Review 'Blood': Persimpangan Pelik Seorang Ibu

Ending-nya bikin frustrasi!

Review 'Blood': Persimpangan Pelik Seorang Ibu

Follow Popbela untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow Whatsapp Channel & Google News

Kebanyakan ibu ingin melakukan yang terbaik untuk anak-anaknya. Bahkan dengan pengorbanan sekalipun. Tak mengherankan jika kasih ibu diibaratkan sepanjang masa.

Namun, film Blood yang disutradarai Brad Anderson menempatkan seorang ibu di situasi yang cukup pelik. Jess (Michelle Monaghan) mau tak mau melakukan berbagai cara untuk mendapatkan darah segar untuk anak keduanya, Owen (Finlay Wojtak-Hissong), yang mendadak haus darah usai digigit anjingnya yang sempat kabur ke hutan. 

Tentu Jess terkejut. Putra kecilnya yang manis mendadak berubah menjadi monster. Namun, mau bagaimana lagi? Usai perceraiannya dengan Patrick (Skeet Ulrich), cuma Owen dan putri sulungnya Tyler (Skylar Morgan Jones) yang ia punya. Karena sehari-hari bekerja sebagai perawat, ia tak punya tempat bernaung. Akhirnya ia menuju rumah warisan sang bibi yang berada di pedesaan, yang merupakan awal dari petaka ini.

Review 'Blood': Persimpangan Pelik Seorang Ibu

Mual. Kira-kira begitu kondisi saya saat menonton Blood. Nggak nyangka saja, ada seorang anak kecil minum darah segar langsung dari kantung yang biasa dipakai untuk donor. Owen menikmatinya seolah itu adalah jus stroberi yang biasa dikonsumsi anak seusianya. Disgusting!

Tegang. Stok plasma darah di rumah sakit begitu penting perannya untuk para pasien. Melihat Jess menyalahgunakan akses sebagai perawat untuk mencurinya jelas bikin saya ikutan dag-dig-dug. Bagaimana kalau ia ketahuan dan membuat reputasi baiknya hancur? 

Ngilu. Buat kaum takut jarum suntik, siap-siap dibuat merana dengan adegan benda yang satu ini. Berulang kali, suntik-menyuntik ditampilkan begitu gamblang. Belum lagi ada beberapa jarum yang terlepas dari tubuh dengan paksa. Disuntik baik-baik saja ngeri, bagaimana jika tidak?

Meski berhasil bikin saya takut, Blood juga mengangkat isu penting yang terjadi hampir di semua negara: sulitnya kondisi ibu usai perceraian. Intervensi kehidupan dari mantan suami yang menyebalkan. Dituntut sempurna di semua hal. Para ibu ini bahkan masih disalahkan ketika terlalu sibuk bekerja padahal sudah berusaha membagi waktu dengan anak seadil mungkin.

Tak heran jika Jess sampai segitunya mempertahankan Owen yang berubah drastis. Pasalnya, Patrick bersikeras merebut hak asuh kedua anaknya. Jika dipikirkan lagi, ibu mana yang mau berpisah dengan anaknya dan cuma bisa menemuinya sesekali?

Overall, saya puas, sih, dengan visualisasi Blood. Pemilihan tone warna yang dingin dan remang bikin suasana horornya dapet. Akting para pemainnya jelas tak perlu diragukan. Baik pemeran dewasa maupun anak-anak, mereka mampu menyampaikan berbagai lapisan emosi kompleks yang dibawa dari skenario garapan Will Honley ini.

Hanya saja, saya cukup frustrasi dengan adegan post-credit dari film ini. Blood yang berdurasi 108 menit itu bagai lingkaran setan tak berujung. Sambil menghela nafas tak percaya, saya berkomentar, "Astaga!"

  • Share Artikel

TOPIC

trending

Trending

This week's horoscope

horoscopes

... read more

See more horoscopes here