi Penghargaan Golden Leopard dalam Festival Film Locarno, Yuni yang memperoleh penghargaan Platform Prize dari Festival Film Interasional Toronto 2021, hingga Penyalin Cahaya yang menyabet 12 Piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI) 2021 untuk berbagai kategori.

Sejarahnya ternyata cukup panjang, ya? Kira-kira apa film Indonesia favorit Bela?

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here

























© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved

Follow Us :

© 2024 Popbela.com by IDN | All Rights Reserved